Minggu, 20 Juli 2014

KENANGAN MASA KECIL: PERMAINAN KALAH MINTA DIULANG

KENANGAN MASA KECIL: PERMAINAN KALAH MINTA DIULANG

Ivan Taniputera
20 Juli 2014

Saya waktu kecil teringat pernah bermain catur dengan seorang teman, dan karena salah langkah maka bidak catur saya terancam dimakan oleh bidak catur lawan, dimana ini mengancam raja catur saya. Oleh karenanya serta merta saya bilang, "Stop! Saya salah. Ayo diulang lagi ya." Demikian kata saya seraya menarik kembali bidak catur saya ke tempat semula. Teman saya hanya diam saja dengan muka masam.

Saya juga teringat bahwa dahulu terdapat permainan umbul, yakni berupa kartu-kartu bergambar kecil yang dilemparkan. Dilemparkan itu dalam bahasa Jawa disebut "diumbulake." Inilah yang menjadi asal muasal sebutan kartu "umbul." Saya tidak akan membahas lebih lanjut mengenai selum beluk permainan kartu "umbul," namun yang saya hendak soroti adalah fenomena di kalangan anak-anak, yaitu jika kalah seringkali meminta permainan diulangi.  Halaman sekolah selalu riuh rendah oleh teriakan anak-anak yang tidak terima kartunya kalah. Ini terjadi pula dalam permainan kelereng. Jika ada yang kalah, maka mereka meminta agar permainannya diulang.

Jadi sudah umum dalam dunia anak-anak, bahwa jika kalah maka mereka meminta permainan diulang. Namun dalam dunia orang dewasa, tentunya hal demikian seharusnya tidak terjadi lagi. Orang dewasa jika kalah tidak meminta permainan di ulang, kecuali mereka masih berjiwa kanak-kanak.

Nah, Anda termasuk yang mana? Marilah di hari Minggu ini kita renungkan bersama.

Sabtu, 19 Juli 2014

KUJUAL DIRIKU

KUJUAL DIRIKU

Ivan Taniputera.
19 Juli 2014

 

Kugadaikan idealismeku demi segepok kertas
Yang orang sebut uang.
Kujual keyakinan muliaku demi mendapat
Segepok uang tuk isi pundi-pundiku.
Kutulikan hati nuraniku demi dapatkan
Setumpuk kertas bernama uang.
Aku memanipulasi data
Aku menebar opini palsu
Aku menabur kesesatan
Hanya demi segepok uang
Rasa serakahku selalu lapar
Aku caci maki lawanku
Dengan penuh kebencian
Kunista dia penuh amarah
Kata-kata kotor kulontarkan
Umbar janji mustahil
Hanya demi segepok uang.
Aku menjadi licin bagai belut
Mengejar lagi-lagi uang
Ku melakukan apa saja
Supaya uang itu datang padaku
Uang...uang ... dan uang..
Tapi di penghujung malam nan pekat
Ku menangis karena tak menemukan lagi
Jati diriku yang kini telah hilang entah kemana.

Saudara-saudaraku apakah engkau juga mau menjual jati dirimu dan ditukar dengan segepok uang? Marilah kita renungan bersama.