Minggu, 23 Maret 2014

TAHUKAH ANDA BAHWA BAHASA ITALIA DAN RUMANIA MASIH SEKERABAT?

TAHUKAH ANDA BAHWA BAHASA ITALIA DAN RUMANIA MASIH SEKERABAT?

Ivan Taniputera
23 Maret 2014


Rumania adalah negara yang terletak di Eropa Timur, sehingga tidak banyak orang mengira bahwa bahasa Rumania masih sekerabat dengan bahasa Italia dan Latin. Oleh karenanya, Rumania terkadang disebut sebagia "Pulau Latin di Eropa Timur." Berikut ini adalah sedikit perbandingan antara bahasa Italia dan Rumania.

Satu  Uno (Italia/ I) Un (Rumania/ R)
Dua   Due (I)  două (R)
Tiga   Tre (I)  trei (R)
Bagus  Buono (I)  Bun (R)
Hati   Cuore (I)  Cord (R)
Matahari  Sole (I) Soare (R)
Bulan Luna (I)  Lună (R)
Mata  Occhio (I) Ochi (R)
Gunung Monte (I)  Munte (R)
Anjing  Cane (I)   câine (R)
Terang  Luminoso (I)  Luminos (R)
Api  Fuoco (I) Foc (R)
Ikan Pesce (I)  pește (R)
Air  Acqua (I)   apă (R)
Udara  Aria (I)  aer (R)
Orang  Uomo (I)  om (R)
Raja Re (I)  rege (R)

Jumat, 21 Maret 2014

SONTOLOYO

SONTOLOYO

Ivan Taniputera
21 Maret 2014

Banyak orang tentu pernah mendengar makian atau umpatan yang berbunyi "Sontoloyo." Biasanya diucapkan saat seseorang sedang kesal atau marah. Namun dari manakah sesungguhnya asal usul kata "Sontoloyo" ini?

Sesungguhnya, sontoloyo dahulu berarti orang yang menggembalakan bebek.


Lalu bagaimanakah nama suatu profesi itu dapat berubah menjadi suatu kata bermakna umpatan? Kemungkinan di zaman dahulu banyak sontoloyo atau penggembala bebek yang ceroboh, sehingga bebeknya banyak yang hilang. Pemilik bebek karena kesal lalu berkata, "Sontoloyo, angon bebek ilang loro." Artinya dalam bahasa Indonesia adalah, "Penggembala bebek! Mengembalakan bebek kok hilang dua."

Namun mungkin juga dalam  masyarakat feodal terdapat sikap merendahkan terhadap profesi-profesi tertentu. Dengan kata lain, sontoloyo dianggap suatu profesi yang rendah. Oleh karenanya, menyebut seseorang sebagai sontoloyo mengandung makna menghina atau merendahkan, hingga akhirnya kata "sontoloyo" menjadi semacam umpatan. Barangkali demikianlah asal muasal pergeseran makna tersebut.

Selasa, 18 Maret 2014

SENANDUNG TUK MENTARI SENJA

SENANDUNG TUK MENTARI SENJA

Ivan Taniputera
18 Maret 2014




Kilau rona kuning kemerahan
Di ufuk Barat
Tandai gerbang kamar peraduanmu
Engkau siap beristirahat
Setelah seharian penat lelah
Menabur manik-manik cahaya
Ke seluruh penjuru jagad
Tak bertepi
Kau tebar senyum dan kehangatan
Bagi semua tiada kecuali
Tak perlu membeli
Mereka dapat sinar cahayamu
Engkau peluk burung-burung
Dengan bilah-bilah cahayamu
Berkicau terbang riang di angkasa
Di bawah kilau lembut kemurahanmu
Ikan-ikan berkeriapan di air
Memuji pesonamu
Bapak tani bersorak girang
Menyambut kehadiranmu
Memang engkau adalah bola gas menyala
Yang melayang di jagad raya
Agung dan sungguh luas tiada terbatas
Dinyalakan oleh reaksi Helium
Engkau tersenyum
Sambil memancarkan lidah-lidah api
Nun berkilo-kilo meter tingginya
Oh mentari
Kini engkau siap memasuki peraduanmu
Kuucapkan selamat beristirahat
Selamat melepas penat
Kutunggu engkau hadir esok hari
Di gerbang sang fajar.

Tahukah engkau bahwa mentari yang terbenam di tempatmu adalah sekaligus mentari terbit di tempat lain? Tahukah engkau pula bahwa mentari yang terbit di tempatmu adalah juga mentari terbenam di tempat lain? Jika demikian, apakah itu terbit dan terbenam? Marilah kita renungkan.

Sabtu, 15 Maret 2014

KAMPANYE PEMILU: SOEATOE KENANGAN MASA LALOE

KAMPANYE PEMILU: SOEATOE KENANGAN MASA LALOE

Ivan Taniputera
15 Maret 2014



Saya hari ini diberitahu bahwa kita telah memasuki masa kampanye bagi pemilihan umum 2014. Oleh karenanya, pada kesempatan kali ini saya ingin mengajak para pembaca mengenang kembali masa kampanye pemilihan umum di masa lalu. Tentu saja tulisan ini saya buat berdasarkan ingatan saya saja, sehingga belum tentu terjamin kebenarannya. Tulisan ini tidaklah dimaksud sebagai karya sejarah, melainkah hanya wahana mengenang masa lalu semata.

Mungkin kampanye pemilihan umum pertama yang saya ingat adalah tahun 1982. Saya ketika itu masih duduk di kelas 2 sekolah dasar. Tentu saja saya belum begitu mengetahui apakah sesungguhnya pemilihan umum itu. Yang saya ingat adalah pesertanya ada tiga dan mereka identik dengan warna hijau, kuning, dan merah. Ketika itu, kampanye dilakukan dengan cara pawai atau konvoi dengan menggunakan kendaraan bermotor. Saya juga diberitahu bahwa jika para peserta kampanye mengacungkan satu jari, maka kita harus pula mengacungkan satu jari. Apalagi mereka mengacungkan dua jari, maka kita juga hendaknya mengacungkan dua jari. Jikalau mereka mengacungkan tiga jari, maka kita juga seyogianya mengacungkan tiga jari. Oleh karenanya, bagi anak SD seperti saya, tentunya hal ini menjadi ajang yang baik dalam meningkatkan kemampuan berhitung. Sayangnya, kita hanya berhitung sampai tiga saja. Ajang kampanye di masa itu, adalah wahana tersebarnya berbagai isu yang belum tentu terbukti kebenarannya. Konon ada orang yang dipukuli oleh para peserta kampanye karena saat diminta mengacungkan jari dengan jumlah tertentu, ia malah mengacungkan jari dengan jumlah lainnya. Barangkali orang itu matanya kurang awas, atau kurang pandai berhitung.

Saat Pemilu 1987 saya sudah duduk di bangku SMP. Seingat saya kondisinya tidak jauh berbeda. Jumlah kontestannya juga masih tiga dan mereka masih identik dengan warna hijau, kuning, dan merah, serta satu jari, dua jari, dan tiga jari. Karena sudah duduk di bangku SMP saya jadi mengetahui lebih banyak mengenai Pemilu. Menurut guru saya, Pemilu adalah wujud penerapan demokrasi di negara kita. Ini adalah fakta yang harus dihafalkan baik-baik dan jika ulangan kita harus menjawabnya demikian. Bila tidak, maka jawaban kita akan dianggap salah dan tentu saja ini mengurangi nilai ulangan kita. Karena saya tidak mau nilai saya berkurang, maka tentu saja saya mengingat baik-baik apa yang diajarkan oleh guru saya tersebut. Yang pasti, kampanye Pemilu terkadang menimbulkan rasa was-was dan ketakutan, karena terdengar isu adanya kericuhan di berbagai tempat. Bahkan ada ajang lempar-lemparan batu. Saya waktu itu menduga bahwa mungkin kericuhan itu adalah juga satu paket dengan demokrasi yang diajarkan oleh guru saya tersebut. Mungkin acara lempar-lemparan batu adalah juga bonus tambahan bagi demokrasi. Semasa berlangsungnya kampanye kalau tidak salah ada kalanya sekolah sengaja dipulangkan lebih awal. Alasannya adalah khawatir terjadinya kericuhan.

Pada tahun 1992, saya sudah duduk di bangku SMA. Waktu itu karena sudah membawa kendaraan sendiri, saya menyadari bahwa terkadang para peserta kampanye bersifat ugal-ugalan dalam berlalu lintas. Mereka berkendaraan dengan seenaknya sendiri dan terkadang membahayakan pengguna jalan lain. Mereka tidak mau mengalah. Tetapi yang pasti pada Pemilu 1992 pun jumlah kontestan juga masih sama, dengan warna serta jumlah acungan jari yang sama pula dengan sebelumnya. Berdasarkan isu yang saya dengar, waktu itu di daerah tertentu terdapat teriakan-teriakan bersifat rasis ditujukan pada suatu etnis. Namun ada yang mengatakan bahwa itu dilakukan hanya demi menjelekkan partai kontestan tersebut.

Saya berangkat ke Jerman tahun 1993. Selama di Jerman saya mendengar beberapa hal penting di tanah air, misalnya terpilih kembalinya Presiden Soeharto sebagai presiden dengan Try Soetrisno sebagai wakilnya, peristiwa 27 Juli, wafatnya Ibu Tien Soeharto, dan lain sebagainya. Semuanya itu dapat diketahui dengan cepat karena adanya fasilitasi internet. Ketika peristiwa 27 Juli terjadi, saya mendengarnya sewaktu chatting dengan mIRC. Saya kembali ke tanah air awal tahun 1997 setelah menamatkan pendidikan teknik mesin saya. Tahun 1997 itu juga masa-masa kampanye. Saya masih ingat bahwa waktu itu bendera-bendera yang dipasang didominasi oleh warna hijau dan kuning saja. Waktu bertanya mengapa bendera yang merah jarang muncul, maka dijawab bahwa "merah sedang terkena masalah." Ketika itu terdapat berbagai semboyan kampanye seperti "Mega Bintang" dan lain sebagainya.

Tahun 1997 saya sudah bekerja di sebuah perusahaan di Tangerang. Terjadi peristiwa mengejutkan di hari akhir kampanye. Ketika itu, tidak banyak yang menduga bahwa di hari terakhir itu akan terjadi kericuhan. Namun pada kenyataannya meletuslah apa yang disebut "Amuk Banjarmasin." Pemilu akhirnya kembali dimenangkan oleh kontestan yang memang sebelumnya sudah diduga akan menang.

Pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi mendera negara kita. Mata uang Rupiah terjun drastis terhadap Dollar. Kondisi menjadi panas dan mengkhawatirkan. Isu-isu yang menakutkan merupakan santapan sehari-hari. Demonstrasi mahasiswa marak di mana-mana. Pada bulan Mei 1998 meletus kerusuhan yang merupakan noda dalam sejarah negara kita. Tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya dan menyerahkan kedudukan sebagai presiden pada wakilnya, B.J. Habibie. Waktu itu saya sedang ada di bandara Ahmad Yani, Semarang, guna menjemput adik saya yang ketika itu masih kuliah di Surabaya. Rasanya tidak percaya menyaksikan kejatuhan Presiden Soeharto yang sudah berkuasa selama kurang lebih 30 tahun.

Pada tahun 1999 berlangsung kembali pemilihan umum, hanya saja kontestannya tidak lagi tiga, melainkan "banyak." Saya sebut banyak, karena jumlah pastinya saya tidak ingat. Warnanya tidak lagi hijau, merah, serta kuning, melainkan kini ada tambahan warna biru, hitam, dan lain sebagainya. Yang pasti kali ini bendera dan posko didominasi warna merah. Orang sudah menduga bahwa partai yang berbendera merah itu akan memenangkan Pemilu.

Saya teringat bahwa pemilu tahun 1999 itu adalah pemilu pertama saya ikuti. Ibu jari kita ketika itu diberi tinta khusus, sehingga seseorang tidak dapat memberikan suaranya lebih dari sekali.

Benar saja bahwa yang menang kali ini adalah partai berbendera merah. Kini setelah kemenangan kontestan berbendera merah, maka banyak yang menduga bahwa calon presiden partai tersebut akan menang. Namun kenyataannya yang menang adalah justru calon presiden dari partai lain. Meskipun demikian, calon presiden partai berbendera merah akhirnya terpilih sebagai wakil presiden. Waktu itu saya sudah bekerja di salah satu perusahaan multi nasional di Jawa Timur. Menurut pemilik rumah kos saya, yang ketika berlangsungnya penghitungan suara bagi pemilihan wakil presiden sedang dalam perjalanan; di tengah jalan ia menyaksikan warga sedang menonton penayangan kegiatan itu di di televisi, maka sewaktu penghitungan suara menyebutkan nama calon presiden dari partai bendera merah tersebut, para penonton bersorak-sorak memberikan dukungannya.

CATATAN: Waktu itu pemilihan presiden dan wakil presiden belum menggunakan cara langsung. Mekanismenya adalah rakyat memilih wakil-wakilnya. Selanjutnya para wakil rakyat itulah yang memilih presiden beserta wakil presiden. Kini presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.


Kampanye pemilihan umum semenjak zaman reformasi ini nampaknya tidak begitu banyak kericuhan lagi. Tetapi presiden yang terpilih setelah era reformasi itu belakangan dilengserkan. Peristiwa ini mengakibatkan pembakaran kantor partai berbendera kuning yang terletak di dekat bundaran Waru, Sidoarjo. Kebetulan kantor tempat saya bekerja tidak jauh dari sana. Waktu saya pulang kantor sekitar jam 18.00, saya masih menyaksikan api berkobar dari gedung partai itu. Banyak orang masih ramai berkerumun, namun mereka tidak merusak mobil yang lewat. Wakil presiden yang berasal dari partai berbendera merah lalu menggantikannya sebagai presiden.

Selama dua pemilu berikutnya, yakni 2004 dan 2009, kontestannya juga masih berwarna warni, dalam artian lebih dari tiga warna.  Kampanye pemilu juga relatif lebih tenang dan tidak ada kericuhan berarti. Semoga tahun 2014 ini kampanye pemilu juga berjalan tertib. Semoga para peserta kampanye dapat mematuhi segenap undang-undang dan peraturan berlaku, sehingga tidak membahayakan masyarakat lainnya. Semoga negara kita dapat semakin baik.

Kamis, 06 Maret 2014

MEMBEBASKAN DIRI DARI BAYANG-BAYANG MASA LALU

MEMBEBASKAN DIRI DARI BAYANG-BAYANG MASA LALU

Ivan Taniputera
7 Maret 2014



Salah seorang sahabat lama yang kerap berkonsultasi pada saya menanyakan bagaimana membebaskan diri dari bayang-bayang masa lalu. Guna menjawab pertanyaan tersebut dan juga barangkali terdapat orang-orang lain yang memiliki pertanyaan sama, maka saya memberanikan diri menulis artikel ini.

Bayang-bayang terjadi karena adanya cahaya. Oleh karenanya, agar dapat membebaskan diri dari bayang-bayang masa lalu, Anda perlu memadamkan "cahaya"nya. Apabila "cahaya" sudah padam, maka bayang-bayang masa lampau Anda juga akan padam. Ini adalah suatu kenyataan sangat sederhana, namun tidak banyak orang memahaminya. Mereka ingin bebas dari bayang-bayang masa lalu, namun justru terus menerus mendekat dan mencari sumber "cahaya" baru. Akibatnya bayang-bayang masa lalu yang timbul semakin rumit dan kompleks. Ibaratnya adalah sebuah lingkaran tanpa akhir. Dengan memahami kenyataan ini, jika ingin bebas Anda hendaknya jangan mencari sumber "cahaya" baru. Padamkanlah "cahaya" tersebut.

Lalu barangkali Anda akan spontan bertanya, "Bagaimanakah cara memadamkan "cahaya"nya?" Mencari cara memadamkan "cahaya" itu adalah pekerjaan rumah (PR) Anda sendiri. Terdapat tak terhingga cara dalam memadamkan "cahaya" penimbul bayang-bayang masa lalu. Anda harus menemukan caranya sendiri. Ibaratnya saat meniup lilin, maka kita dapat meniupnya dari sudut berapa saja atau dengan kecepatan hembusan angin berapa saja. Jika kita membakukan dan mengajarkannya pada orang lain, misalnya kita harus meniup lilin dengan sudut 60 derajat terhadap garis mendatar dan kecepatan angin 40 km/jam yang keluar dari mulut kita, maka lama kelamaan orang yang mengikuti ajaran kita terkait peniupan lilin tersebut akan melekat pada "tata cara." Mereka berpeluang menganggap bahwa peniupan lilin dengan cara lainnya adalah "salah." Padahal tujuannya adalah sama-sama memadamkan lilin. Lilin juga akan sama-sama padam. Jadi cara memadamkan "cahaya" Anda harus menemukannya sendiri dan jangan mengekor orang lain. Jangan pula mengajarkannya pada orang lain. Biarkan mereka menemukan caranya sendiri. Anda juga jangan bertanya pada saya bagaimana memadamkan "cahaya" tersebut. Temukanlah sendiri. Itu adalah pekerjaan rumah (PR) Anda. Anda hendaknya tidak menyuruh orang lain mengerjakan PR Anda, bukan? Jika orang lain yang mengerjakan maka Anda telah bertindak curang. Demikian kurang lebih analoginya.

Lalu berapa lama dibutuhkan guna menemukan cara memadamkan "cahaya"? Jawabnya berbeda-beda bagi setiap orang. Bisa sehari, dua hari, enam hari, seminggu, sebulan, setahun, sepuluh tahun, lima puluh tahun, dan yang terburuk adalah seumur hidup. Bahkan mungkin seumur hidup Anda tidak akan sanggup menyelesaikan PR Anda tersebut. Semuanya bergantung pada tekad dan kesungguhan Anda dalam mengerjakan PR.

Anda juga tidak mungkin menyuruh orang lain memadamkan "cahaya"-nya setiap kali bayang-bayang masa lalu itu muncul. Ibaratnya Anda tidak mungkin mengetuk pintu rumah tetangga-tentangga Anda setiap kali Anda ingin memadamkan lilin. Misalnya malam ini Anda akan mengetuk pintu rumah tetangga Anda bernama A tatkala Anda hendak memadamkan lilin Anda. Kemarin Anda meminta B. Besoknya akan meminta C. Ini jelas mustahil dan para tetangga itu mungkin akan terganggu dengan tindakan Anda. Mereka juga mungkin sibuk memadamkan lilinnya masing-masing. Jadi Anda yang hendaknya memadamkan "cahaya" itu adalah diri Anda sendiri. Bukan orang lain.

Selamat mengerjakan pekerjaan rumah (PR) Anda. Semoga bermanfaat.

Artikel menarik lainnya silakan kunjungi https://www.facebook.com/groups/339499392807581/