Ini adalah kelanjutan tulisan saya mengenai hokkie atau keberuntungan, yakni
http://sejarahastrologimetafisika.blogspot.com/2014/01/apakah-sumber-keberuntungan-atau-hokkie.html. Para pembaca yang belum pernah membacanya silakan mengunjungi terlebih dahulu laman itu.
Memang
benar bahwa ilmu tentang keberuntungan atau hokkie ini tidak pernah
diajarkan di sekolah. Memang benar bahwa sekolah dianggap sebagai
gudangnya ilmu. Namun sayang sekolah tidak mengajarkan mengenai
keberuntungan. Lalu apakah sekolah tidak penting? Bukan demikian halnya.
Sekolah memang tidak mengajarkan keberuntungan, namun ilmu yang
diperoleh dari sekolah adalah salah satu modal dalam mendapatkan
keberuntungan. Walaupun patut diakui bahwa memiliki modal tersebut bukan
jaminan Anda beruntung. Tetapi memiliki modal adalah tetap lebih baik
ketimbang tidak mempunyai modal sama sekali.
Jadi pada ulasan di
atas, jelas sekali kedudukan antara sekolah dan keberuntungan. Kita
hendaknya dapat menempatkan sekolah pada posisinya yang benar.
Selanjutnya kita dapat melanjutkan pembahasan kita.
Ada orang
bertanya, benarkah keberuntungan itu tidak adil? Benar. Dalam kondisi
tertentu memang sumber-sumber keberuntungan itu tidak terdistribusi
merata. Seolah-olah random. Beberapa ajaran agama mencoba menjelaskan
kerandoman atau keacakan tersebut, namun dalam kesempatan kali ini kita
tidak membahas mengenai agama. Alih-alih membahas mengenai agama, kita
akan belajar lebih banyak mengenai realita keberuntungan itu sendiri.
Kita harus mengakui bahwa keberuntungan itu memang tidak adil. Itu adalah fakta yang harus kita terima.
Pada
artikel sebelumnya yang dimuat pada laman di atas, saya telah
menyebutkan bahwa salah satu sumber keberuntungan adalah tampilan
jasmani. Pada kenyataannya kita tidak dapat memilih wajah kita seperti
apa. Sebelum dilahirkan kita tidak dapat memesan seperti apakah wajah
kita kelak. Kita tidak memilih seperti apakah tampilan jasmani kita.
Jika dapat memilih, maka kita tentu akan memesan wajah dan jasmani yang
rupawan. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Orang yang punya tampilan
jasmani rupawan berpeluang lebih "beruntung" ketimbang yang wajahnya
kurang rupawan. Walaupun ini tidak berarti bahwa orang yang wajah serta
fisinya tidak rupawan pasti tidak beruntung atau sebaliknya. Di sini
kita bicara peluang. Ada peluang besar dan kecil. Jadi, para pembaca
perlu memahami baik-baik apa yang saya tuliskan agar tidak salah paham.
Sehubungan
dengan faktor keluarga, maka kita juga tidak dapat memilih di keluarga
mana kita akan dilahirkan. Orang yang lahir di keluarga makmur sudah
tentu akan memiliki peluang lebih besar dalam menggapai kemakmuran.
Walaupun juga tidak pasti bahwa anak keluarga kaya, pasti kelak hidupnya
akan kaya. Namun sekali lagi kita bicara peluang. Ibaratnya orang yang
sudah lahir di keluarga kaya, jika kita boleh memberikan suatu skala
garis bilangan, maka skalanya sudah berada di atas 0, atau sudah
positif. Tentunya lebih mudah baginya menggapai ke atas dibandingkan
dengan seseorang yang skalanya masih di bawah 0 atau minus.
Berdasarkan
kedua contoh di atas, maka nampak jelas bahwa memang keberuntungan atau
hokkie itu mendatangi manusia secara acak atau random. Kita boleh saja
melabeli keacakan atau kerandoman ini sebagai ketidak-adilan. Suka atau
tidak suka ini adalah faktanya. Kita tidah bisa menolaknya. Oleh sebab
itu, jadilah realistis.
Banyak motivator mengajarkan bahwa kita
perlu ulet, rajin, punya komitmen, dan bejibun slogan lainnya. Apakah
itu adalah suatu jaminan? Tidak. Banyak motivator hanya menjual slogan
dan kata-kata indah. Namun kita tidak perlu kata-kata indah. Dalam
pelajaran kali ini, kita tidak berkutat dengan kata-kata indah,
melainkan realita. Berani menghadapi realita, itulah yang kita butuhkan
dalam pelajaran kita tentang hokkie ini. Banyak orang ulet, tetapi tidak
dapat meningkatkan taraf hidupnya. Jadi ulet bukan jaminan bagi
keberuntungan. Namun bukan berarti saya mengatakan bahwa ulet, punya
komitmen, tidak gampang putus asa, dan rajin itu jelek. Tidak. Itu
hanyalah salah satu dari sekian banyak modal keberuntungan.
Baik, sampai di sini saya akan ulangi lagi intisari pelajaran kita di atas, yakni:
PELAJARAN I ARTIKEL INI: Keberuntungan memang tidak adil.
PELAJARAN
II ARTIKEL INI: Memiliki modal keberuntungan TIDAK menjamin Anda akan
beruntung, namun tetap saja LEBIH BAIK mempunyai modal dibandingkan
tidak mempunyai modal.
Kita lanjutkan lagi pelajaran kita. Banyak
orang yang tidak sadar bahwa sesungguhnya kekuatan kerja sama itu dapat
meningkatkan keberuntungan. Inilah kekuatan saling tolong menolong.
Sebagai contoh adalah kesalahan yang sering kita lakukan adalah
menggunakan media sosial untuk bergosip, berdebat yang tidak berguna,
menjelek-jelekkan orang lain (bahasa Jawa:ngrasani), dan lain
sebagainya. Mengapa Anda tidak meluangkan waktu Anda dalam menggunakan
media sosial untuk saling menolong. Kita ambil contoh facebook. Mengapa
Anda tidak saling share status kawan Anda yang sedang menjual dan
membutuhkan sesuatu? Apabila kita bisa saling share maka kekuatannya
akan dashyat. Namun kalau Anda hanya berbagi kebencian, maka yang
sebarkan hanya kebencian. Kalau Anda gemar menyebarkan gosip, maka yang
Anda dapatkan juga hanya gosip.
Salah satu fakta nyata mengapa
kita tidak beruntung adalah karena kita saling menjegal. Ibaratnya
adalah sekelompok kepiting yang berada dalam wadah. Jika ada yang hendak
keluar, maka teman-temannya akan menariknya kembali ke dalam. Apakah
Anda mau seperti kepiting-kepiting itu, ataukah Anda mau keluar
bersama-sama dengan selamat dari wadah. Sama-sama beruntung,
Baik, pelajaran tentang ilmu keberuntungan atau hokkie untuk hari ini akan kita sudahi dahulu. Marilah kita renungkan bersama.
Share
ini jika Anda membutuhkan keberuntungan. Dengan berbagi pelajaran
tentang ilmu keberuntungan ini, maka Anda juga akan menuai keberuntungan
kelak.
Selamat beruntung dan silakan ikuti pelajaran-pelajaran selanjutnya.
Artikel menarik lainnya silakan kunjungi:
https://www.facebook.com/groups/339499392807581/