Senin, 08 Agustus 2016

KARTINI

KARTINI
.
Ivan Taniputera.
21 April 2016.
.
Karena hari ini merupakan hari Kartini, saya akan menulis artikel mengenai Beliau. Kita akan bersama-sama menarik teladan dari kehidupan Beliau.
.
Kartini atau lengkapnya Raden Ajeng Kartini, dilahirkan tanggal 21 April 1879 di Mayong Jepara. Beliau merupakan salah seorang tokoh pembaharu dengan gagasan-gagasannya bagi kemajuan kaum wanita secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum. Riwayat Raden Ajeng Kartini sudah banyak ditulis dan dalam buku-buku pelajaran sejarah semenjak SD hingga SMU telah banyak diulas mengenai Beliau. Oleh karenanya, pada kesempatan kali ini, saya akan lebih menitik-beratkan pada menggali teladan-teladan hidup Beliau.
.
Kartini hidup pada suatu masa dimana kaum wanita masih dianggap kurang penting dibandingkan pria. Pendidikan modern bagi wanita dianggap tidak begitu penting atau perlu. Oleh karenanya, Beliau hanya diperkenankan bersekolah hingga usia 12 tahun di ELS, atau kurang lebih setingkat SD sekarang. Meskipun demikian, jika kita renungkan lebih jauh, hal ini pun sudah merupakan kemajuan, mengingat kakek Beliau Pangeran Ario Condronegoro IV, merupakan salah seorang bangsawan Jawa yang memperkenalkan pendidikan Barat pada anak-anaknya. Ilmu pengetahuan Barat merupakan sesuatu yang penting bagi kemajuan, disamping nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal. Kedua hal itu merupakan sesuatu yang sangat penting dan tak terpisahkan dalam menapaki kemajuan zaman. Kakek Kartini menyadari hal tersebut.
.
Meskipun tidak lagi menempuh pendidikan formal, namun Kartini tetap berupaya dengan penuh semangat menambah pengetahuannya. Beliau membaca berbagai surat kabar dan terbitan berbahasa Belanda, yakni De Locomotief dan juga majalah-majalah ilmu pengetahuan, termasuk buku karya Multatuli berjudul Max Havelaar. Ini adalah sesuatu yang sangat layak diteladani. Membaca merupakan kunci kemajuan baik pribadi maupun masyarakat. Di zaman sekarang, minat membaca buku-buku bermanfaat masih perlu ditingkatkan. Semangat Kartini dalam hal menambah pengetahuan, perlu diteladani oleh generasi sekarang. Jadi, memperingati hari Kartini bukan hanya sekedar karnaval atau mengenakan pakaian daerah, melainkan juga perlu diikuti dengan peneladanan terhadap nilai-nilai kehidupan Kartini, seperti kegemaran membaca tersebut. Meskipun kita sudah menyelesaikan pendidikan formal, tetapi menambah pengetahuan tidak boleh berhenti. Tentu saja pengetahuan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama manusia.
.
Selanjutnya, Kartini juga rajin mengirimkan tulisannya ke majalah wanita Belanda, De Hollandsche Lelie. Nama majalah ini berarti “Bunga Lili Belanda.” Tulisan Kartini juga dimuat dalam majalah tersebut. Selain membaca, Kartini juga tidak segan berbagai gagasan dan pengetahuannya pada orang lain. Negeri kita masih memerlukan karya-karya bermutu demi mencerdaskan bangsa. Kebutuhan akan buku-buku bermutu masih sangat besar. Berbagai pameran buku memperlihatkan antusiasme masyarakat yang tinggi. Oleh karenanya, para pakar diharapkan dapat semakin banyak berbagi pengetahuannya dengan masyarakat melalui tulisan-tulisan dan buku-buku bermutu. Kartini juga kerap berbagi gagasannya dengan para sahabat-sahabatnya di Negeri Belanda. Dengan menulis, gagasan-gagasan Kartini makin tersebar luas dan akhirnya dibukukan menjadi karya yang kita kenal sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang.”
.
Satu lagi, cita-cita Kartini yang luar biasa adalah keinginannya bersekolah hingga ke Negeri Belanda. Jangankan melanjutkan studi ke luar negeri, meneruskan pendidikan di kampung halamannya saja mendapatkan hambatan. Di samping itu, pada abad ke-19, bersekolah di luar negeri masih merupakan sesuatu yang tak terbayangkan, baik bagi pria maupun wanita. Namun, teladan yang dapat kita ambil adalah keberanian Kartini dalam mencetuskan suatu cita-cita tinggi. Kartini merasakan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kemajuan bangsa.
.
Cita-cita Kartini dituangkan dalam prinsip-prinsip Zelf-ontwikkeling (Pengembangan Diri Sendiri), Zelf-onderricht (Mendidik atau Mengajar Diri Sendiri atau Belajar Secara Mandiri), Zelf-vertrouwen (Percaya Diri Sendiri), Zelf-werkzaamheid (Berkarya Secara Mandiri), dan Solidariteit (Solidaritas). Ketiga prinsip itu didasari oleh Religieusiteit (Religiusitas), Wijsheid (Kebijaksanaan), Schoonheid (Keindahan), Humaniteit (Perikemanusiaan), dan Nationalisme (Cinta Bangsa dan Tanah Air). Prinsip-prinsip di atas masih relevan hingga saat ini. Dalam perikemanusiaan sudah terkandung nilai-nilai toleransi dan saling menghargai. Namun sangat disayangkan nilai toleransi sudah makin tergerus dewasa ini. Karenanya, kita sangat perlu meneladani kembali cita-cita Kartini.
.
Sebagai penutup, keinginan luhur Kartini bagi persamaan kaum wanita merupakan pencetus bagi kemajuan di kemudian hari. Suatu keinginan luhur seringkali menjadi pendorong bagi kemajuan ke arah lebih baik di masa mendatang. Oleh karenanya, kita perlu senantiasa membangun keinginan luhur demi menciptakan masa depan lebih baik, yakni lebih baik bagi diri sendiri dan sesama manusia.
.
Selamat memperingati Hari Kartini, 21 April 2016.

KERETA API YANG MENGUBAH JALANNYA SEJARAH DUNIA

KERETA API YANG MENGUBAH JALANNYA SEJARAH DUNIA.
.
Ivan Taniputera. 
7 Juli 2016
.
Malam itu, sebuah kereta api berjalan terseok-seok melintasi jantung benua Eropa. Ketika itu, Perang Dunia I sedang berkecamuk dengan hebatnya. Berangkat dari Zürich, Swiss, kereta itu melintasi Jerman, Swedia, dan akhirnya tiba Petrograd, Rusia. Kereta api itu akan menentukan jalannya sejarah dunia berdasawarsa-dasawarsa kemudian. Di dalamnya ternyata terdapat penumpang yang akan menjadi salah satu penentu berputarnya roda sejarah. Orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Vladimir Ilyich Ulyanov atau yang lebih dikenal sebagai Lenin.
.
Lenin terpaksa meninggalkan negaranya karena menentang czar Rusia. Ia hidup di pengasingannya, yakni di Swiss, semenjak 1900. Perang Dunia I pecah pada tahun 1914. Kekaisaran Jerman (Deutsches Reich, German Empire) dengan sekutunya Kekaisaran Austria Hongaria melawan Rusia beserta sekutu-sekutunya. Jerman ketika itu terpaksa berperang di dunia medan, yakni barat dan timur, sehingga sangat terkuras tenaganya.
.
Rusia, musuh Jerman, juga terkuras segenap sumber dayanya, sehingga mengalami kelaparan. Februari 1917, pecah revolusi di Petrograd. Para pekerja mogok karena kekurangan makanan dan merosotnya industri Rusia. Kekacauan pecah di mana-mana. Pemerintahan czar Rusia sudah kehilangan wibawanya. Lenin memandang hal ini sebagai kesempatan turut serta mengorganisasi massa menumbangkan czar.
.
Namun perjalanan pulang ke Rusia harus melewati wilayah Jerman, dimana jalur kereta api ke sana ditutup akibat perang. Menyadari bahwa Lenin beserta tiga puluh satu kaum revolusioner lainnya berpeluang menumbangkan czar Rusia, sehingga meringankan beban Jerman di medan perang Timur, pemerintah Jerman lantas melakukan perjudian politik berbahaya. Mereka memberikan izin khusus bagi Lenin beserta istri dan kawan-kawannya melintasi wilayah Jerman.
.
Demikianlah, kereta itu melaju di tengah-tengah gejolak perang. Setibanya kembali di tanah airnya, Lenin berhasil mengorganisasi para pendukungnya, yang dikenal sebagai kaum Bolshevik. Singkat cerita, setelah melalui serangkaian pergolakan berdarah, Rusia akhirnya menjelma menjadi Uni Sovyet.
.
Kereta api itu telah menjadi penentu sejarah. Jika pemerintah Jerman tidak memberikan izin bagi Lenin melintasi wilayahnya, maka kemungkinan besar tidak akan ada Perang Dingin, tidak akan ada Tembok Berlin, tidak akan ada Perang Vietnam, tidak akan ada Korea Utara dan Selatan, Jerman tidak akan terbagi dua. Tidak akan ada Republik Rakyat China. Jutaan rakyat Kamboja tidak akan mati sia-sia di bawah Pol Pot.
.
Jika Lenin tidak kembali ke Petrograd, kemungkinan skenario-skenario ini yang akan terjadi. Rusia bisa saja tetap menjadi kekaisaran, walaupun peluangnya kecil. Czar Nicholas II sudah pasti akan turun tahta dan digantikan oleh saudaranya, Adipati Agung (Grand duke) Michael. Namun pada kenyataannya, parlemen (duma) menolak hal tersebut dan Adipati Agung Michael sendiri juga menyatakan ketidak-sediaannya menjadi czar. Dengan demikian, kecil sekali peluang sistim kekaisaran atau monarki dapat bertahan. Kemungkinan lain yang lebih masuk akal adalah Rusia akan menjadi republik, seperti Jerman dan Austria, dengan Alexander Kerensky menjadi presiden atau perdana menterinya. Namun yang pasti dunia tidak akan mengalami Perang Dingin.