Minggu, 19 Mei 2013

PANDANGAN EKSTRIM

PANDANGAN EKSTRIM

Ivan taniputera
18 Mei 2013



Di dunia selalu terdapat dua sisi pandangan ekstrim. Termasuk dalam hal penerapan aturan atau moralitas. Sisi ekstrim yang satu adalah penerapan aturan secara penuh, tanpa ada boleh ada pelanggaran sedikitpun. Istilah "satu kesalahan sudah terlalu banyak." Contohnya pernah saya lihat di Jerman. Orang yang tidak punya tiket tidak boleh naik kereta dan kalau kedapatan naik kereta tanpa tiket harus diturunkan. Waktu itu ada suatu pengungsi dari salah satu negara di semenanjung Balkan yang dilanda perang. Orang itu tidak punya uang membeli tiket, tetapi karena mungkin ada keperluan mendesak dia tetap naik kereta. Waktu ada pemeriksaan, dia dipaksa turun karena tidak dapat menunjukkan tiket. Orang itu tidak jelas bilang apa, karena saya tidak paham bahasanya dia, dimana orang itu nampaknya tidak bisa atau tidak begitu fasih berbahasa Jerman. Yang pasti dia kelihatannya menangis dan memohon dengan sangat agar jangan diturunkan. Penampilan orang itu nampak kusut dan memperlihatkan dia miskin. Sebenarnya harga tiket kereta untuk standar orang Jerman tidaklah mahal. Namun orang itu adalah pengungsi dari negara perang, yang mungkin saja dia kehilangan segalanya. Orang Jerman tidak peduli. Hukum adalah hukum. Peraturan adalah peraturan. Singkat cerita orang itu diseret turun. Tidak ada belas kasihan. Aturan harus ditegakkan. Tidak boleh ada pelanggaran walau satu sekalipun.

Beberapa belas tahun kemudian, saya berada di sebuah restoran yang jelas sekali memaparkan tanda dilarang merokok. Saya melihat beberapa orang di sana dengan nikmat menyedot rokoknya dan mengepulkan asapnya. Bukan hanya satu pelanggaran, melainkan banyak pelanggaran.

Manusia mudah sekali berada pada sisi-sisi ekstrim ini. Susah sekali bagi kita agar senantiasa berada di "jalan tengah." Kendati mudah dikatakan tetapi susah dilaksanakan. Berapa banyak dalam hidup kita, kita benar-benar sanggup berada di "tengah." Mungkin belum sekalipun.

Sebagai penutup, saya sarankan membaca sebuah kisah perumpamaan. Terdapat sebuah tempat yang dipenuhi oleh penderitaan, kengerian, penyakit, dan kematian. Sementara itu, di seberang sana terdapat kota kegemilangan yang bebas dari segenap penderitaan. Meskipun demikian, jalan ke sana sungguh sangat sempit dan di samping kiri beserta kanannya terdapat jurang menganga. Jika Anda pergi sendiri ke sana akan mudah sekali jatuh baik ke kiri maupun kanannya. Nah, apakah kita pernah menertawakan orang lain karena jatuh ke jurang? Padahal tak lama pula kita terjatuh ke jurang yang sama. Jurang-jurang itu adalah perlambang "pandangan ekstrim." Semoga bermanfaat sebagai renungan.

Rabu, 08 Mei 2013

BUKU APA GADGET?

BUKU APA GADGET?

Ivan Taniputera
9 Mei 2013

Aneh sekali. Ada orang bilang buku Rp. 150.000 mahal, tetapi buat beli gadget yang harganya jutaan dikatakan tidak mahal. Padahal gadget paling hanya beberapa tahun sudah ketinggalan atau sebentar saja akan bosan. Tetapi, pengetahuan yang ada dalam buku akan dimiliki seumur hidup. Pada orang-orang semacam itu, saya tidak menaruh rasa kasihan. Saya saja tidak punya gadget mahal; telepon seluler saya saja harganya hanya Rp. 150.000-an. Kalau saya lebih memilih buku, karena buku adalah jendela pengetahuan.

Berikut ini adalah gambar telepon seluler murah meriah yang telah menemani dan sangat bermanfaat bagiku selama ini. Yang memberikan manfaat bagiku selama ini bukanlah gadget-gadget mahal yang tak kupunyai, melainkan telepon seluler ini. 








Oleh karena itu, saya sangat heran, mengapa beli buku nampaknya sangat berat, padahal manfaatnya bisa dirasakan seumur hidup; sedangkan di tangannya tergenggam sebuah gadget berharga jutaan. Fenomena apakah ini? Marilah kita renungkan bersama.