Senin, 31 Desember 2012

RENUNGAN AKHIR TAHUN 2012

RENUNGAN AKHIR TAHUN 2012

Ivan Taniputera
31-12-2012



Sebentar lagi tahun 2012 menurut penanggalan yang biasa kita pergunakan akan berakhir. Sebenarnya "berakhirnya tahun 2012" itu adalah ilusif sifatnya. Manusia menciptakan pembagian-pembagian khayali terhadap waktu yang sebenarnya tiada berujung dan tiada berpangkal. Semenjak zaman awal sejarahnya, manusia menciptakan beraneka macam pembagian ilusif terhadap waktu, berdasarkan gerakan berbagai benda langit. Kendati demikian, apa yang kita sebut "gerakan" benda langit itupun juga ternyata ilusif atau khayalan semata. Sebagai contoh adalah "gerakan" matahari. Ternyata bukan matahari yang bergerak terhadap bumi, melainkan bumi yang "bergerak" mengorbit matahari. Namun dengan semakin berkembangnya konsep manusia mengenai fisika modern, "diam" dan "bergerak" pun menjadi relatif pula sifatnya. Secara ringkas, pergantian tahun bila kita renungkan secara mendalam, sebenarnya adalah ilusi. Jikalau manusia sudah tiada lagi, masih adakah "tahun," "bulan," dan "jam"?

Meskipun tahun serasa berganti, tetapi hakikat kehidupan ini, yakni (1) segala sesuatu serba tak memuaskan, (2) segala sesuatu berada dalam arus perubahan tanpa henti, dan (3) segala sesuatu tidak memiliki inti sejati, masih belum berganti. Ketiga hakikat mendasar itu tetap ada, meskipun tahun-tahun terus "berganti." Namun ketiga hakikat tersebut bukanlah sesuatu yang perlu kita benci dan jauhi, melainkan disadari dan dipahami. Membenci dan berupaya menjauhi sesuatu yang telah menjadi hakikat mendasar adalah kesia-siaan belaka. Kita hanya dapat menyadari dan menyelaminya, sehingga tidak lagi menciptakan kebencian atau keengganan terhadapnya. Diri kita dan apapun yang berada di sekitar kita adalah serba tak memuaskan, bahkan termasuk apa yang kita sukai sekalipun juga suatu saat akan mengalami perubahan; itulah sebabnya disebut serba tak memuaskan. Ketiga hakikat itu sebenarnya adalah suatu kesatuan yang jalin menjalin. Saya biasa membuat teh hangat yang akan saya minum sambil membaca atau menyelesaikan sesuatu, karena terlalu asyiknya teh itu terlupakan dan menjadi dingin. Bila sudah dingin tentu tidak enak lagi diminum. Teh tidak selamanya hangat. Mekanisme thermodinamika yang sudah menjadi hukum alam adalah penyebab bagi kenyataan tersebut.

Umat manusia sendiri di sepanjang sejarahnya memang telah berupaya menyiasati perubahan tersebut. Sebagai contoh adalah menemukan bagaimana mengawetkan makanan. Tetapi apakah makanan dapat diawetkan selamanya? Jawabnya tidak. Kita hanya memperpanjang saja masa "layak konsumsi" bagi makanan itu. Perubahan tetap menjadi hakikatnya. Manusia juga menciptakan berbagai ilmu terkait antisipasi bagi masa depan, seperti manajemen risiko dan lain sebagainya dengan harapan menyiasati hakikat perubahan nan tak terduga sebelumnya.


Walaupun sifatnya adalah ilusif, kita dapat pula memanfaatkan momen pergantian tahun ini sebagai saatnya merenungkan diri kita sendiri. Mengenai apa yang sudah dan belum kita lakukan. Bagaimana kita dapat menjadi manusia lebih baik yang bersedia berbagi terhadap sesama. Pada zaman yang sangat kapitalistik ini, keserakahan telah meraja lela ke mana-mana. Padahal keserakahan itu terbukti mengakibatkan keruntuhan yang menyengsarakan banyak orang.  Ilmu pengetahuan yang seharusnya menjadi milik semua orang, telah diperdagangkan dan dinilai dengan uang, layaknya kita menjual sayur atau buah. Ilmu pengetahuan kita timbang dan masukkan dalam keranjang-keranjang serta dilabeli dengan harga, siap dipertukarkan dengan sejumlah uang bagi yang mampu. Tentu saja ini sangat memalukan dan menyedihkan. Ilmu pengetahuan adalah salah satu alat menciptakan masyarakat yang lebih baik. Semoga ilmu pengetahuan dapat dikembalikan pada kedudukannya yang sejati demi menaburkan manfaat bagi umat manusia dan tak lagi menjadi barang komoditas yang diperjual-belikan, layaknya sayur beserta buah-buahan. Kita harus berani menghembuskan angin perubahan di tahun yang baru. Semoga segala sesuatu makin baik di tahun yang baru. Selamat tahun baru 2013!

Selasa, 04 Desember 2012

MENGEJAR LINGKARAN SETAN

MENGEJAR LINGKARAN SETAN

5 Desember 2012
Ivan Taniputera




Hari ini kita akan membahas mengenai dampak kenaikan gaji dan harga barang. Apabila kita menaikkan gaji pegawai dan buruh, memang benar bahwa pendapatan akan meningkat. Meskipun demikian, karena gaji pengawai dan buruh meningkat, maka biaya produksi juga akan meningkat. Akibatnya produsan juga akan menaikkan harga barang. Oleh karenanya, hal ini akan memicu inflasi atau penurunan daya beli uang, sehingga kemakmuran masyarakat tak akan meningkat. Gaji naik tetapi harga barang juga ikut naik. Ditinjau dari sudut pandang lain, jika gaji naik, maka orang mula-mula akan membelanjakan uangnya untuk membeli lebih banyak uang. Permintaan akan barang (demand) akan meningkat sedangkan penawaran (supply) tidak mengalami peningkatan. Dengan demikian, harga juga akan naik. Daya beli uang akan turun.

Ini adalah sebuah lingkaran setan tanpa akhir. Kenaikan gaji selalu diikuti oleh kenaikan harga barang. Bagaimanakah cara mengatasi hal ini? Menurut hemat saya, peran negara sangat diperlukan. Negara perlu menjadi pengendali harga di pasaran. Negara hendaknya tidak lepas tangan begitu saja terhadap harga-harga. Jika tidak laju inflasi akan tetap tinggi. Sistim liberal atau pasar bebas nampaknya tidak tepat jika diterapkan di Indonesia. Ataukah sebaliknya gaji tidak perlu dinaikkan? Benarkah tingginya gaji merupakan indikator kemakmuran?

Berdasarkan pengamatan saya, besar-kecilnya gaji bukanlah indikator kemakmuran, melainkan dengan gaji atau pendapatan yang kita terima, sampai sejauh mana gaji atau pendapat tersebut dapat memenuhi tingkat-tingkat kebutuhan kita. Selain itu, besar dan kecilnya gaji juga relatif. Apakah yang dimaksud gaji besar dan kecil? Jika kita digaji Rp. 10.000.000, tetapi belum sanggup memenuhi kebutuhan paling pokok, maka itu belum dapat dikatakan makmur. Negara sendiri perlu berjuang mewujudkan kemakmuran bagi warganya, sesuai dengan prinsip welfare state. Negara harus sanggup menyediakan kebutuhan pokok yang terjangkau bagi rakyatnya.

Barangkali ada pendapat lain?

Senin, 03 Desember 2012

MANTRA PENYIRNA KEGALAUAN

MANTRA PENYIRNA KEGALAUAN

Ivan Taniputera
4 Desember 2012




Selama beberapa hari ini, kita telah membahas mengenai kegalauan. Kini kita akan mengulas mengenai mantra penyirna kegalauan. Begitu mendengar mengenai mantra penyirna kegalauan, mungkin sebagian orang akan berkata dengan nada mengejek, "Wah, apakah ada mantra semacam itu?" Selaini itu, juga masih banyak tanggapan lainnya. Sebenarnya ada mantra ampuh penyirna kegalauan. Bunyinya adalah:

"MENYEBERANGLAH, MENYEBERANGLAH KE PANTAI SEBERANG, PANTAI KEBAHAGIAAN."

Bagi sebagian orang, tentunya ada yang sudah langsung memahami makna mantra tersebut. Namun ada baiknya kita tetap membahas seluk beluk dan bagaimana mantra itu dapat mengatasi kegalauan. Pertama-tama kita membahas dahulu apa yang dimaksud dengan Pantai Seberang. Pantai Seberang itu adalah lawan dari Pantai Sini. Pantai Sini adalah tempat yang dipenuhi dengan kegalauan, penderitaan, kesedihan, usia tua, penyakit, kematian, dan hal-hal buruk lainnya. Sedangkan Pantai Seberang adalah "tempat" yang bebas kegalauan. Anda boleh menyebutnya "Pantai Bebas Galau." Kini tinggal Anda menyeberang saja menuju "Pantai Bebas Galau" itu. Caranya adalah dengan menggunakan perahu KESADARAN. Anda menyadari saja kegalauan itu, tanpa berkeinginan mengatasinya. Anda memahami bahwa kegalauan itu ada karena sosok khayal yang disebut sang "aku," sebagaimana yang sudah diulas pada catatan sebelumnya. Semakin Anda mencoba mengatasi kegalauan, Anda akan semakin putus asa, karena sosok khayal tersebut makin berperanan dan punya keinginan lebih besar dalam mengatasi kegalauan. Anda tidak bisa mengatasi suatu permasalahan dengan mengandalkan sesuatu yang khayali sifatnya. Itu adalah upaya yang sia-sia. Bagaimana perut Anda akan kenyang hanya dengan mengkhayalkan mengenai nasi goreng. Itu adalah sesuatu yang mustahil.

Sang "aku" ingin menyirnakan kegalauan, tetapi dia sendiri adalah sosok khayalan, lalu bagaimana dia dapat melakukannya? Sama dengan Anda minta tolong pada Superman atau Batman. Sangat tidak masuk akal.  Oleh karenanya, kita harus membuang keinginan menyirnakan kegalauan. Kita hanya menyadari saja, bahwa kegalauan adalah seperti ini adanya. Jangan ada upaya mengkritik, mencela, atau menyalahkan diri sendiri. Dengan adanya kesadaran, semuanya akan mengendap. Ibaratnya adalah air yang keruh oleh pasir. Semakin Anda mengaduk-aduk air itu, maka airnya akan semakin keruh. Namun jika Anda membiarkan saja air itu, maka pasirnya akan mengendap sendiri dan airnya menjadi jernih. Pikiran kita yang galau adalah seperti itu, ibaratnya adalah air yang keruh oleh pasir. Jika kita aduk terus, kekeruhan justru semakin bertambah. Namun jika kita hanya menyadari saja, maka lambat laun ia akan mengendap dan pikiran menjadi jernih kembali. Kegalauan sirna. Demikianlah yang dimaksud berlayar menuju Pantai Seberang atau Pantai Bebas Galau. Kendarailah perahu kesadaran Anda.

Dengan menyadari dan memahami Anda akan tiba di Pantai Bebas Galau. Sekali lagi, praktik kesadaran dan pemahaman ini bukan untuk menghakimi atau mencela sesuatu, melainkan hanya menyadari saja. Tidak lebih dari itu. Bila Anda masih mengembangkan pandangan dualitas, itu berarti bahwa Anda masih mengaduk-aduk air yang keruh. Pasirnya akan semakin mengeruhkan air. Namun, jika Anda sanggup menjadi pengamat saja, airnya lambat laun akan jernih. Penyadaran ini juga bukan berarti Anda bertanya-tanya, "Kapan kegalauanku sirna?" Perhatikan kata "ku" dalam "kegalauanku." Dengan adanya "ku" berarti masih ada kesan sang "aku." Padahal itu hanya sosok khayalan yang Anda ciptakan. Anda mengundang kembali sosok khayalan tersebut masuk kembali dalam kehidupan Anda, sehingga kegalauan juga akan tetap ada.

Begitu Anda sudah sampai di Pantai Seberang, Anda akan menyadari bahwa sebenarnya Anda masih di Pantai Sini juga. Karena begitu kita menyelami hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya, Sini dan Seberang juga adalah ilusi. Anda ternyata juga masih berada di Pantai Sini, karena ruang dan waktu sebenarnya adalah ilusi yang kita proyeksikan ke masa sekarang. Namun, kita tidak akan membahas hal ini lebih jauh.

Selamat mengendarai perahu kesadaran Anda.

APAKAH YANG MENYEBABKAN GALAU

APAKAH YANG MENYEBABKAN GALAU?

Ivan Taniputera
3 November 2012




Jika kita menanyakan apakah penyebab galau, maka jawabannya ada beraneka ragam; misalnya karena mendapatkan nilai yang buruk dalam ujian, berpisah dengan orang yang dikasihi, tidak punya uang, khawatir dengan masa depan, dan lain sebagainya. Barangkali jika seluruh jagad raya ini diubah menjadi tulisan, maka masih belumlah cukup menampung segenap jawabannya. Permasalahan hidup umat manusia sangatlah beraneka ragam. Meskipun demikian, sebenarnya faktor utama penyebab galau itu dapat diringkas menjadi dua hal ini saja:

(1) Berjumpa dengan hal yang tidak disukai.
(2) Tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan atau diharapkan.

Anda mengharapkan nilai bagus, tetapi yang didapat justru nilai buruk. Anda suka nilai bagus dan tidak suka nilai buruk. Mari kita telusuri lebih jauh lagi. Ternyata suka dan tidak suka adalah ciptaan dari sosok khayal yang disebut "aku." Sosok khayal ini tidaklah lebih nyata ketimbang Batman atau Superman. Anda menciptakannya di sepanjang hidup Anda. Menumpuk berbagai identitas dan gagasan, sehingga terciptalah sosok khayal yang disebut "aku" itu. Kendati demikian, Anda terjatuh kembali dalam suatu khayalan yang lebih dalam, yakni menganggap bahwa sosok khayal atau sang "aku" itu sebagai sesuatu yang "nyata." Anda lalu menjadikannya sebagai titik acuan bagi segala hal, sehingga muncul gagasan "aku" dan "milikku."

Sang "aku" itu dengan dipengaruhi konsep khayal keserba-menduaan (dualisme) lantas menciptakan gagasan mengenai "yang disukai" dan "tak disukai." Demikianlah bola salju khayalan menggelinding semakin besar. Dipadukan dengan gagasan "aku" dan "milikku," Anda membangkitkan pemikiran "aku harus menjadikan yang disukai menjadi milikku" dan "aku harus menjauhkan diri dari yang tak disukai sehingga tak menjadi milikku." Pada kenyataannya dunia penuh ketidak-pastian. Yang pasti hanyalah ketidak-pastian itu sendiri. Oleh karenanya Anda tidak dapat selalu mendapatkan apa yang disukai dan bahkan mungkin malah mendapatkan apa yang tidak disukai. Memang demikianlah kondisi dunia ini. Semuanya tidak selalu berada dalam kendali kita. Itulah sebabnya jika berjumpa atau mendapatkan hal yang disukai atau tidak mendapatkan hal yang diharapkan, timbul penderitaan atau kegalauan dalam diri kita.  Semoga bermanfaat.

Manakah Yang Lebih Nyata, Diri Anda Sendiri Atau Batman dan Superman?


Manakah Yang Lebih Nyata, Diri Anda Sendiri Atau Batman dan Superman?

Ivan Taniputera
2 November 2012



Jika Anda diajukan pertanyaan di atas, Anda kemungkinan akan langsung menjawab bahwa diri Andalah yang nyata, sedangkan Batman dan Superman adalah tidak nyata. Tetapi benarkah demikian? Marilah kita mengajukan pertanyaan, benarkah diri Anda adalah nyata? Apakah identitas diri yang kita sebut "aku" itu adalah nyata? Kita renungkan seorang bayi yang baru lahir. Apakah dia tahu bahwa dirinya itu pria atau wanita? Apakah ia mengetahui termasuk dalam ras atau suku apakah dirinya? Apakah dia tahu termasuk warga negara apakah dirinya? Apakah dia tahu siapakah namanya? Apakah dia tahu apakah agamanya? Gender, ras, suku, kebangsaan, agama, dan identitas lainnya yang membentuk "diri kita" itu adalah diberitahukan belakangan oleh orang tua atau masyarakat sekitar kita. Semua identitas itu adalah hasil konvensi atau perjanjian semata dan sifatnya bersyarat. Dengan demikian, keseluruhan identitas yang kita ketahui belakangan itu adalah hasil ciptaan belaka. Saat kita dilahirkan, tidak ada yang namanya gender, ras, suku, kebangsaan, kewarga-negaraan, dan lain sebagainya. Berbekalkan seluruh identitas tersebut, kita lantaqs menciptakan "diri kita sendiri." Termasuk kesan-kesan, "aku adalah orang baik," "aku adalah orang jahat," "aku adalah orang pandai," "aku adalah orang bodoh." Semua itu adalah bahan-bahan yang kita gunakan untuk menciptakan semacam sosok, yang kita labeli sebagai "diriku." Oleh karena saat kita dilahirkan sosok ini belumlah ada, maka boleh dikatakan bahwa sosok "aku" ini adalah khayal.

Jika sifatnya yang khayal dan merupakan reka cipta pikiran, lalu apakah bedanya dengan sosok Batman dan Superman? Kedua tokoh super hero tersebut juga hasil ciptaan pikiran. Pikiran kitalah yang menciptakan sosok tersebut, sehingga seolah-olah menjadi "ada." Yakni ada dalam khayalan kita. Sosok "diri" itu yang kita ciptakan dan bangun perlahan-lahan seiring hidup kita adalah juga sama khayalnya dengan Batman dan Superman. Kita dipaksa merasakan bahwa sosok "aku" itu nyata adanya. Padahal, bagaimanakah bentuk sang "aku" itu sebelum kita dilahirkan?

Semoga bermanfaat sebagai renungan.