Sabtu, 09 Juli 2011

Menyelami Kemanunggalan Siwa Buddha

Menyelami Kemanunggalan Siwa Buddha

Ivan Taniputera
9 Juli 2011

Seorang umat Buddha yang fanatik mencela seorang guru agama Buddha yang meletakkan gambar Shri Satya Sai Baba di altarnya. Lainnya lagi mencela seorang guru agama Buddha yang memasang gambar suciwan Dao. Apakah umat yang fanatik ini benar-benar memahami Dharma? Beruntunglah nenek moyang kita pernah menulis kitab Sutasoma, yang di dalamnya terpampang dengan jelas kalimat yang kelak menjadi semboyan negara kita tercinta. Apakah kalimat itu? Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Meskipun telah membaca naskah Sutasoma berulang kali, jantung saya selalu tergetar saat membaca kalimat itu. Maknanya sungguh mendalam dan luar biasa.

Pada zaman itu, di negeri kita terdapat dua agama besar, yakni Shivaisme dan Buddhisme. Pemuka agama Shivaisme disebut dharmadhyaksa ring Kasaiwan, sedangkan pemuka agama Buddha dikenal sebagai dharmadhyaksa ring Kasogatan. Di masa itu tidak pernah terjadi gontok-gontokan atau peperangan antara kedua agama. Karena mereka memahami bahwa hakikat keduanya adalah SATU, yakni merealisasi YANG TUNGGAL tersebut.

Apabila kita merealisasi cita rasa YANG TUNGGAL itu, segenap jalan, konsep, dan metoda akan melebur dengan sendiri. Di dalam YANG TUNGGAL, tiada lagi dualisme, konsep dan pembeda-bedaan. Tiada lagi label. Tiada lagi Siwa. Tiada lagi Buddha. Bahkan tiada nama yang dapat diberikan. Tiada bentuk. Tiada rupa. Tiada suara.

Jika Anda belum memasuki dan masih jauh dari YANG TUNGGAL, bentuk dan konsep masih Anda pusingkan. Anda masih pusing dengan apa yang terpampang pada altar guru-guru Buddhis tersebut. Pikiran Anda masih terpaku pada "bentuk" alias "wujud." Padahal YANG TUNGGAL itu bebas "wujud." Itulah sebabnya Siwa Buddha adalah Tunggal hakikatnya.

Di dalam Atharvaveda disebutkan bahwa "segala sesuatu manunggal denganNya." tiada lagi pembeda-bedaan. Pikiran tercemar manusialah yang masih melakukan pembeda-bedaan. Rgveda menyebutkan, "Orang bijaksana menyebutNya dengan banyak nama." Siwa, Buddha, Dao, dan lain-lain hanyalah sekedar nama-nama yang diberikan oleh umat manusia demi menyebut YANG TUNGGAL itu. Tanpa nama tiada yang dapat dijelaskan (Sutra Samdhirmocana). Itulah sebabnya para bijaksana menggunakan nama sementara guna mengajarkan YANG TUNGGAL itu. Namun itu bukanlah YANG TUNGGAL sendiri. Ibaratnya jari telunjuk menunjuk bulan. Jari telunjuk bukanlah bulan itu sendiri. Banyak orang memperdebatkan jari telunjuk. Ada yang memperdebatkan telunjuk lurus atau telujuk bengkok. Telunjuk mulus atau telunjuk berkudis. Mereka lupa melihat "rembulan" yang hendak ditunjukkan oleh telunjuk tersebut.

Marilah kita menjadi orang yang eling dan waspada. Semua Dharma hanya bertujuan membangkitkan belas kasih dan cinta kasih. Lain itu bukan Dharma!

OM NAMAH SIVAYA
OM BHATARA BUDDHA NAMAH SVAHA

BHINNEKA TUNGGAL IKA TAN HANA DHARMA MANGRWA
OM SVASTI ASTU
OM SARVA MANGGALAM!

Memasuki Jantung Teratai (Lahir Dengan Cinta Kasih, Hidup Dengan Cinta Kasih, Mati Dengan Cinta Kasih)

Memasuki Jantung Teratai

Ivan Taniputera
9 Juli 2011

Beberapa waktu yang lalu tokoh spiritual India, Shri Satya Sai Baba, berpulang untuk selama-lamanya. Beliau merupakan tokoh spiritual yang diagung-agungkan oleh jutaan pengikutnya. Meskipun demikian, saya bukanlah pengikut Beliau. Tetapi ada satu kata-kata mutiara Beliau yang mengesankan saya: Born with love, live with love, and die with love (Lahir dengan cinta kasih, hidup dengan cinta kasih, dan mati dengan cinta kasih). Ini merupakan ajaran yang singkat, padat, dan mendalam. Kendati kerap dihujat oleh sebagian orang, yang membuat saya kagum adalah kesungguhan Beliau dalam menjalankan ajaran tersebut. Beliau banyak membangun fasilitas air bersih bagi desa-desa miskin, membangun sekolah, dan rumah sakit.

Dalam Sutra Teratai (Saddharmapundarika Sutra) yang dibabarkan oleh Sang Buddha di Gunung Gridhrakuta, Bhagava menyebutkan "Semua makhluk adalah putera-puteriKu. Aku harus membebaskan semua dari penderitaan." Makna ajaran ini sungguh mendalam dan luas. Sebagai contoh, dahulu masyarakat kita pernah diributkan oleh susu beracun. Saya terlintas dalam pikiran, bila kita menganggap semua makhluk sebagai putera-puteri kita, apakah kita akan memberikan mereka susu beracun? Banyak orang memproduksi sesuatu hanya demi memperkaya dirinya saja. Tidak sedikit orang menjual es atau minuman dengan mencampur pewarna yang sesungguhnya tidak layak dikonsumsi manusia. Jika mereka memandang orang lain lain sebagai putera-puteri mereka, apakah mereka akan melakukan hal itu?

Di Tibet, banyak orang mendaraskan mantra Om Mani Padme Hum, tetapi apakah mereka tahu artinya. Secara teoritis "Om Mani Padme Hum" adalah mantra bagi Avalokitesvara, Bodhisattva Belas Kasih. Di China, Beliau dikenal sebagai Guanyin. Di Jepang, Beliau dikenal sebagai Kwannon. Di Tibet, Beliau dikenal sebagai Chenrenzig. Di Vietnam Beliau dikenal sebagai Quanam. Beliau dikenal dengan banyak nama, namun sesungguhnya Beliau adalah manifestasi belas kasih semesta nan tak terintangi dan nan tak terbatas. Apakah belas kasih semacam ini? Belas kasih ini jelas bukanlah belas kasih kita yang masih awam. Ini adalah belas kasih pamungkas. Disebut tak terintangi karena: (1) melampaui ruang dan waktu dan (2) bebas dari pencemaran berupa sikap membeda-bedakan serta keakuan. Belas kasih Avalokitesvara tidaklah dibatasi oleh ruang dan waktu. Belas kasih Beliau bebas sikap membeda-bedakan. Biasanya orang yang baik dengan kita, maka kita menyayangi dan menyukai mereka. Orang yang jahat dengan kita, akan kita benci. Namun karena bebas keakuan dan sikap membeda-bedakan, belas kasih Avalokitesvara benar-benar murni. Baik atau jahat sama saja bagi Beliau. Avalokitesvara bukanlah suatu pribadi melainkan manifestasi atau simbolisasi belas kasih semesta nan agung itu sendiri. Barangsiapa mencari Avalokitesvara di dalam suatu diri dia akan tersesat. Karena Avalokitesvara bukanlah suatu "diri."

Om Mani Padme Hum secara harafiah berarti "Terpujilah Permata di Jantung Teratai." Artinya adalah pujian bagi hakikat sejati segenap insan  itu sendiri. Anda memasuki jantung teratai berarti Anda memasuki gaung sejati semesta, yakni keshunyataan itu sendiri. Anda memasuki Vajra nan tak terhancurkan. Gema misteri segenap bunyi dan kata-kata. Ia ada dalam gemerisik dedaunan. Ia ada dalam suara deburan air. Ia ada hembusan dan hirupan nafas Anda. Ia ada setiap sel tubuh Anda. Ia ada dalam sinar mentari fajar. Ia ada dalam sinar mentari tengah hari, dan Ia juga ada adalah sinar menteri terbenam. Ia ada dalam kegelapan malam. Ia ada dalam bintang-bintang. Ia ada dalam rembulan. Ia ada dalam dirimu!

Gema misteri sejati segenap bunyi dan kata-kata itulah hakikat mantra. Itulah intisari Vajrayana. Kata-kata semesta yang bergaung dalam tiap sel tubuh Anda. Bunyi semesta yang berbelas kasih pada mereka yang dilanda penderitaan.

Segenap spiritualitas dan obyek pemujaan sejati umat manusia hendaknya sanggup mengikis kebencian dan membangkitkan belas dan cinta kasih, bukan sebaliknya. Itulah Dharma, lain itu bukan!

Semoga sejahtera adanya!

BAHAN BACAAN

Sutra Teratai (Saddharmapundarika Sutra)
Sang Hyang Kamahayanikan
Sutra Mahavairocana
Mahayanottaratantra Shastra
Mahayana Sradotpada Shastra (Risalah Tentang Kebangkitan Mahayana).

Kamu Yakin Kamu Pasti Bisa

Kamu Yakin Kamu Pasti Bisa

Ivan Taniputera
9 Juli 2011

Seorang guru renang menyemangati muridnya yang nampak kurang yakin saat mengikuti lomba. Ia berkata, "Kamu yakin kamu pasti bisa." Akhirnya sang murid memang berhasil menjadi juara kedua. Dalam kehidupan sehari-hari, musuh utama kita dalam meraih kesuksesan adalah kurangnya keyakinan bahwa kita sanggup menuai keberhasilan tersebut. Kita selalu berpikir bahwa keberhasilan bukanlah milik kita. Seringkali kita berpikir, "Si Anu lebih hebat dibanding saya. Sudah sepantasnya bila keberhasilan itu menjadi miliknya. Apalah saya ini?" Namun apakah kita sadar bahwa pemikiran seperti ini jauh lebih berbahaya bila dibandingkan racun mematikan? Bagaimana Anda yakin kalau Si Anu lebih hebat dibandingkan Anda? Mungkin dari luar Si Anu nampak lebih berkemampuan, lebih berpotensi, lebih pandai, lebih cakap, dan lebih apa saja dibandingkan Anda. Akan tetapi, apakah keberhasilan itu hanya monopoli orang yang punya kelebihan saja? Di manakah aturan seperti ini tertulis atau tercantum? Jawabnya tidak ada! Semua itu hanya bentukan pola pemikiran Anda sendiri.

Semua orang mempunyai hak untuk sukses. Napoleon semasa hidupnya adalah pecundang, tetapi dia akhirnya berhasil menjadi Kaisar Perancis. Siapa sangka seorang anak miskin tidak bisa jadi presiden Amerika Serikat? Dialah Abraham Lincoln. Bagaimana dengan Albert Einstein? Dia dulu bahkan pernah dikeluarkan dari sekolah. Jadi fakta jelas sekali membuktikan bahwa kesuksesan atau keberhasilan itu bukanlah monopoli orang-orang hebat.

Orang mau dan bersedia menjadi hebat barulah dia benar-benar menjadi hebat. Orang ingin berhasil dan yakin bahwa dirinya berhasil, maka ia akan berhasil. Kalau Anda yakin diri Anda akan berhasil, maka Anda akan berhasil. Tentu saja setelah itu, perlu diimbangi dengan upaya yang nyata dan realistis. Hanya yakin saja tanpa upaya, maka itu sesungguhnya adalah khayalan. Hanya semata-mata memikirkan nasi goreng, maka nasi goreng itu tak akan dengan sendirinya terhidang di hadapan Anda.

MARILAH KITA SEMUA DENGAN PENUH KEYAKINAN BERJUANG MENCAPAI KESUKSESAN. SENANTIASA OPTIMIS DAN BERPIKIR POSITIF. ANDA PASTI BISA.

Gerakan Berkorban Demi Bangsa

Gerakan Berkorban Demi Bangsa

Ivan Taniputera
9 Juli 2011


Dewasa ini konsumsi BBM bersubsidi telah melebihi kuota yang ditentukan sehingga terasa memberatkan beban APBN pemerintah. Kita sebagai rakyat dan generasi muda yang turut menikmati manfaat BBM bersubsidi ini hendaknya tidak berpangku tangan saja. Banyak hal yang dapat kita lakukan demi mengurangi konsumsi BBM bersubsidi ini. Generasi muda dapat berhemat dalam menggunakan kendaraan bermotor (terkecuali menggunakan BBM non-subsidi). Bagi yang sedang berpacaran dapat menghemat BBM dengan tidak ke mana-mana. Cukup berpacaran di rumah saja. Kegiatan berpacaran yang sehat tetap dapat dilakukan tanpa pergi ke mana-mana. Atau jika tetap ingin pergi upayakan ke tempat yang dekat-dekat saja atau menggunakan kendaraan umum. Kalau kita saksikan dewasa ini, setiap malam minggu jalanan pasti dipadati oleh beraneka kendaraan. Memang benar bahwa bersenang-senang adalah hak setiap orang, tetapi di sinilah rasa cinta Anda pada bangsa dan negara ditantang. Rasa nasionalisme Anda sebagai bagian dari bangsa Indonesia tercinta dipertanyakan. Para pahlawan dahulu berjuang mempertaruhkan jiwa dan raganya demi persada Nusantara, kini masakan Anda hanya sedikit menahan keinginan bersenang-senang saja tidak sanggup? Di sinilah letak kerelaan kita berkorban.


Di kalangan pengusaha, mungkin dapat memilah-milah mana karyawan yang sesungguhnya tidak perlu hadir (dalam artian pekerjaan mereka dapat dikerjakan di rumah). Mereka dapat "dirumahkan" dan mengirim hasil kerjanya lewat email atau chatting. Sekarang teknologi toh sudah canggih, sehingga segala sesuatu dimungkinkan. Bisa juga diatur agar mereka misalnya ke kantor dua hari sekali. Dengan demikian, beban transportasi akan lebih ringan. Di masa sekarang, jangan seorang pengusaha merasa rugi bila karyawannya tidak hadir di kantor. Karena tidak hadir belum tentu tidak bekerja. Seperti yang sudah diungkapkan di atas, manfaatkan kecanggihan alat-alat telekomunikasi. Di sini kerelaan berkorban para pengusaha ditantang. Sanggupkah atau relakah berkorban demi nusa dan bangsa?


Selanjutnya, sebagai karyawan duta niaga juga seyogianya bekerja lebih efektif. Janganlah memanfaatkan kendaraan perusahaan demi kepentingan pribadi, sekalipun BBM-nya ditanggung perusahaan. Bagi yang suka keluyuran tanpa arah saat jam kerja, hendaknya dihindari. Beban pemerintah dalam menanggung subsidi BBM telah semakin berat. Tidak keluyuran demi kepentingan pribadi adalah pengorbanan yang teramat sangat kecil bila dibandingkan para pahlawan dahulu.


Ibu-ibu rumah tangga bila tidak benar-benar diperlukan seyogianya tak bepergian, umpamanya ke mall atau pusat perbelanjaan hanya sekedar untuk cuci mata. Sebaiknya bila ada waktu luang, isilah dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat, misalnya berkebun, membaca, atau beribadah. Dengan demikian, kualitas keluarga juga akan semakin meningkat. Menahan diri dari keluyuran di mall atau pusat perbelanjaan bagi para ibu rumah tangga jelas adalah pengorbanan teramat sangat kecil bila dbandingkan para pejuang dulu yang rela bermandi darah.


Terakhir, cobalah program hemat energi. Matikan lampu bila tak diperlukan. Matikan AC bila tak diperlukan. Matikan air bila tak diperlukan. Mempergunakan gas juga seyogianya irit. Masak seperlunya saja. Dengan demikian, beban pemerintah dalam menyediakan energi akan semakin ringan.


Mungkin ada yang protes, banyak terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme, jadi biarlah kita sesuka hati memanfaatkan BBM. Tentu saja ini pendapat yang sangat salah. Berbahagialah orang yang tetap dapat melakukan kebajikan, meskipun hidup di lingkungan yang "kotor." Biarlah diri kita tetap bersih meskipun lingkungan sekitar kita kotor. Demikianlah, tulisan ini adalah sekedar himbauan. Marilah kita menjadi bangsa yang hemat energi.


BILA BUKAN AKU SIAPAKAH YANG AKAN KE NERAKA (petikan dari salah satu naskah Buddhis).

Buku-buku Apakah Yang Akan Saya Beli?

Buku-buku Apakah Yang Akan Saya Beli?   

Ivan Taniputera 9 Juli 2011   

Tulisan ini mungkin sekedar sharing bagi sesama penggemar buku alias kutu buku. Dewasa ini saat berkunjung ke toko buku, mata kita akan disuguhi oleh berbagai jenis buku yang jumlahnya ...mencapai ribuan atau bahkan puluhan ribu. Ya, dunia perbukuan telah berkembang sangat pesat dewasa ini. Tetapi buku-buku manakah yang layak kita beli dan tidak layak kita beli? Tidak mungkin kita beli semuanya karena keterbatasan dana, sehingga kita harus selektif. Berikut ini adalah beberapa pertimbangan saya dalam memutuskan membeli atau tidak membeli sejilid buku. Tentu saja sebagai pendahuluan dalam memilih buku adalah temanya terlebih dahulu. Apakah tema itu sesuai dengan kesenangan atau kebutuhan kita atau tidak. Selanjutnya kalau sudah menemukan tema yang sesuai, kriteria apakah yang menjadi pedoman saya? 

Pertama-tama, kedalaman isi dan tebalnya buku. Kriteria pertama saya dalam menilai sebuah buku adalah kedalaman isinya. Saya menyukai buku-buku dengan topik tertentu yang tidak terlalu luas ke mana-mana. Itulah sebabnya saya kurang suka membaca majalah. Buku-buku dengan topik tertentu itu misalnya adalah tentang Perang Dunia I dan II atau tema yang lebih sempit lagi, umpamanya khusus Pertempuran Bulge. Saya pernah dapat buku bagus yang khusus membahas mengenai Serangan Umum 1 Maret 1949. Jadi topiknya hanya Serangan Umum itu saja. Saya juga punya buku khusus yang membahas riwayat Czar Alexander I dari Rusia. Semua aspeknya kehidupannya diulas secara terperinci. Sebaliknya, ada buku yang membahas mengenai perang-perang utama di dunia, tetapi tebalnya kurang dari 100 halaman. Tentu saja ini di luar kriteria saya, karena temanya terlalu meluas dan juga halamannya terlampau sedikit. Saya butuh informasi yang lengkap. Jika ada beberapa perang besar dan hanya dibahas dalam 100 halaman, apakah pembahasan ini akan mendetail? Saya tidak yakin. Jadi buku semacam itu saya lewati dan pasti tak akan saya beli. 

Kedua adalah daftar pustakanya. Dewasa ini demi mendatangkan uang dengan cepat banyak orang membuat buku dengan sumber yang seluruhnya didapat dari internet. Saya tidak akan membeli buku seperti ini. Mengapa? Karena saya buka sendiri websitenya dari internet juga bisa bukan? Bila demikian halnya, untuk apa saya beli bukunya? Pemborosan bukan? 

Ketiga, saya menghindari buku-buku yang berisikan gosip-gosip dan spekulasi yang tidak ilmiah. Dewasa ini banyak buku-buku yang mencari sensasi dengan memaparkan isu-isu atau fakta palsu (hoax) yang belum terbukti kebenarannya. Buku seperti ini kebanyakan tipis berharga relatif murah. Kendati harganya murah, tetapi sayang kalau buang kita hamburkan membeli buku-buku semacam itu. Memang buku bermutu itu mahal dan dicetak terbatas. Semua itu, karena masyarakat kita barangkali kurang menyukai buku-buku bacaan "serius" yang benar-benar menambah pengetahuan. Buku-buku "sensasional" seperti itu memang biasanya hanya dibaca sebagai "dongeng pengantar tidur." Biasanya kriteria kedua dan ketiga itu ada kaitannya, karena buku-buku "tidak serius" seperti itu biasanya hanya semata-mata mengambil sumber dari internet. Sumber berupa buku atau pustaka biasanya sangat minim. 

Keempat, tentu saja adalah faktor harga. Ini bukan masalah mahal atau murahnya. Pertanyaannya apakah pantas dengan harga sekian kita mendapatkan buku semacam ini. Jadi ini erat hubungannya dengan kualitas buku. 

Kelima adalah boleh dibuka. Beberapa toko buku melarang pengunjung membuka bungkus bukunya. Saya kira hal ini tidaklah "fair," karena seolah-olah kita membeli kucing dalam karung. Sebelum membeli kita hendaknya tahu betul-betul apa yang hendak kita beli. Jadi kalau saya tanya apakah boleh dibuka dan jawabannya tidak, maka saya urungkan niat saya membeli buku itu. Demikianlah kriteria saya dalam membeli sebuah buku. Semoga bermanfaat bagi sesama penggemar buku.

Senin, 13 Juni 2011

Kenangan Masa Laloe Selama di Jerman

KENANGAN MASA LALOE SELAMA DI JERMAN


Tulisan ini dimaksud mengenang kembali masa-masa studi saya selama di Jerman. Mohon maaf kalau ada bagian kisahnya yang melompat-lompat, karena ini dibuat berdasarkan ingatan saya. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan nama.

Saya tiba di Jerman sekitar awal tahun 1993, yakni ketika hawa musim dingin masih menyengat. Itulah awal pengembaraan saya di Jerman. Meski sudah mengenakan pakaian jaket hangat, masih juga merasakan sengatan hawa dingin di wajah. Kalau saya tidak salah ingat, saya mendarat di lapangan udara internasional Frankfurt am Mainz. Kesan saya adalah sungguh luar biasa sekali bandara ini. Sebelumnya saya merasa bahwa bandara internasional Soekarno Hatta sudah cukup besar. Ternyata bandara di Frankfurt am Mainz ini jauh lebih besar lagi... luar biasa!!!
Dengan bahasa Jerman yang masih pas-pasan saya menanyakan bagaimana transit ke Berlin.
Waktu itu salju masih turun. Ini merupakan pengalaman pertama saya melihat salju, yang ternyata jauh lebih lembut dibanding es. Suasana jalan dan bangunan sungguh berbeda dengan tanah air. Pokoknya benar-benar seperti memasuki dunia baru. Semua serba putih.

Walaupun sudah pernah mengikuti kursus di Goethe Institut, saya bergabung juga dengan kursus bahasa di Hartnackschule, yang dicapai melalui stasiun Ubahnhof Nollendorfplatz. Pengalaman menarik mengikuti kursus dengan para siswa dari seluruh penjuru dunia. Kelas saya ketika itu didominasi oleh orang-orang dari Turki.

Sewaktu pertama tiba di Jerman (tanggalnya lupa), saya langsung jatuh sakit demam selama beberapa hari. Mungkin akibat kaget pergantian cuaca.
Tak berapa lama kemudian saya harus mengikuti ujian penerimaan memasuki Studienkolleg atau yang ketika itu beken dengan sebutan Aufnahmepruefung. Ketika itu kalau tidak salah kollegnya terletak di Amrumerstrasse. Saya harus keluar dari stasiun U bahnhof Leopoldplatz dan meneruskan naik bis. Di hari Festellungpruefung itu saya bertemu dengan sdr. Pierre (saya pernah ketemu sekali dengannya di sebuah mall di Surabaya) yang juga sama-sama hendak mengikuti ujian penerimaan. Waktu itu saya punya feeling bahwa dia juga dari Indonesia. Lalu saya dekati dan bertanya, "Kommen Sie aus Indonesien?" Ternyata jawabannya adalah ya.

DI STUDIENKOLLEG

Di Studienkolleg ini saya bertemu dengan Sdr. Antonius Soenandy Tjahajo, yang biasa dipanggil Andy. Waktu itu kepala sekolahnya seingat saya adalah Frau Longowski. Saya mengambil kursus untuk TFH. Nama-nama guru yang mengajar di Studienkolleg saya sudah agak lupa. Tapi yang saya ingat adalah Herr Moskow, guru kimia. Lalu ada Herr Lehnert yang mengajar Mechanik. Seingat saya, pelajaran (Kurs) yang ditawarkan di sana adalah matematik, mekanika, elektro, bahasa Jerman, dan kimia.
Karena merasa bahwa waktu setahun mengikuti Studienkolleg terlalu lama, maka saya memutuskan langsung saja mengikuti Festellungpruefung (ujian akhir). Waktu itu Sdr. Andy juga langsung mengikuti ujian akhir tersebut. Ternyata kami berdua lulus.
Pengalaman lain belajar di Studienkolleg adalah setiap hari makan roti selai, karena persediaan uang yang tipis. Agar hemat, pada awal-awal studi di Studienkolleg saya tidak makan di kantin, tetapi menyantap bekal roti selai yang saya bawa tersebut. Pagi roti selai, siang roti selai, dan malam roti selai. Semua serba ROTI SELAI. HIDUP ROTI SELAI!!!

Baru setelah kerja parttime makan saya bisa agak leluasa. Saya ingat bahwa saya pertama kali parttime di sebuah pabrik kopi selama seminggu. Nama pabrik kopi itu apa, saya sudah lupa. Tapi kalau melihat di peta Berlin pasti ingat lokasinya. Pekerjaan saat itu berada di ban berjalan (Fliessbahn), antara lain menempel etiket dan menaruh kotak-kotak kopi di paletnya. Kadang-kadang karena agak lambat, kotak-kotak kopi itu terjatuh juga ke lantai. Mandor yang orang Jerman akan mengomel tidak jelas. Untungnya bahasa Jerman saya belum baik, sehingga tidak paham makian dan omelan si bule Jerman itu. Nampaknya dia mengomel dan memaki dalam bahasa prokem. Untungnya Goethe Institut tidak mengajarkan bahasa prokem. Jadi saya tak perlu sakit hati dengan makiannya.

PERJUANGAN MULAI KULIAH DI TECHNISCHE FACHHOCHSCHULE BERLIN

Mulanya saya ingin kuliah teknik sipil, tetapi surat praktikum saya tidak diterima. Saya sudah mencoba buat praktik kerja (praktikum) di sebuah perusahaan kontraktor di Berlin Timur. Tapi beratnya minta ampun, apalagi sengatan hawa dingin belum mau pergi juga. Saya hanya bertahan tiga hari mengikuti praktikum tersebut. Akhirnya selama satu semester saya mengikuti kuliah matematika. Berkat  bantuan surat praktikum dari Sdr. Andy (Antonius Soenandy Tjahajo), saya akhirnya berhasil kuliah di teknik mesin (Maschinenbau), yakni Fachbereich 9 (waktu itu) di Technische Facchochschule Berlin. Nomor matrikulasi saya 582109 (ternyata saya masih ingat juga! Hebat!).

Mata kuliah yang paling berat adalah Konstruktion Uebung (KUe), yakni merancang gambar teknik. Waktu itu belum boleh pakai AutoCAD sehingga agak lama dan saya harus lembur sampai malam bila tiba saatnya penyerahan tugas KUe tersebut. Kini saat merancang suatu peralatan dengan software-software CAD, saya jadi teringat perjuangan dulu. Untunglah KUe cuman sampai 4 semester. Tapi tugas ini sebenarnya menarik. Kelak saat bekerja mata kuliah ini luar biasa membantu. Saya jadi hobi merancang mesin.

REKAN-REKAN SEPERJUANGAN

Rekan seperjuangan saya waktu studi Maschinenbau tentu saja adalah Sdr. Andy. Lalu ada lagi alm. Sdr. Fitalis Siman yang biasa dipanggil Simon. Lalu ada lagi sdr. Robin, Suardi, Widjaja, Junaidi, Wellyanto Tandono, Eddy Setyako, dll. Kemudian datang saudara sepupu saya bernama Nino Wibowo yang juga studi Maschinenbau di TFH (kira-kira tahun 1995).

LULUS STUDI

Saya membuat tesis atau Diplomarbeit terkait FEM (Finite Element Method). Pembimbing saya waktu itu adalah Prof. Dr. Ing. J. Lackmann. Beliau merupakan profesor yang hebat, tetapi sayangnya agak pelupa. Sdr. Andy juga membuat tesis pada Beliau, Namun karena Beliau pelupa sering bertanya, "Kenne ich ihn?" (Apakah saya kenal dia?). Untungnya Prof. Lackmann tidak pernah lupa dengan saya.
Sebelum lulus, saya selalu berpikir, "Wah enaknya kalau punya hak menyandang gelar di depan nama."
Akhirnya setelah melalui perjuangan panjang, selesai juga Diplomarbeit saya dan tibalah saat sidang. Pertanyaan demi pertanyaan dapat saya jawab, sampai akhirnya tiba pertanyaan tentang lendutan (Knickung). Hanya satu pertanyaan itulah yang gagal saya jawab. Padahal sebenarnya dijawab dengan logika juga bisa. Alih-alih mendapatkan nilai sempurna (1), saya hanya mendapatkan nilai 1.3. Tapi tak apalah, yang penting masih "Sehr Gut."
Prof. Lackmann keluar menyalami saya dan semenjak saat itu saya resmi menyandang gelar Dipl. Ingenieur TFH. Ternyata setelah lulus ya biasa-biasa saja tidak ada perasaan khusus. Benarlah seperti yang dikatakan Buddha Shakyamuni, "Setelah pencapaian tiada lagi pencapaian."
Perlu diulas sekalian bahwa asisten Prof. Lackmann yang banyak membantu saya adalah Sdr. Soegiharto Budisantoso, yang juga telah almarhum. Karena tubuhnya gemuk, dia sering dipanggil "toapekong."

PENGALAMAN DENGAN KMKI

KMKI merupakan organisasi yang menarik dan terbuka. Semua orang tidak peduli agamanya boleh bergabung, walau organisasi ini bernuansa Katolik. Mari saya ingat-ingat dulu. Di KMKI ada Bobby, Tuti, Pak Irianto, Harry, Jos, Robert, Paul, Juwita Tan, Nino, Hartanto (Cancan) Wellyanto Tandono, Simon, Glenn, Halim (Junliang), Sen, Hamidi Soetopo, dll. Ya banyak sekali untuk disebutkan. Mohon maaf untuk teman2 yang namanya terlewat, bukan berarti saya tidak menganggap kalian kawan saya. Mohon saya diingatkan.

Kegiatan KMKI bagus sekali, antara lain seminar dengan mengundang Pater de Blot SJ. Seminarnya kebanyakan tentang motivasi yang banyak memberikan wawasan baru.

Setiap minggu pasti ada acara makan bersama yang ditarik DM 5,- Sesudah makan bersama harus mencuci piring dan perabotan memasak. Biasanya jarang ada yang mau mencuci. Masing-masing pada malas mencuci terutama panci raksasa yang terkenal dengan sebutan "dino."
Waktu itu Cancan sempat mengancam, kalau tidak ada yang mau mencuci maka tidak ada masakan.

Pernah juga anggota KMKI piknik bersama ke Ruegen. Ke Pulau Merak dll. Foto-fotonya saya masih ada. Nanti akan saya scankan bila sempat. Juga pernah bersepeda bersama ke Mugelsee.

Saya ingin riwayatkan kesan saya tentang Harry. Ya Harry adalah pribadi yang rela berkorban. Waktu anggota-anggota KMKI yang lain ikut seminar, Harry rela berkorban masak di gereja. Dengan demikian sepulang seminar ada makanan di St. Ansgar. Meskipun demikian, kesan saya waktu itu, Harry adalah orang yang pendiam.

Hamidi dan Jos tinggal di Wohnheim (asrama mahasiswa yang sama dengan saya). Pada saat Wochenende kami masak dan makan bersama. Benar-benar saat yang menyenangkan.

Paul saya ketemu lagi tahun 2009 di Galaxy Mall Surabaya. Waktu itu ada juga Andy. Jos, kakak Paul, juga ketemu lagi di facebook.

Yah semua pengalaman indah masa lalu.

KISAH-KISAH LUCU DI JERMAN

Ada orang yang tanya apa bahasa Jermannya cumi-cumi, dijawab "Tittenfisch." Akibatnya pas pesan cumi-cumi dia dipelototi oleh pelayannya yang kebetulan cewek.
Ada lagi yang tanya apa bahasa Jermannya shampo, dijawab Schammhaar, padahal seharusnya "Schaumhaar." Akibatnya malah dimaki oleh kasir toko bersangkutan. hahahah
Well. Ini menandakan bahwa bahasa Jerman miskin kata2. Untuk membuat kata baru mereka harus melakukan penggabungan. Tinten (tinta) + fisch (ikan) menjadi Tintenfisch (cumi-cumi). Schaum (busa) + Haar (rambut) menjadi Schaumhaar (shampo). Yah ini mirip pembentukan kata baru melalui penggabungan berbagai radikal dalam huruf China.

HERMAN S.

Sdr. Herman S. asal kota P. di Jawa Tengah merupakan salah satu teman baik saya. Orangnya lucu dan kerap menjadi bulan-bulanan teman yang lain. Tetapi dia tidak pernah marah. Saya sering menginap di Wohnheimnya. Kepandaiannya memasak sungguh luar biasa. Dengan bahan-bahan yang sederhana dapat menciptakan nasi goreng yang enak. Waktu pulang ke Wohnheimnya kami sering beli ayam panggang yang dikenal dengan sebutan Halbes Haehnchen. Harganya murah tetapi enak.


MENINGGALNYA IBU TIEN SOEHARTO

Ibu Tien Soeharto (alm.) meninggal pada tanggal 28 April 1996. Saya mendengar beritanya waktu sedang berbelanja, yang kalau tidak salah di Karlstadt. Kalau tidak salah waktu itu saya berbelanja bersama Sdr. Andy. Menurut rumor, Beliau meninggal karena memisah pertengkaran anak-anaknya. Namun menurut sumber yang dapat dipercaya hal itu tidaklah benar. Barangkali saya mendengar berita itu agak terlambat. Kemungkinan saya baru mendengarnya tanggal 29 Aprilnya. Ini merupakan salah satu peristiwa penting di tanah air semasa saya masih di Jerman. Waktu itu ada pula rumor yang menyatakan bahwa yang meninggal adalah Bapak Soeharto (alm.) sendiri.

PERISTIWA KUDA TULI (27 Juli 1996)

Peristiwa lainnya adalah penyerbuan kantor PDI pro Mega di Jakarta oleh para pendukung Soerjadi yang dibacking pemerintah pada tanggal 27 Juli 1996. Waktu itu saya mengetahui peristiwanya ketika sedang chatting di ruang CAD-TFH Berlin. Seorang kawan yang saya lupa siapa mengabarkan bahwa massa sedang menyerbu kantor PDI. Timbul niat iseng saya mengerjai teman baik saya dari jakarta, Sdr. Tommy. Saya bilang bahwa peristiwanya ke jalan tempat rumah dia. Awalnya Sdr. Tommy percaya dan nampak bingung. Karena kasihan saya akhirnya mengatakan bahwa saya hanya bercanda.

PARUDIN (ACHING)

Teman yang menyertai saya berangkat dari Semarang adalah Parudin atau Aching. Sdr. Aching ini lahir di Bagansiapi-api, Riau, tetapi ikut orang tuanya pindah ke Semarang. Kami sering sekelas semenjak SMP. Kursus bahasa Jermannya juga bersama-sama. Hanya saja kota tujuan studi berbeda. Sdr. Aching mulainya mengambil kursus bahasa di Rede, sedangkan saya langsung ke Berlin, karena ada saudara di sana. Setelah selesai kursus bahasa barulah Aching pindah ke Berlin dan juga meneruskan studi Maschinenbau (Mechanical Engineering).

Mungkin karena terlalu sering makan roti selai dan irit makan, badan saya semasa awal di Jerman menjadi kurus. Guna menghemat ongkos cukur rambut, saya membiarkan rambut saya tumbuh agak panjang. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila saat berjumpa dengan saya di depan gedung Mensa TU (Techische Universitat Berlin), kawan dari Semarang, Parudin, tidak mengenali saya.

GAPTEK

Ada peristiwa memalukan saat saya pertama menggunakan komputer. Waktu itu pelajaran tentang programing. Di pertemuan pertama sudah diajarkan bagaimana menghidupkan komputer. Tetapi di pertemuan kedua, saya lupa lagi bagaimana menghidupkan komputer. Waktu ada kesempatan bertanya, saya mengangkat tangan. Dosen berkata, "Apa pertanyaannya?" Saya bertanya, "Bagaimana cara menghidupkan komputer?" Sambil geleng-geleng dosen melangkah dan memencet tombol "on" komputer saya.

PROGRAM ARSCHLOCH

Bagi yang tidak paham bahasa Jerman, Arschloch adalah "asshole" dalam bahasa Inggris. Entah karena iseng atau kurang kerjaan saya lupa, salah satu tugas programing saya, saya namakan "Programm Arschloch." Pikirnya nanti waktu dikumpulkan akan saya ganti namanya. Itu toh hanya program uji coba saja pikir saya. Eh, tidak tahunya waktu program sedang dicompile ada satu profesor masuk dan membacanya. Dia bertanya, "Apakah nama program Anda?" Karena malu saya eja saja, "Programm A, ER, ES, CE, HA, EL O CE, dan HA." Profesor itu hanya geleng-geleng sambil bergumam, "Wer soll Arschloch sein?" (Siapa yang asshole?)


PENNER

Penner artinya “pengemis” dalam bahasa Jerman. Dia adalah orang yang biasa membawa barang curian dan dijual ke kalangan mahasiswa. Kadang dia bawa peralatan kuliah (seperti jangka), buku mahal, sepeda, parfum, dan lain sebagainya. Ada seorang Penner yang biasa datang ke Zeichensaal tempat saya biasa belajar di gedung TU-Berlin. Oleh karena itu, Zeichensaal sering disebut sebagai Penner Markt atau “Pasar Maling.” Sebenarnya Zeichensaal adalah ruangan tempat menggambar teknik. Di ruangan itu ada meja-meja gambar. Pennerisasi menurut ajaran agama merupakan suatu yang salah, tetapi Sang Penner terkadang merupakan juru selamat bagi para mahasiswa miskin.

MASALAH MAKAN-GOOD FRIEND-MENSA-RESTORAN JAKARTA

Good Friend adalah nama restoran China yang menurut saya termasuk enak di Berlin. Bagi mahasiswa seperti saya, makan di restoran merupakan suatu kemewahan yang luar biasa. Saya hanya beberapa kali saja makan di Good Friend, itupun kalau ada peristiwa khusus yang patut dirayakan.
Biasanya saya sehari-hari makan di Mensa, yakni kantin kampus. Perlu diketahui bahwa makanan di Mensa mendapatkan subsidi pemerintah, jadi harganya jauh lebih murah. Makanannya tidak menentu, kadang pas di lidah dan kadang tidak pas. Kantin TFH di Amrumer Strasse bisa dibilang agak lumayan. Yang paling enak adalah menu hari Jumat. Mensa TU juga lumayan enak, tetapi menu sorenya bisa dibilang “gagal.” Jadi saya agak enggan makan di Mensa TU sore.
Biasanya sebelum berjalan ke Mensa TU sore saya akan menunggu dan bertanya pada salah seorang teman yang habis makan di sana, “Bagaimana makanan di Mensa?” Kalau dia menjawab makanannya seperti “P&#@34O%..S’%^T”  maka saya akan mengurungkan niat saya makan di Mensa TU sore. Biasanya saya akan memesan makanan di Restoran Jakarta, yang harganya tidak semahal Good Friend, tetapi tak semurah Mensa. Biasanya kalau ada beberapa orang yang mau pesan makanan di Restoran Jakarta, pemiliknya (Pak E. P.) bersedia mengirim. Tetapi kalau cuma ada dua atau tiga orang saja, saya berangkat ke sana. Lumayan sambil menikmati segarnya angin malam di Berlin (asal jangan musim dingin atau Winter) saja.

PINJAM SCHEIN ATAU SURAT IZIN KERJA

Sewaktu belum punya surat izin kerja, saya pernah pinjam surat izin kerja kawan saya, Senang Jonathan (Acau) dari Jakarta. Waktu itu, dipanggil “Herr Jonathan!!” Saya lupa kalau pinjam Schein dia, jadi saya diam saja. Akhirnya mandor yang tadi memanggil saya menghampiri saya. Dia bertanya, “Sind Sie Herr Jonathan?” Sejenak saya nampak bingung, dan hampir saja menjawab “Nein” (bukan). Untungnya saya langsung ingat, dan berkata “Ja..Ja.” Mungkin si bule itu bingung, kok Auslaender (orang asing) ini bisa lupa namanya sendiri. Hahahaha.

DIUSIR PRAKTIKUM ELEKTRONIKA

Praktikum atau kegiatan laboratorium yang merupakan momok bagi mahasiswa asing adalah praktikum elektro. Biasanya kita akan diberi diagram rangkaian dan disuruh menyusun rangkaiannya. Kalau gagal akan disuruh pulang dan terancam mengulang lagi semester berikutnya. Saya masing ingat, kalau saya pernah gagal dalam membuat rangkaian relay dan disuruh pulang. Teman yang lain ada yang malu dengan rekan sekamarnya lantas berbohong dengan mengatakan waktu itu sedang tidak ada pelajaran. Padahal ia ditendang dari praktikum. Kegiatan praktikum di Jerman memang sangat ketat, terlambat lima menit saja tidak akan diperbolehkan masuk dan harus mengulang.

(bersambung)


Sabtu, 11 Juni 2011

Lihat Cermat

Saya baru saja mendapatkan tebakan melalui sms sebagai berikut:

Manakah yang salah pada deretan angka berikut ini: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 3I 32 33 34 35 36 37 38 39 40.


Di manakah letak kesalahan menurut Anda?

Pertama-tama saya juga bingung menemukannya. Tetapi setelah saya keluar dari kerangka berpikir konvensional dan mulai mengamati lebih cermat, ketemulah saya jawabannya:

Kesalahan terletak pada 3I. Seharusnya adalah 31

Dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup terkadang kita perlu membebaskan diri kita dari kerangka berpikir konvensional. Satu-satunya hal yang perlu kita lakukan adalah mengamati tanpa dibebani konsep apapun. Kita hanya mengamati saja dengan konsep seminim mungkin. Ada kalanya di tengah-tengah kondisi semacam itu berjumpalah kita dengan jawaban permasalahan hidup kita.

Kadang-kadang konsep merupakan belenggu memahami suatu wawasan yang lebih tinggi dan luas. Justru dengan keluar dari konsep, kita akan sanggup mengamati dengan kejernihan luar biasa.

Ivan Taniputera
10 Juni 2011