Minggu, 24 Februari 2013

RADEN PRUMPUNG DIGANTUNG DI POHON BERINGIN


RADEN PRUMPUNG DIGANTUNG DI POHON BERINGIN

Ivan Taniputera
23 Februari 2013



Alkisah terdapat negeri makmur gemar ripah dan loh jinawi bernama Kerajaan Karanggeni. Rakyat hidup tentram dan sejahtera di bawah pemerintahan Baginda Raja Karangwarman. Namun keadaan mulai berubah setelah Raden Prumpung diangkat sebagai mahapatih. Pelayanan terhadap masyarakat mulai mengalami kemerosotan. Rakyat tidak lagi merasa puas. Selain itu, ada desas desus bahwa kekayaan Mahapatih Raden Prumpung justru semakin meningkat drastis. Perbendarahaan hartanya makin melimpah, melebihi gajinya yang wajar. Baginda Karangwarman mendengar keluhan rakyatnya dan menanyai mahapatihnya, "Wahai Raden Prumpung, keadaan layanan masyarakat kita makin merosot. Juga terdengar kabar bahwa kekayaanmu meningkat drastis secara misterius. Apakah engkau yakin mendapatkan kekayaan itu dengan jujur?" Mahapatih menjawab, "Ampun beribu ampun, tuanku raja. Segenap kekayaan itu hamba peroleh dengan halal. Lagipula itu hanya desas desus saja. Mengenai keluhan rakyat hamba akan mencoba mencari informasi. Jikalau benar hamba melakukan korupsi, maka hamba bersedia digantung di pohon beringin yang terletak pada alun-alun negeri kita." Sang raja kalau belum memiliki bukti cukup hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.

Anehnya, perbendaharaan kerajaan juga semakin menyusut tanpa perincian yang jelas. Ketika ditanya mengenai pengeluaran kerajaan, Mahapatih selalu menjawab bahwa semua itu diperuntukkan demi kesejahteraan rakyat. Pangeran Setiawarman juga merasa prihatin terhadap hal itu. Ia lantas memiliki gagasan dan memanggil pengawal kepercayaannya, Candikamulya. Berkatalah sang pangeran, "Candikamulya! Malam ini masuklah engkau ke perbendaharaan kerajaan dan tandailah setiap keping mata uang emasnya dengan tanda khusus yang tidak kelihatan mencolok." Candikamulya bertanya, "Untuk apa Pangeran?" Pangeran menjawab, "Engkau tak perlu bertanya dulu, wahai pengawalku. Nanti engkau akan tahu. Candikamulya menjalankan yang diperintahkan pangerannya.

Keesokan harinya, Raden Prumpung menghadap raja dan menyampaikan gagasannya membangun sebuah pesanggrahan bagi para prajurit kerajaan. Raja bertanya, "Ide yang bagus, Mahapatih! Berapakah biaya yang engkau butuhkan?" Raden Prumpung menjawab, "Lima juta keping uang emas, Baginda." Raja sejenak terkejut, "Mengapa semahal itu?" Raden Prumpung menjawab, "Benar Yang Mulia, agar supaya hasilnya bagus. Kebetulan hamba sudah membicarakannya dengan juru bangunan dari negeri antah berantah." Raja ingin bertanya lagi, tetapi Pangeran Setiawarman yang juga hadir memberi isyarat agar ayahnya menyetujui saja apa yang disampaikan Raden Prumpung. Raja hanya berkata, "Pergunakan uang itu dengan jujur, wahai Raden Prumpung, karena uang tersebut adalah uang rakyat juga yang telah bekerja keras membanting tulang. Pergunakanlah bagi kesejahteraan mereka." Raden Prumpung menjawab, "Baik. Yang Mulia! Jika hamba korupsi sedikit saja uang ini, hamba bersedia digantung di pohon beringin keramat di alun-alun kerajaan kita."

Beberapa hari kemudian, Pangeran Setiawarman memanggil kembali Candikamulya, "Engkau masuklah secara diam-diam ke perbendaharaan kekayaan Raden Prumpung dan lihatlah apakah uang yang telah engkau tandai itu ada di sana." Dengan berbekalkan ilmu kanuragan yang tinggi, Candikamulya melesat ke arah rumah dinas mahapatih dan tentunya memasuki perbendaharaan milik Raden Prumpung bukan hal sulit baginya. Ternyata benar, uang emas yang ditandai itu ada di sana. Candikamulya melaporkan hasil temuannya pada Pangeran Setiawarman. Sang pangeran lalu memberitahu ayahnya mengenai hal itu. Persidangan digelar. Pada mulanya, Raden Prumpung masih menyangkal dan mengulangi untuk ketiga kalinya bahwa jika menggelapkan uang negara ia bersedia digantung di pohon beringin keramat di alun-alun kerajaan. Namun raja memerintahkan penggeledahan dan menemukan uang negara tersebut.

Raden Prumpung menjadi pucat pasi dan menangis tersedu-sedu. Ia teringat akan keluarganya. Namun, demi menjaga wibawa kerajaan hukuman harus dilaksanakan. Raden Prumpung siap digantung di pohon beringin sesuai sumpahnya sendiri. Tiba-tiba muncul Resi Gendhari yang terkenal arif bijaksana. Ia berkata, "Harta kekayaan memang sanggup menyilaukan batin manusia. Dikarenakan kebencian, keserakahan, dan kebodohan, manusia mengalami penderitaan. Kini karena keserakahan Raden Prumpung jatuh dalam penderitaan. Namun kita, bangsa Karanggeni adalah bangsa yang pemaaf. Agar wibawa kerajaan tidak runtuh dan sumpah Raden Prumpung tetap terlaksana, aku mengusulkan sebagai berikut. Agar "Raden Prumpung" tetap digantung, maka tuliskanlah namanya pada sebilah papan dan gantungkan pada pohon beringin keramat. Ini dapat menjadi peringatan bagi semua orang. Dengan begitu, "Raden Prumpung" toh tetap digantung juga. Kendati demikian, Raden Prumpung tetap harus dijatuhi hukuman yang setimpal. Ia harus mendekam di penjara dalam waktu lama. Seluruh kekayaannya disita oleh negara dan keluarganya harus hidup sederhana. Setelah bebas dari penjara, Raden Prumpung masih harus mengikuti terapi pembebasan dari kebencian, keserakahan, dan kebodohan di sepanjang sisa hidupnya. Apakah Baginda Raja setuju dengan hal ini?"

Baginda raja menyetujui hal itu dan melaksanakan seperti yang dikatakan Resi Gendhari. Candikamulya diangkat sebagai mahapatih baru menggantikan Raden Prumpung dan semenjak itu kerajaan menjadi makmur kembali seperti sedia kala.

Catatan: Semua nama-nama tokoh di atas adalah fiksi. Jika ada kesamaan nama maka itu adalah kebetulan belaka.

Apakah makna kisah ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar