RADEN PRUMPUNG DIGANTUNG DI POHON BERINGIN
Ivan Taniputera
23 Februari 2013
Alkisah
terdapat negeri makmur gemar ripah dan loh jinawi bernama Kerajaan
Karanggeni. Rakyat hidup tentram dan sejahtera di bawah pemerintahan
Baginda Raja Karangwarman. Namun keadaan mulai berubah setelah Raden
Prumpung diangkat sebagai mahapatih. Pelayanan terhadap masyarakat
mulai mengalami kemerosotan. Rakyat tidak lagi merasa puas. Selain itu,
ada desas desus bahwa kekayaan Mahapatih Raden Prumpung justru semakin
meningkat drastis. Perbendarahaan hartanya makin melimpah, melebihi
gajinya yang wajar. Baginda Karangwarman mendengar keluhan rakyatnya
dan menanyai mahapatihnya, "Wahai Raden Prumpung, keadaan layanan
masyarakat kita makin merosot. Juga terdengar kabar bahwa kekayaanmu
meningkat drastis secara misterius. Apakah engkau yakin mendapatkan
kekayaan itu dengan jujur?" Mahapatih menjawab, "Ampun beribu ampun,
tuanku raja. Segenap kekayaan itu hamba peroleh dengan halal. Lagipula
itu hanya desas desus saja. Mengenai keluhan rakyat hamba akan mencoba
mencari informasi. Jikalau benar hamba melakukan korupsi, maka hamba
bersedia digantung di pohon beringin yang terletak pada alun-alun
negeri kita." Sang raja kalau belum memiliki bukti cukup hanya
mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
Anehnya,
perbendaharaan kerajaan juga semakin menyusut tanpa perincian yang
jelas. Ketika ditanya mengenai pengeluaran kerajaan, Mahapatih selalu
menjawab bahwa semua itu diperuntukkan demi kesejahteraan rakyat.
Pangeran Setiawarman juga merasa prihatin terhadap hal itu. Ia lantas
memiliki gagasan dan memanggil pengawal kepercayaannya, Candikamulya.
Berkatalah sang pangeran, "Candikamulya! Malam ini masuklah engkau ke
perbendaharaan kerajaan dan tandailah setiap keping mata uang emasnya
dengan tanda khusus yang tidak kelihatan mencolok." Candikamulya
bertanya, "Untuk apa Pangeran?" Pangeran menjawab, "Engkau tak perlu
bertanya dulu, wahai pengawalku. Nanti engkau akan tahu. Candikamulya
menjalankan yang diperintahkan pangerannya.
Keesokan
harinya, Raden Prumpung menghadap raja dan menyampaikan gagasannya
membangun sebuah pesanggrahan bagi para prajurit kerajaan. Raja
bertanya, "Ide yang bagus, Mahapatih! Berapakah biaya yang engkau
butuhkan?" Raden Prumpung menjawab, "Lima juta keping uang emas,
Baginda." Raja sejenak terkejut, "Mengapa semahal itu?" Raden Prumpung
menjawab, "Benar Yang Mulia, agar supaya hasilnya bagus. Kebetulan hamba
sudah membicarakannya dengan juru bangunan dari negeri antah
berantah." Raja ingin bertanya lagi, tetapi Pangeran Setiawarman yang
juga hadir memberi isyarat agar ayahnya menyetujui saja apa yang
disampaikan Raden Prumpung. Raja hanya berkata, "Pergunakan uang itu
dengan jujur, wahai Raden Prumpung, karena uang tersebut adalah uang
rakyat juga yang telah bekerja keras membanting tulang. Pergunakanlah
bagi kesejahteraan mereka." Raden Prumpung menjawab, "Baik. Yang Mulia!
Jika hamba korupsi sedikit saja uang ini, hamba bersedia digantung di
pohon beringin keramat di alun-alun kerajaan kita."
Beberapa
hari kemudian, Pangeran Setiawarman memanggil kembali Candikamulya,
"Engkau masuklah secara diam-diam ke perbendaharaan kekayaan Raden
Prumpung dan lihatlah apakah uang yang telah engkau tandai itu ada di
sana." Dengan berbekalkan ilmu kanuragan yang tinggi, Candikamulya
melesat ke arah rumah dinas mahapatih dan tentunya memasuki
perbendaharaan milik Raden Prumpung bukan hal sulit baginya. Ternyata
benar, uang emas yang ditandai itu ada di sana. Candikamulya melaporkan
hasil temuannya pada Pangeran Setiawarman. Sang pangeran lalu
memberitahu ayahnya mengenai hal itu. Persidangan digelar. Pada mulanya,
Raden Prumpung masih menyangkal dan mengulangi untuk ketiga kalinya
bahwa jika menggelapkan uang negara ia bersedia digantung di pohon
beringin keramat di alun-alun kerajaan. Namun raja memerintahkan
penggeledahan dan menemukan uang negara tersebut.
Raden
Prumpung menjadi pucat pasi dan menangis tersedu-sedu. Ia teringat akan
keluarganya. Namun, demi menjaga wibawa kerajaan hukuman harus
dilaksanakan. Raden Prumpung siap digantung di pohon beringin sesuai
sumpahnya sendiri. Tiba-tiba muncul Resi Gendhari yang terkenal arif
bijaksana. Ia berkata, "Harta kekayaan memang sanggup menyilaukan batin
manusia. Dikarenakan kebencian, keserakahan, dan kebodohan, manusia
mengalami penderitaan. Kini karena keserakahan Raden Prumpung jatuh
dalam penderitaan. Namun kita, bangsa Karanggeni adalah bangsa yang
pemaaf. Agar wibawa kerajaan tidak runtuh dan sumpah Raden Prumpung
tetap terlaksana, aku mengusulkan sebagai berikut. Agar "Raden
Prumpung" tetap digantung, maka tuliskanlah namanya pada sebilah papan
dan gantungkan pada pohon beringin keramat. Ini dapat menjadi peringatan
bagi semua orang. Dengan begitu, "Raden Prumpung" toh tetap digantung
juga. Kendati demikian, Raden Prumpung tetap harus dijatuhi hukuman
yang setimpal. Ia harus mendekam di penjara dalam waktu lama. Seluruh
kekayaannya disita oleh negara dan keluarganya harus hidup sederhana.
Setelah bebas dari penjara, Raden Prumpung masih harus mengikuti terapi
pembebasan dari kebencian, keserakahan, dan kebodohan di sepanjang sisa
hidupnya. Apakah Baginda Raja setuju dengan hal ini?"
Baginda
raja menyetujui hal itu dan melaksanakan seperti yang dikatakan Resi
Gendhari. Candikamulya diangkat sebagai mahapatih baru menggantikan
Raden Prumpung dan semenjak itu kerajaan menjadi makmur kembali seperti
sedia kala.
Catatan: Semua nama-nama tokoh di atas adalah fiksi. Jika ada kesamaan nama maka itu adalah kebetulan belaka.
Apakah makna kisah ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar