Rabu, 05 Juni 2013

DALAM ARUS SEJARAH

DALAM ARUS SEJARAH

Ivan Taniputera.
7 Juni 2013



 



Sorak gempita sang zaman
Menapak biduk germerlap semesta
Tiada henti berputar aneka masa
Menyerukan belukar peristiwa
Pada panggung seluas dunia
Tokoh pasang dan surut
Naik turun panggung
Ada lakon dan penjahat
Atau bukan kedua-duanya
Penonton sekaligus pemain
Manakah yang bukan panggung
Terlupa ditelan kedalaman waktu
Seolah tiada berpintu
Tiada asa kembali
Waktu pulang sudah tiada
Gulungan sejarah nan maju
Tinggalkan catatan buku usang
Membawa kilasan dari zaman lampau
Mengidungkan balada para pahlawan
Hari ini kan jadi kemarin
Surut masuki gerbang masa lalu
Tapi peristiwa kan selalu ada
Tuk menghiasi panggung sejarah

Mari kita sama-sama belajar sejarah para sobatku penggemar sejarah.


Minggu, 02 Juni 2013

INILAH RAHASIA MENDAPATKAN BERKAH DAN KEBERUNTUNGAN DALAM HIDUPMU


INILAH RAHASIA MENDAPATKAN BERKAH DAN KEBERUNTUNGAN DALAM HIDUPMU

Ivan Taniputera
2 Juni 2013



Sebelumnya saya perlu mengatakan bahwa saya menulis ini sama sekali bukan untuk bahan perdebatan, melainkan sebagai renungan. Apabila Anda menganggapnya baik, maka terimalah. Namun, jika Anda menganggapnya buruk, tinggalkanlah. Apa yang saya sampaikan di sini bukan hanya ditujukan bagi agama tertentu saja, melainkan bagi semua orang yang ingin mendapatkan kehidupan penuh keberuntungan terlepas dari agama apapun dianutnya. Marilah kita hindarkan diri dari segenap sekat-sekat yang membelenggu diri kita. Marilah kita mengembangkan cinta kasih dan persaudaraan antar sesama manusia, tanpa membeda-bedakan apapun agamanya. Semua manusia hanya ingin hidup bahagia dan bebas dari penderitaan. Selamat membaca.

Kalau kita menanyakan, "Siapakah yang ingin mendapatkan keberuntungan dalam hidupnya?" Tentu sebagian besar orang akan mengacungkan tangannya. Sebagian besar orang di muka bumi ini pasti mendambakan nasib baik dan keberuntungan dalam hidupnya. Namun, terkadang seseorang tidak mendapatkan apa yang didambakannya. Mereka lalu mulai menyalahkan Tuhan, Dewa, Buddha, Bodhisattva, Makhluk Suci, Tian, dan lain sebagainya. Mereka mengatakan bahwa Tuhan, Dewa, Buddha, Bodhisattva, Makhluk Suci, Tian dan lain sebagainya "tidak adil." Di sini kita menuntut "keadilan" dari mereka. Terkadang kita merasa iri melihat keberhasilan orang lain, dan kita menuduh Tuhan, Dewa, Buddha, Bodhisattva, Tian, atau Makhluk Suci "tidak adil." Kita telah bekerja keras melebihi orang lain, tetapi mengapa kita tidak sukses seperti mereka? Kita lantas menuntut "keadilan" dari para makhluk suci.

Sebelumnya, saya akan mengajukan sebuah pertanyaan pada Anda, jikalau kertas dan batu dijatuhkan dari ketinggian yang sama, manakah yang tiba di tanah terlebih dahulu? Berdasarkan pengalaman saya, sebagian besar orang pada mulanya akan menjawab batu. Ternyata hal itu tidak benar. Batu dan kertas akan jatuh di tanah pada saat yang sama, karena waktu keduanya menyentuh tanah tidak bergantung pada massa atau beratnya. Pertanyaan berikutnya, berat manakah 1 kg besi dan 1 kg kapas? Banyak orang menjawab lebih berat 1 kg besi. Jawaban ini juga keliru, karena 1 kg besi dan 1 kg kapas tentu saja beratnya adalah sama, karena sama-sama 1 kg. Berdasarkan kisah ini, kita mengetahui bahwa apa yang menurut standar logika kita, kita pikir benar, berdasarkan standar "yang lebih tinggi atau lebih benar" belum tentu demikian. Kita mungkin saja salah dalam menilai sesuatu.

Kita merasa para Makhluk Suci tidak adil, karena menilai diri kita sendiri "layak" menerima sesuatu yang saat itu belum kita miliki. Tetapi  semua itu kita pandang dari sudut pemikiran kita sendiri yang belum tentu benar. Saat berdoa pada Tuhan, Buddha, atau Bodhisattva, kita akan berteriak dan memohon keadilan, padahal "layak dan tidak layak" bukanlah kita yang menentukan. Banyak hal-hal eksternal yang menentukan "kelayakan" tersebut, walaupun kita selalu merasa bahwa kita "layak menerimanya."

Lalu apakah yang seharusnya kita lakukan? Saat berdoa kita jangan memohon "keadilan," melainkan kita memohon "anugerah." Apakah yang dimaksud anugerah tersebut? Mari cermatilah ceritera berikut ini. Seorang prajurit berbuat kelalaian sehingga ia dijatuhi hukuman mati. Ibu prajurit itu lantas menghadap Kaisar Napoleon Bonaparte guna memohon ampun bagi anaknya. Ia memohon "anugerah" kaisar. Kaisar menjawab, "Betapa beraninya engkau meminta pengampunan bagi anakmu!" Ibu itu menjawab, "Benar Yang Mulia, saya tahu bahwa anak saya tidak layak menerimanya pengampunan. Ia telah melakukan kesalahanan besar. Saya sungguh-sungguh tahu bahwa ia tidak layak. Namun yang saya minta adalah "anugerah." "Anugerah" adalah sesuatu yang diberikan pada seseorang meskipun ia tak layak menerimanya." Singkat cerita, kaisar merasa tergerak oleh perkataan ibu itu dan membebaskan anaknya dari hukuman mati.

Berdasarkan ceritera di atas, maka kita akan lebih mengetahui mengenai makna sebuah "anugerah." Kita barangkali tidak layak menerima sesuatu yang menyenangkan dalam hidup kita. Namun dengan memohon anugerah, maka kita memohon belas kasih pada Tuhan, Buddha, Bodhisattva, atau Makhluk Suci, agar sudi memberikan "anugerah" pada diri kita yang tak layak ini. Kita berdoa dengan penuh kerendahan hati, bukan kesombongan, karena sesungguhnya kita semua ini hanyalah makhluk-makhluk hina yang tidak layak. Tetapi kita memohon anugerah Mereka agar mengasihani kita yang hina ini. Jika kita sanggup berdoa seperti ini, maka berkah keberuntungan akan mengalir dalam hidup kita.

Demikianlah semoga tulisan ini dapat mendatangkan manfaat bagi kita sebagai bahan perenungan. Semoga kita semua mendapatkan anugerah keberuntungan dan kebahagiaan.

Minggu, 19 Mei 2013

PANDANGAN EKSTRIM

PANDANGAN EKSTRIM

Ivan taniputera
18 Mei 2013



Di dunia selalu terdapat dua sisi pandangan ekstrim. Termasuk dalam hal penerapan aturan atau moralitas. Sisi ekstrim yang satu adalah penerapan aturan secara penuh, tanpa ada boleh ada pelanggaran sedikitpun. Istilah "satu kesalahan sudah terlalu banyak." Contohnya pernah saya lihat di Jerman. Orang yang tidak punya tiket tidak boleh naik kereta dan kalau kedapatan naik kereta tanpa tiket harus diturunkan. Waktu itu ada suatu pengungsi dari salah satu negara di semenanjung Balkan yang dilanda perang. Orang itu tidak punya uang membeli tiket, tetapi karena mungkin ada keperluan mendesak dia tetap naik kereta. Waktu ada pemeriksaan, dia dipaksa turun karena tidak dapat menunjukkan tiket. Orang itu tidak jelas bilang apa, karena saya tidak paham bahasanya dia, dimana orang itu nampaknya tidak bisa atau tidak begitu fasih berbahasa Jerman. Yang pasti dia kelihatannya menangis dan memohon dengan sangat agar jangan diturunkan. Penampilan orang itu nampak kusut dan memperlihatkan dia miskin. Sebenarnya harga tiket kereta untuk standar orang Jerman tidaklah mahal. Namun orang itu adalah pengungsi dari negara perang, yang mungkin saja dia kehilangan segalanya. Orang Jerman tidak peduli. Hukum adalah hukum. Peraturan adalah peraturan. Singkat cerita orang itu diseret turun. Tidak ada belas kasihan. Aturan harus ditegakkan. Tidak boleh ada pelanggaran walau satu sekalipun.

Beberapa belas tahun kemudian, saya berada di sebuah restoran yang jelas sekali memaparkan tanda dilarang merokok. Saya melihat beberapa orang di sana dengan nikmat menyedot rokoknya dan mengepulkan asapnya. Bukan hanya satu pelanggaran, melainkan banyak pelanggaran.

Manusia mudah sekali berada pada sisi-sisi ekstrim ini. Susah sekali bagi kita agar senantiasa berada di "jalan tengah." Kendati mudah dikatakan tetapi susah dilaksanakan. Berapa banyak dalam hidup kita, kita benar-benar sanggup berada di "tengah." Mungkin belum sekalipun.

Sebagai penutup, saya sarankan membaca sebuah kisah perumpamaan. Terdapat sebuah tempat yang dipenuhi oleh penderitaan, kengerian, penyakit, dan kematian. Sementara itu, di seberang sana terdapat kota kegemilangan yang bebas dari segenap penderitaan. Meskipun demikian, jalan ke sana sungguh sangat sempit dan di samping kiri beserta kanannya terdapat jurang menganga. Jika Anda pergi sendiri ke sana akan mudah sekali jatuh baik ke kiri maupun kanannya. Nah, apakah kita pernah menertawakan orang lain karena jatuh ke jurang? Padahal tak lama pula kita terjatuh ke jurang yang sama. Jurang-jurang itu adalah perlambang "pandangan ekstrim." Semoga bermanfaat sebagai renungan.

Rabu, 08 Mei 2013

BUKU APA GADGET?

BUKU APA GADGET?

Ivan Taniputera
9 Mei 2013

Aneh sekali. Ada orang bilang buku Rp. 150.000 mahal, tetapi buat beli gadget yang harganya jutaan dikatakan tidak mahal. Padahal gadget paling hanya beberapa tahun sudah ketinggalan atau sebentar saja akan bosan. Tetapi, pengetahuan yang ada dalam buku akan dimiliki seumur hidup. Pada orang-orang semacam itu, saya tidak menaruh rasa kasihan. Saya saja tidak punya gadget mahal; telepon seluler saya saja harganya hanya Rp. 150.000-an. Kalau saya lebih memilih buku, karena buku adalah jendela pengetahuan.

Berikut ini adalah gambar telepon seluler murah meriah yang telah menemani dan sangat bermanfaat bagiku selama ini. Yang memberikan manfaat bagiku selama ini bukanlah gadget-gadget mahal yang tak kupunyai, melainkan telepon seluler ini. 








Oleh karena itu, saya sangat heran, mengapa beli buku nampaknya sangat berat, padahal manfaatnya bisa dirasakan seumur hidup; sedangkan di tangannya tergenggam sebuah gadget berharga jutaan. Fenomena apakah ini? Marilah kita renungkan bersama.

Sabtu, 30 Maret 2013

KEHILANGAN SERATUS DOLLAR

KEHILANGAN SERATUS DOLLAR



Diterjemahkan oleh Ivan Taniputera
31 Maret 2013

Saya mendapatkan kisah berbahasa Jerman yang menarik ini. Kisah unik ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua. Saya menerjemahkan kisah ini juga untuk melatih bahasa Jerman saya. Bagi para peminat bahasa Jerman diharapkan dapat pula memperoleh manfaat dari terjemahan kisah ini.

Sumber kisah: German for Adults, karya Charles Duff dan Paul Stamford, halaman 316:

100 DOLLAR VERLOREN!

KEHILANGAN 100 DOLLAR.

Sie sind Reporter?" fragte der Dollarman.
"Apakah Anda wartawan?" tanya orang [yang punya miliaran Dollar itu].

"Bei der, Sun-Sun Post' " sagte Harper.
"Pada Harian Sun-Sun," jawab Harper.

"Was wollen Sie wissen?"
"Apa yang ingin Anda ketahui?"

Harper überlegte nicht lange.
Harper tidak lama mempertimbangkannya.

"Eigentlich nur eins: Wie sind Sie zu Ihren Millionen gekommen?"
"Sebenarnya hanya satu: Bagaimana Anda mendapatkan kekayaan Anda?"

Der Multimilionär lächelte, musterte sein Gegenüber und sagte: "Ich will Ihnen antworten. Ich bin Millionär geworden, weil ich 100 Dollar verloren habe."
Sang jutawan tertawa, memandang lawan bicaranya dan tertawa, "Saya akan menjawab pertanyaan Anda. Saya menjadi jutawan karena kehilangan 100 Dollar."

Harper stutzte.
Harper tercengang.

"Verloren?"
"Kehilangan?"

"Richtig. Ich war jung wie Sie und Buchhalter bei Mils. Eines Tages drückte mir Mils eine Postanweisung und 100 Dollar in die Hand. Auf dem Wege zur Post verlor ich das Geld. Meine Stellung war in Gefahr. Aber in der Not hat der Mensch di besten Ideen! Die Idee, die ich hatte, bildete Grundstock zu meinen Millionen."
"Benar. Saya masih muda seperti Anda dan menjadi pemegang pembukuan bagi [perusahaan] Milis. Suatu kali saya diperintahkan oleh perusahaan mengirim pos wesel sambil membawa uang sejumlah 100 Dollar. Dalam perjalanan ke kantor pos saya kehilangan uangnya. Pekerjaan saya berada dalam bahaya. Namun di tengah-tengah bahaya tersebut orang biasanya memperoleh gagasan-gagasan terbaik! Gagasan yang saya peroleh menjadi landasan bagi kekayaan saya di masa mendatang." 

"Welche Idee?"
"Gagasan-gagasan yang bagaimanakah?"

"Ich inserierte, Junger Mann, 20 Jahre, ohne Eltern et cetera, hat 100 Dollar verloren und ist, wenn er sie nicht zurückgegen kann, im Begriff, auch seine Stellung zu verlieren. Wer hilft Aermstem?"
"Saya memasang iklan berbunyi: Anak muda berusia 20 tahun, yatim piatu..dan seterusnya, telah menghilangkan uang sejumlah 100 Dollar, dan bila tidak dapat mengembalikannya, ia akan kehilangan pekerjaannya. Siapakah yang bersedia menolong orang paling malang ini?"

Harper fieberte.
Harper bertanya-tanya.

"Und Sie hatten Erfolg? Sie bekamen die 100 Dollar?"
"Dan apakah Anda berhasil?" Apakah Anda mendapatkan 100 Dollarnya?"

"Hundert? Am nächtsten Tag hätte ich 682 Zuschriften und 1269 Dollar 40 Cent. Ich gab die Postanweisung auf, brachte Mils den Abschnitt, und machte mich selbständig. Reiste kreuz und quer durch die Staaten. Inserierte in allen Zeitungen. Der Erfolg riß nicht ab. Mit dem Geld, daß ich erwarb, kaufte ich eine Fabrik. So fing ich an."

"[Cuma] seratus? Keesokan harinya saya menerima 682 surat balasan dan 1269 Dollar 40 Sen. Saya mengirimkan wesel posnya, memberikan resinya pada Mils, dan keluar dari pekerjaan. Saya berkelana di berbagai negara bagian. Memasang iklan di seluruh surat kabar. Keberhasilannya tidak pernah pudar. Dengan uang yang saya kumpulkan, saya membeli sebuah pabrik. Demikianlah saya mengawali usaha saya."

"Interessant" sagte Harper.
"Menarik sekali," kata Harper.

***

Als der Multimilionär am Tage darauf die "Sun-Sun Post" aufschlug, konnte er keinen Artikel über sich finden. Staat dessen entdeckte er in den Anzeigen splaten eine Annonce mit der Ueberschrift: "100 Dollar verloren!" Der Text war sein Text.
Sewaktu sang jutawan keesokan harinya membuka Harian Sun-Sun, ia tidak dapat menemukan artikel tentangnya. Sebagai gantinya di kolom iklan baris, ia menjumpai iklan dengan judul "Kehilangan 100 Dollar!" Isinya adalah seperti yang disampaikannya [pada sang wartawan].

Harper aber saß in seinem New Yorker möblierten Zimmer und wartete auf den Erflog seines Inserates.
Sedangkan Harper duduk-duduk di kamar berperabotnya yang berada di New York serta menunggu hasil iklannya.


Am vierten Tag kam ein Brief. Und das war alles, was Harper an Zuschriften auf sein Inserat erhielt.
Pada hari keempat tibalah sepucuk surat, dan itu adalah satu-satunya surat balasan yang Harper terima sebagai hasil pemasangan iklannya.

Der Brief stammte von dem Multimilionär. Er lautete folgendermaßen: "Ich bin sicher, daß Sie keinen Erfolg haben werden. Denn Sie haben drei Fehler gemacht. Der erste Fehler ist, daß Sie mit der Idee eines andern Geld machen wollen-man muß eigene Ideen haben! Ihr zweiter Fehler: Sie haben nicht einkalkuliert, daß die Welt sich ständig ändert-heutzutage gibt es keine Menschen mit Mitleid mehr! Der dritte Fehler aber ist der schlimmste: Sie haben kein Talent! Sonst hätten Sie wissen müssen, daß kein Millionär einem Reporter verrät, wie er zu einem Geld gekommen ist, und daß man durch einen Job allein nie zu Millionen kommt!-Man muß nämlich auch einen Kopf haben!"

Von Manfred Thomas, from: WOCHENEND. Nürnberg (1956).

Surat itu berasal dari sang jutawan, yang berbunyi sebagai berikut: "Saya yakin bahwa tidak mendapatkan hasil apa-apa. Karena Anda telah melakukan tiga kesalahan. Kesalahan pertama adalah Anda meniru gagasan orang lain dalam menghasilkan uang-kita harus menciptakan gagasannya sendiri! Kesalahan kedua: Anda tidak memperhitungkan bahwa dunia itu senantiasa berubah-dewasa ini tiada lagi orang yang kesusahan! Kesalahan ketiga adalah yang terburuk: Anda tidak memiliki kebijaksanaan! Jika tidak Anda pastilah telah mengetahui, bahwa tiada jutawan yang membocorkan bagaimana ia mendapatkan uangnya pada seorang wartawan, dan hanya dari satu jenis pekerjaan saja tidak mungkin orang menjadi jutawan! Orang harus memiliki otak!"

Karya Manfred Thomas, dimuat dalam majalah Wochenend. Nuernberg (1956).


Demikianlah cerita yang sangat menarik tersebut. Kisah di atas dapat memberikan kita beberapa pelajaran. Yang pertama adalah kita harus memiliki kreatifitas dan tidak semata-mata membajak atau meniru gagasan orang lain. Dengan kata lain, kita harus semantiasa memiliki gagasan-gagasan segar. Meniru tanpa mengetahui bagaimana landasan yang bekerja di balik semua gagasan tersebut akan membuahkan kegagalan.

Pelajaran kedua adalah kita harus menyadari bahwa dunia itu senantiasa berubah dan tiadayang kekal. Dengan demikian, gagasan yang sekiranya berhasil di masa lalu belum tentu dapat diterapkan di masa sekarang.

Pelajaran ketiga adalah kita hendaknya menggunakan akal kita. Apabila ingin meraih keberhasilan yang besar, kita hendaknya mengupayakan berbagai cara dan mempelajari banyak hal. Demikian, semoga bermanfaat.

Sumber gambar ilustrasi: www.niffylux.com.

Senin, 18 Maret 2013

Ikan dan Daratan

IKAN DAN DARATAN

Ivan Taniputera
18 Maret 2013




Seekor ikan yang belum pernah mengunjungi daratan ingin tahu seperti apakah daratan itu. Jika kita menjelaskan pada ikan tersebut, maka segenap penjelasan mengenai daratan yang kita berikan akan berupaya dimaknai oleh ikan ke dalam terminologi  khas "lautan" sebagaimana dipahami ikan. Bila kita mengatakan bahwa daratan adalah tempat yang kering, ikan mula-mula akan berupaya memahami daratan sebagai "tempat yang tidak ada airnya seperti di lautan." Namun akhirnya ikan hanya dapat memaknai kering secara intelektual saja, yakni "tempat yang tiada airnya." Namun bagaimana sebenarnya "kering" itu, ikan tak akan sanggup memahaminya dengan benar, karena dalam seumur hidupnya jika belum pernah meninggalkan lautan, mustahil baginya sungguh-sungguh memahami apakah "kering" itu. Tentunya ikan tak pernah hidup dalam "kekeringan." Kata "kering" atau "tidak ada air" tentunya tak akan sanggup mewakili kering yang sebenarnya. Dengan kata lain, ikan tak akan pernah memperoleh pemahaman sejati mengenai daratan, jika ia belum pernah mengalami daratan itu sendiri. Segenap penjelasan dalam bentuk terminologi pada akhirnya hanya akan berhenti pada tataran intelektualitas semata.

Anehnya, ikan tersebut mulai berdebat dengan kawan-kawannya sesama ikan mengenai daratan. Padahal mereka juga sama-sama belum pernah melihat daratan. Masing-masing membela diri bahwa pemahamannya mengenai daratan itulah yang paling benar.Tapi jika ditanya, apakah sudah pernah melihat daratan. Mereka akan menjawab serentak bahwa daratan belum pernah mereka saksikan.

Tentu saja, ikan-ikan di atas adalah sekedar ilustrasi. Pertanyaannya, apakah kita sebagai manusia pernah mengalami atau bertindak dan bertingkah laku seperti ikan-ikan pada ilustrasi di atas? Marilah kita sama-sama merenungkannya.

Semoga bermanfaat.

Minggu, 24 Februari 2013

RADEN PRUMPUNG DIGANTUNG DI POHON BERINGIN


RADEN PRUMPUNG DIGANTUNG DI POHON BERINGIN

Ivan Taniputera
23 Februari 2013



Alkisah terdapat negeri makmur gemar ripah dan loh jinawi bernama Kerajaan Karanggeni. Rakyat hidup tentram dan sejahtera di bawah pemerintahan Baginda Raja Karangwarman. Namun keadaan mulai berubah setelah Raden Prumpung diangkat sebagai mahapatih. Pelayanan terhadap masyarakat mulai mengalami kemerosotan. Rakyat tidak lagi merasa puas. Selain itu, ada desas desus bahwa kekayaan Mahapatih Raden Prumpung justru semakin meningkat drastis. Perbendarahaan hartanya makin melimpah, melebihi gajinya yang wajar. Baginda Karangwarman mendengar keluhan rakyatnya dan menanyai mahapatihnya, "Wahai Raden Prumpung, keadaan layanan masyarakat kita makin merosot. Juga terdengar kabar bahwa kekayaanmu meningkat drastis secara misterius. Apakah engkau yakin mendapatkan kekayaan itu dengan jujur?" Mahapatih menjawab, "Ampun beribu ampun, tuanku raja. Segenap kekayaan itu hamba peroleh dengan halal. Lagipula itu hanya desas desus saja. Mengenai keluhan rakyat hamba akan mencoba mencari informasi. Jikalau benar hamba melakukan korupsi, maka hamba bersedia digantung di pohon beringin yang terletak pada alun-alun negeri kita." Sang raja kalau belum memiliki bukti cukup hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.

Anehnya, perbendaharaan kerajaan juga semakin menyusut tanpa perincian yang jelas. Ketika ditanya mengenai pengeluaran kerajaan, Mahapatih selalu menjawab bahwa semua itu diperuntukkan demi kesejahteraan rakyat. Pangeran Setiawarman juga merasa prihatin terhadap hal itu. Ia lantas memiliki gagasan dan memanggil pengawal kepercayaannya, Candikamulya. Berkatalah sang pangeran, "Candikamulya! Malam ini masuklah engkau ke perbendaharaan kerajaan dan tandailah setiap keping mata uang emasnya dengan tanda khusus yang tidak kelihatan mencolok." Candikamulya bertanya, "Untuk apa Pangeran?" Pangeran menjawab, "Engkau tak perlu bertanya dulu, wahai pengawalku. Nanti engkau akan tahu. Candikamulya menjalankan yang diperintahkan pangerannya.

Keesokan harinya, Raden Prumpung menghadap raja dan menyampaikan gagasannya membangun sebuah pesanggrahan bagi para prajurit kerajaan. Raja bertanya, "Ide yang bagus, Mahapatih! Berapakah biaya yang engkau butuhkan?" Raden Prumpung menjawab, "Lima juta keping uang emas, Baginda." Raja sejenak terkejut, "Mengapa semahal itu?" Raden Prumpung menjawab, "Benar Yang Mulia, agar supaya hasilnya bagus. Kebetulan hamba sudah membicarakannya dengan juru bangunan dari negeri antah berantah." Raja ingin bertanya lagi, tetapi Pangeran Setiawarman yang juga hadir memberi isyarat agar ayahnya menyetujui saja apa yang disampaikan Raden Prumpung. Raja hanya berkata, "Pergunakan uang itu dengan jujur, wahai Raden Prumpung, karena uang tersebut adalah uang rakyat juga yang telah bekerja keras membanting tulang. Pergunakanlah bagi kesejahteraan mereka." Raden Prumpung menjawab, "Baik. Yang Mulia! Jika hamba korupsi sedikit saja uang ini, hamba bersedia digantung di pohon beringin keramat di alun-alun kerajaan kita."

Beberapa hari kemudian, Pangeran Setiawarman memanggil kembali Candikamulya, "Engkau masuklah secara diam-diam ke perbendaharaan kekayaan Raden Prumpung dan lihatlah apakah uang yang telah engkau tandai itu ada di sana." Dengan berbekalkan ilmu kanuragan yang tinggi, Candikamulya melesat ke arah rumah dinas mahapatih dan tentunya memasuki perbendaharaan milik Raden Prumpung bukan hal sulit baginya. Ternyata benar, uang emas yang ditandai itu ada di sana. Candikamulya melaporkan hasil temuannya pada Pangeran Setiawarman. Sang pangeran lalu memberitahu ayahnya mengenai hal itu. Persidangan digelar. Pada mulanya, Raden Prumpung masih menyangkal dan mengulangi untuk ketiga kalinya bahwa jika menggelapkan uang negara ia bersedia digantung di pohon beringin keramat di alun-alun kerajaan. Namun raja memerintahkan penggeledahan dan menemukan uang negara tersebut.

Raden Prumpung menjadi pucat pasi dan menangis tersedu-sedu. Ia teringat akan keluarganya. Namun, demi menjaga wibawa kerajaan hukuman harus dilaksanakan. Raden Prumpung siap digantung di pohon beringin sesuai sumpahnya sendiri. Tiba-tiba muncul Resi Gendhari yang terkenal arif bijaksana. Ia berkata, "Harta kekayaan memang sanggup menyilaukan batin manusia. Dikarenakan kebencian, keserakahan, dan kebodohan, manusia mengalami penderitaan. Kini karena keserakahan Raden Prumpung jatuh dalam penderitaan. Namun kita, bangsa Karanggeni adalah bangsa yang pemaaf. Agar wibawa kerajaan tidak runtuh dan sumpah Raden Prumpung tetap terlaksana, aku mengusulkan sebagai berikut. Agar "Raden Prumpung" tetap digantung, maka tuliskanlah namanya pada sebilah papan dan gantungkan pada pohon beringin keramat. Ini dapat menjadi peringatan bagi semua orang. Dengan begitu, "Raden Prumpung" toh tetap digantung juga. Kendati demikian, Raden Prumpung tetap harus dijatuhi hukuman yang setimpal. Ia harus mendekam di penjara dalam waktu lama. Seluruh kekayaannya disita oleh negara dan keluarganya harus hidup sederhana. Setelah bebas dari penjara, Raden Prumpung masih harus mengikuti terapi pembebasan dari kebencian, keserakahan, dan kebodohan di sepanjang sisa hidupnya. Apakah Baginda Raja setuju dengan hal ini?"

Baginda raja menyetujui hal itu dan melaksanakan seperti yang dikatakan Resi Gendhari. Candikamulya diangkat sebagai mahapatih baru menggantikan Raden Prumpung dan semenjak itu kerajaan menjadi makmur kembali seperti sedia kala.

Catatan: Semua nama-nama tokoh di atas adalah fiksi. Jika ada kesamaan nama maka itu adalah kebetulan belaka.

Apakah makna kisah ini?