Rabu, 16 Desember 2015

PARA PENGEJAR MIMPI

PARA PENGEJAR MIMPI
.
Ivan Taniputera.
16 Desember 2015
.
Mimpi apa kau malam ini?
Mimpi apa kami malam ini?
Mimpi kan selalu kami kejar
Kehidupan penuh gebyar
.
Meski cuma mimpi
Tiada lain tiada bukan
Selain itu apa lagi sanggup kami?
Hanya mimpi yang teraih tangan
.
Mimpi adalah harapan
Harapan adalah kehidupan
Meski cuma sejengkal mimpi
Itulah harta pusaka kami
.
Mimpi membawa kami ke masa depan
Siapakah dapat melarang impian?
Menuju hadapan mulia bertujuan
Bermimpilah o tuan tuan
.
Bangunan bangunan menjulang awan
Kota megah tiada tertidur
Semua itulah hasil impian
Harapan mulia tiada kendur
.
Capaian besar humanisme nan agung
Tokoh-tokoh mulia umat manusia
Semuanya adalah pemimpi tiada urung
Para pengejar mimpi besar cita
.
Kawan, jangan berhenti bermimpi
Jangan harapanmu terhenti walau sehari
Meski malam belum menepi
Terbit mentari sudahlah pasti esok hari

LOBSTER BUAT KAMI

LOBSTER BUAT KAMI
.
Ivan Taniputera.

16 Desember 2015
.

Inilah kami si tuan-tuan petinggi mulia
Dari negeri antah berantah
Nun jauh di sana
Sudah pasti pundi-pundi kami harus berat
Dari mana isinya entahlah
Apa peduli kami?
Yang penting harus beranak pinak
Orang-orang mulia nan tinggi seperti kami
Makanku dan kawan-kawanku harus enak
Santap pagi siang malam harus berkelas
Ya makanku dan kawan-kawanku harus mewah
Pantang kami menyantap sarapan kelas bawah
Itu hanya buatmu
Kegemaran kami adalah lobster, lobster, dan lobster
Tak apa kau bilang kami monster
Sekali lagi apa peduli kami?
Yang penting kami makan lobster
Tiap hari kami mau makan lobster
Tapi jangan lupa kau yang bayar
Kau merasa marah
Kau merasa terhina
Mukamu merah?
Jantungmu berdebar?
Salahmu sendiri
Kenapa kau dulu pilih kami
Jadi para petinggimu

Rabu, 11 November 2015

KEPUL KEPUL

KEPUL KEPUL
.
Ivan Taniputera. 
27 Oktober 2015
.



.
Pagi kala embun masih berkumpul 
Kakek nenek tua duduk terkantuk-kantuk 
Asap berkepul-kepul 
Astaga mereka terbatuk-batuk
Sudah dari berminggu-minggu 
Bersimaharaja kabut asap 
Hilangnya ditunggu-tunggu 
Tapi selalu jawabnya A.S.A.P 
(Catatan: A.S.A.P = As Soon As Possible)
Asap bikin sesak nafas 
Dari balita sampai kakek nenek 
Dari bawah sampai atas 
Semua termehek-mehek
Membakar tiada tanggung jawab 
Asap tebal bergumpal-gumpal 
Mata para warga jadi sembab 
Kalang kabut berbual-bual
Hutan permai dibakar api 
Korban asap meratapi 
Paru-parunya serasa terbakar panas 
Kulit terasa tergesek nanas
Siapakah yang menyesali 
Siapakah yang bersalah 
Tentu sudah pasti sembunyi nyali 
Daripada ditimpa kalah.
Asap-asap sana pergi 
Kami tak mau engkau 
Jangan kau datang lagi 
Di masa datang tidak terulang lalu
 
Dipersembahkan untuk para korban asap. Mari kita berdoa agar bencana asap segera berlalu.

Selasa, 10 November 2015

PAHLAWAN ITU

PAHLAWAN ITU
Ivan Taniputera. 
10 November 2015
.


Ada banyak pahlawan 
Tapi PAHLAWAN itu 
Yang berjuang tiada pamrih 
Yang berjuang tiada embel-embel 
Berjuang tanpa ditunggangi 
Murni dari hati nurani 
Hanya demi tujuan mulia 
Memang ada banyak pahlawan 
Tapi PAHLAWAN itu 
Berjuang tiada harap pahala 
Berjuang tiada harap kedudukan 
Apalagi harta tahta wanita 
PAHLAWAN bukan hanya bersorak-sorai 
Berorasi tapi sudah basi 
Ibarat udang di balik bakso 
PAHLAWAN itu sungguh berkorban 
Tiada harap nama harum 
Apalagi hanya emas seujung jarum 
PAHLAWAN mungkin nama terlupakan sudah 
Namun darah yang tercurah 
Telah turut mengukir sejarah 
Dikekalkan oleh arus waktu 
PAHLAWAN mungkin tiada dihargai 
Tujuan mereka bukan itu akan tetapi 
Hanya demi kau dan aku 
Merasakan harkat kemanusiaan dan kemerdekaan
.
SELAMAT HARI PAHLAWAN 10 NOVEMBER 2015

Sabtu, 17 Oktober 2015

HAL TERBAIK BAGI KITA MUNGKIN JUSTRU YANG TIDAK MENYENANGKAN

HAL TERBAIK BAGI KITA MUNGKIN JUSTRU YANG TIDAK MENYENANGKAN
.
Ivan Taniputera
17 Oktober 2015
.



.
Pada kesempatan kali ini, saya akan membagikan sesuatu yang barangkali bermanfaat bagi kita semua. Artikel kali ini ditulis berdasarkan pengalaman nyata seorang sahabat yang diceritakan pada saya. Untuk melindungi privasi, maka nama-nama tidak akan disebutkan dan ceritanya sedikit diubah. Namun intisarinya tetap sama.
.
Kebanyakan di antara kita merasa kesal atau marah jika mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak kita harapkan. Tetapi apakah kita pernah menyadari bahwa hal tidak menyenangkan atau tidak diharapkan tersebut justru akan mendatangkan kebaikan pada kita?
.
Suatu kali seorang sahabat diundang menghadiri pesta pernikahan kenalannya. Sewaktu sedang duduk menikmati hidangan, tiba-tiba tiang penyangga tenda jatuh dan menimpa orang yang duduk tepat di sebelahnya hingga luka parah.
.
Sampai di sini, kita akan melakukan kilas balik terhadap peristiwa yang terjadi sebelumnya. Biasanya saat menghadiri undangan pesta, maka kawan saya akan ditemani oleh suami atau anaknya. Namun hari itu, suami sahabat saya tersebut mendapatkan tugas kantor mendadak, sehingga batal menemaninya ke pesta. Meski merasa kecewa, kini harapan beralih pada anaknya. Meskipun demikian, saat menjelang keberangkatan ke pesta tiba-tiba teman sang anak menelepon dan mengajaknya jalan-jalan ke mall. Ternyata sang anak lebih memilih pergi bersama temannya, sehingga batal menemani ibunya ke pesta.
.
Akhirnya dengan disertai perasaan sedih, marah, dan kecewa, sahabat saya berangkat sendiri ke pesta. Kini kembali ke saat pesta tersebut. Sahabat saya lantas merenungkan bahwa jika ia berangkat bersama suami atau anaknya, maka yang duduk di sampingnya dan tertimpa tiang itu kemungkinan adalah suami, anak, atau bahkan dirinya sendiri. Dengan mengalami rangkaian peristiwa tidak menyenangkan itu, justru diri dan keluarganya selamat.
.
Berdasarkan kisah di atas, marilah kita merenungkan apakah kita perlu merasa marah dan kesal berkepanjangan tatkala sesuatu tidak terjadi sesuai kehendak kita?
.
Artikel menarik lainnya mengenai ramalan, Astrologi, Fengshui, Bazi, Ziweidoushu, metafisika, dan lain-lain, silakan kunjungi:



Kamis, 08 Oktober 2015

TELAAH KRITIS TERHADAP KISAH GURU BIJAKSANA

TELAAH KRITIS TERHADAP KISAH GURU BIJAKSANA
.
Ivan Taniputera.
8 Oktober 2015
.


Saya akan melakukan telaah kritis pada kisah yang baru saja saya jumpai. Secara ringkas kisahnya adalah sebagai berikut:
.
Ada dua orang murid, sebut saja si Pandai dan si Bodoh sedang berdebat. Si Pandai mengatakan bahwa 6 x 3 adalah 18; sedangkan si Bodoh dengan yakin menyatakan bahwa 6 x 3 adalah 15. Mereka terus menerus berdebat dan bermaksud menyelesaikan perdebatan itu dengan bertanya pada guru yang mereka segani. 
.
Demikianlah si Pandai dan si Bodoh lalu berkunjung ke tempat kediaman guru. Si Pandai menyatakan bahwa jika dirinya salah maka ia bersedia menerima hukuman 5 kali pukulan dengan rotan. Si Bodoh tidak mau kalah dan menyatakan bahwa jika dirinya yang salah, maka ia bersedia dipenggal.
.
Tanpa pikir panjang, guru menjatuhkan hukuman lima kali pukulan dengan rotan pada si Pandai. Si Pandai tentu saja memprotes hal tersebut dan guru menjawab bahwa hukuman itu bukan dikarenakan jawabannya, melainkan akibat perdebatannya dengan orang bodoh yang tidak mengetahui bahwa 6 x 3 = 18. Guru menganggap bahwa perdebatan itu tidak berguna. Dengan melakukan hal itu, ia telah mendidik agar si Pandai menjadi lebih arif dan menyelamatkan nyawa si Bodoh.
.
Menurut saya kisah di atas mengandung banyak kelemahan dan sama sekali tidak dapat disebut sebagai kisah bijaksana. Guru itu sama sekali tidak bijaksana.
.
Karena kisah di atas menggunakan berhitung atau matematika sebagai analogi, dimana matematika adalah ilmu pasti, maka secara aturan konvensional 6 x 3 hanya mempunyai satu jawaban, yakni 18. Enam kali tiga berarti 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3, yang tentu saja jawabannya sekali lagi adalah 18. Jika guru itu paham matematika, maka ia tentu tahu hal tersebut. Secara konvensional 6 x 3 tidak mungkin 15. Tugas seorang guru adalah menyebarkan kebenaran, termasuk kebenaran matematika atau berhitung.
.
Menghukum murid yang memberikan jawaban benar adalah seolah-olah menyalahkan jawaban tersebut. Jadi guru itu seolah-olah mendukung jawaban yang salah. 
.
Jika si Bodoh yang merasa bangga dengan pandangan salahnya tersebut (karena dibenarkan oleh guru), lalu menyebarkan pandangannya tersebut, tentunya akan sangat berbahaya. Ia bisa saja membujuk orang lain meyakini pandangan salah itu dengan menyatakan bahwa guru bijaksana yang dihormati banyak orang saja sudah mendukungnya. Dalam sejarah banyak pandangan salah yang mengakibatkan penderitaan bagi banyak orang meraja lela, karena tidak ada orang bertindak memotong pandangan salah tersebut dari awalnya. Untungnya dalam kisah di atas yang dibicarakan adalah 6 x 3, bagaimana bila perdebatannya mengenai “membasmi orang yang beda keyakinan dengan kita adalah benar atau salah”? Bagaimana jika si Bodoh menyatakan bahwa “membasmi orang yang beda keyakinan dengan kita adalah benar” sedangkan si Pandai menyatakan hal sebaliknya”? Akankah guru masih menjatuhkan 5 kali pukulan pada si Pandai? Menurut pandangan saya, kebenaran harus tetap didukung, entah menyenangkan atau tidak menyenangkan. 
.
Bagaimana jika si Bodoh harus kehilangan kepala karena pandangan salahnya itu? Biarkan saja orang bodoh binasa karena kebodohannya sendiri. Itu adalah pilihannya sendiri. Namun guru dapat mengampuni si Bodoh dan menasihatinya agar jangan mengambil tindakan berisiko yang bodoh lagi. Dengan demikian, guru tetap mendukung kebenaran dan juga menyelamatkan nyawa si Bodoh. Dengan menyelamatkan nyawanya, si Bodoh mungkin pada lain kesempatan bisa lebih bijaksana, dan kelak namanya mungkin akan berganti menjadi si Pandai II. Ia bukan lagi si Bodoh yang dulu.
.
Namun dengan melakukan tindakan seperti itu, guru yang katanya bijaksana itu justru tidak menyelamatkan si Bodoh. Si Bodoh akan tetap hidup dalam kebodohannya. Guru itu telah bersikap apatis dan menurut saya tidak bisa dikatakan bijaksana. 
.
Sebagai tambahan, kelemahan kisah ini adalah bagaimana jika si Pandai dan si Bodoh sama-sama menghendaki hukuman dipenggal jika bersalah? Masihkah guru akan menghukum si Pandai?
.
Selanjutnya, tindakan si Pandai yang mau mempertahankan kebenaran di hadapan si Bodoh bukan dianggap sebagai tindakan yang tidak berguna. Ia mau melakukan sesuatu untuk mengoreksi pandangan salah. Kejahatan dapat merajalela karena orang baik menolak melakukan sesuatu. Kejahatan bersimaharaja karena orang baik bersikap apatis. Oscar Schindler pada masa PD II berani berkata tidak pada kekejaman dan menyelamatkan ribuan nyawa. Paul Rusesabagina berani berkata tidak pada kekejaman dan menyelamatkan nyawa kaum Hutu yang terancam pembantaian keji. 
.
Jadi upaya si Pandai itu menurut saya sudah benar dan tidak dapat dikatakan sebagai perdebatan tidak bermanfaat. Ia sudah berupaya mengoreksi ketidak-benaran dan tidak bersikap apatis. Bisa saja ia bersikap masa bodoh dan membiarkan si Bodoh dengan pandangan salahnya. Namun itu tidak dilakukannya. Lalu atas dasar apa, guru layak memberikan hukuman 5 pukulan? Jika semua orang menganut pemikiran guru tersebut, maka tidak ada orang yang akan berani mengungkapkan kebenaran. Mereka semua khawatir mendapatkan “lima pukulan dengan rotan.” Semua orang akan menjadi apatis.
.
Sebenarnya ada alternatif yang lebih bijaksana. Bisa saja ditanyakan pada si Bodoh, apakah menurutnya definisi operasi hitung “x” itu. Jikalau menurutnya, “x” adalah “kurangkan satu dan kemudian kalikan,” maka adalah benar bahwa 6 x 3 = 15. Dengan demikian, menurut si Bodoh, 6 x 3 pengertiannya adalah (6-1) lalu kalikan 3, maka hasilnya adalah 15. Meskipun ini “benar,” namun tidak sesuai dengan kelaziman. Mungkin si Bodoh punya konsep sendiri mengenai operasi hitung serta lambang-lambangnya. Jika definisinya sudah saling dipahami maka berbagai permasalahan akan jelas. Kendati demikian, si Bodoh juga seyogianya belajar operasi hitung yang lazim, yakni operasi hitung yang dianut oleh banyak orang berdasarkan perjanjian (konvensi). Kalau dia enggan menerima kelaziman, maka tentu sulit baginya hidup di tengah masyarakat (yang menganut kelaziman tersebut). Tetapi tentu saja itu adalah pilihan hidupnya sendiri.
.
Demikian kritikan saya terhadap kisah di atas, yang menurut saya tidak berisikan kebijaksanaan apa pun. Pandangan yang diwakili kisah di atas justru menjerumuskan seseorang pada apatisme. Tidak heran jika diktaktor-diktaktor bengis seperti Hitler, Stalin, Polpot bisa naik ke panggung negara, karena orang-orang baik secara tidak langsung mendukung mereka melalui berdiam diri.
.
Saya kira jika guru pada kisah di atas membaca artikel ini, bila ia benar-benar bijaksana maka tiada ia akan tersinggung sedikit pun. Oleh karenanya, jangan ada yang tersinggung membaca artikel ini. Guru bijaksana saja tidak tersinggung, lalu mengapa Anda yang tersinggung?

Minggu, 30 Agustus 2015

RASISME DI JERMAN: SUATU PERBANDINGAN

RASISME DI JERMAN: SUATU PERBANDINGAN

Ivan Taniputera
29 Agustus 2015


Belakangan ini kasus rasisme mendera negara kita. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya berniat melakukan studi banding mengenai bagaimana rasisme di Jerman. Sebenarnya ini hanya penyusunan ulang data-data yang diambil dari wikipedia saja. Oleh karena itu, para pembaca yang ingin mengetahui lebih banyak dapat melakukan pemeriksaan ulang dari buku atau literatur yang kompeten. Saya mempunyai berbagai buku tentang hal tersebut, hanya saja belum ada waktu memeriksanya. Sementara ini, sumber saya batasi dari internet saja, khususnya wikipedia. Saya mengupayakan sumber-sumber diambil dari artikel berbahasa Inggris, walaupun terkadang sumber berbahasa Jerman lebih lengkap. Mengenai film-film atau video dari youtube saya terpaksa mengambil yang berbahasa Jerman, karena menurut penilaian saya hanya itu sumber terbaik mengenai topik ini.

Begitu mendengar kata Jerman, maka yang terlintas di pikiran kita adalah sebuah negara maju yang terkenal akan teknologi permesinannya. Negara ini terkenal akan industri otomotifnya. Semua orang pasti akan langsung teringat pada Jerman, begitu melihat mobil dengan lambang lingkaran dengan bintang bersudut tiga di dalamnya. Jerman juga terkenal akan pendidikannya. Banyak orang Indonesia yang melanjutkan studi di sana. Meskipun demikian, Jerman sendiri tetap mempunyai penyakit akut yang telah berjangkit semenjak lama, yakni rasisme. Pada awalnya rasisme itu ditujukan pada orang-orang Yahudi yang menetap di Jerman. Hal ini dapatlah dipahami mengingat bahwa satu-satunya elemen yang dianggap asing waktu itu adalah orang Yahudi. Salah satu alasan yang dipakai untuk membenci kaum Yahudi adalah keagamaan, yakni mereka dianggap telah menyalibkan mesias menurut agama Kristen. Kebencian yang khusus ditujukan pada orang Yahudi itu disebut antisemitisme. Mungkin pada awalnya, sikap kebencian itu tidak bersikap rasial, karena konsep ras belum begitu berkembang pada masa itu.  Mereka mungkin tidak disukai karena dipandang sebagai "elemen" asing di tengah-tengah masyarakat Eropa, disamping penganut suatu keyakinan yang berbeda.

Sebagai tambahan, konsep tentang ras saat itu belum berkembang dan masih terpengaruh pandangan tradisional. Konsep mengenai ras yang dianut oleh orang Eropa baru berkembang setelah Abad Penjelajahan dan timbulnya kolonialisme, yakni setelah mereka menjelajahi bumi ini dan berjumpa dengan banyak bangsa (1).

Kebencian terhadap orang Yahudi selama abad pertengahan itu seringkali meledak dalam bentuk penganiayaan (pogrom). Berikut ini adalah pogrom-pogrom yang terkenal dalam sejarah.

  • Penganiayaan terhadap orang Yahudi pada era Perang Salib Pertama (1096-1349). Pembantaian dilakukan pada kaum Yahudi di Trier, Mainz, Worm, dan Koeln.
  • Saat meletusnya wabah sampar yang dikenal sebagai Maut Hitam, orang-orang Yahudi dituduh telah meracuni sumur dan banyak di antara mereka dikejar-kejar serta dibunuh. (2)

Sebagai catatan, sebenarnya penganiayaan terhadap orang Yahudi tidak hanya terjadi di Jerman saja melainkan juga di berbagai bagian Eropa lainnya, seperti Kekaisaran Rusia. Tetapi karena pembahasan kita adalah Jerman, maka cukup disebutkan saja mengenai peristiwa penganiayaan di Jerman.

Penganiayaan terhadap orang Yahudi itu berpuncak pada bangkitnya Nazi. Penganiayaan tersebut menjadi politik resmi Nazi semenjak tahun 1933. Yahudi internasional melakukan pembalasan pada tanggal 1 April 1933 dengan memboikot seluruh barang buatan Jerman. Sebagai balasannya, pemerintah Nazi mengumumkan boikot terhadap seluruh toko, dokter, dan pengacara Yahudi. Kedudukan kaum Yahudi semakin dipinggirkan di tengah masyarakat Jerman. Mereka dilarang menjadi pegawai pemerintah. (3)

Untuk menjaga kemurnian ras Jerman, maka dikeluarkanlah apa yang dinamakan Undang-undang Kemurnian Ras Nuremberg pada tanggal 15 September 1935. Undang-undang ini melarang pernikahan antara orang Yahudi dan Jerman. (4)

Penderitaan kaum Yahudi makin berpuncak dengan didirikannya kam-kam konsentrasi (Inggris: concentration camp, Jerman: Konzentrationslager). Mereka diharuskan melakukan kerja paksa dengan kondisi yang sangat mengenaskan, menjadi sasaran percobaan medis kejam oleh orang-orang seperti Mengele, dibunuh dalam kamar gas dan lain sebagainya (5).

Kita tidak akan membahas lebih jauh hal ini. Rezim Nazi dikalahkan pada tahun 1945 dan Jerman mengalami kehancuran total. Sejarah ini sudah banyak kita ketahui bersama, sehingga tidak perlu dibahas terlalu jauh. Sebagai tambahan, tidak seluruh orang Jerman menyetujui politik rasisme Nazi ini. Banyak orang Jerman yang menentang rezim Nazi dan menyelamatkan orang Yahudi. Mereka adalah pahlawan-pahlawan kemanusiaan yang berani berkata tidak pada kejahatan. Mereka antara lain adalah Oscar Schindler, Gustav Schröder, Wilm Hosenfeld, Heinz Drossel, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kita tidak bisa melakukan generalisasi bahwa semua orang Jerman adalah antisemitik.

Setelah Jerman dibangun kembali dari kehancuran pascaPerang Dunia II, rasisme belum menghilang, meskipun undang-undang Jerman melarangnya dengan tegas. Saya akan kemukakan terlebih dahulu pengalaman mahasiswa Indonesia, dimana mereka mengalami serangan oleh kaum Neonazi. Perihal tersebut dapat dibaca di:


Jadi pada masa Jerman modern, rasisme kini ditujukan pada seluruh orang asing (Ausländer), tidak peduli apakah mereka Yahudi atau bukan. Mungkin karena kini elemen-elemen asing itu bukan hanya orang Yahudi saja, maka kebencian ditujukan pada seluruh orang asing atau elemen yang mereka anggap asing.

Jerman pascaPerang Dunia II, dapat menjadi negara yang makmur dan mengundang kaum pendatang atau imigran dari luar, termasuk Indonesia. Sebagian orang Jerman terutama dari partai kanan yang menerapkan nasionalisme sempit memandang mereka sebagai ancaman bagi lapangan pekerjaan mereka. Sebagai informasi, pada era tahun 1970-an untuk meningkatkan industri mereka, orang Jerman banyak mendatangkan orang-orang Turki sebagai pekerja. Dengan demikian, jumlah orang Turki di Jerman menjadi makin signifikan. Hal ini menimbulkan gesekan dengan kaum Neonazi.

Pada tanggal 29 Mei 1993, terjadi pembakaran terhadap rumah orang Turki di Sollingen. Lima orang menjadi korban. Pemerintah Jerman melakukan penanganan serius terhadap hal ini. Para korban yang masih hidup mendapatkan santunan 270.000 DM. Presiden Jerman waktu itu  Richard von Weizsäcker menghadiri  dan berpidato dalam acara peringatan pembakaran di Sollingen tersebut. Para pelaku dijatuhi hukuman 10-15 tahun (6).

Secara umum rasisme tidak pernah hilang dari Jerman. Berikut ini adalah film menarik mengenai seorang peneliti berkebangsaan Jerman bernama Günter Wallraff yang menyamar menjadi orang kulit hitam. Ia mendapatkan penolakan dan diskriminasi saat hendak menyewa apartemen atau bergabung dengan klub pencinta anjing. Mereka tidak menyadari bahwa orang kulit hitam di hadapan mereka sebenarnya adalah orang kulit putih. Meski Anda tidak bisa berbahasa Jerman, tetapi tetap menarik menyaksikan film ini. Saksikan saja gambarnya. Pada menit-menit pertama, Anda akan melihat bahwa Günter Wallraff dirias menjadi orang kulit hitam, yang sangat jauh berbeda dengan wajah aslinya. Jadi saksikan saja film ini ini:


Meski PD II telah berlalu lebih dari 70 tahun, kebencian terhadap orang Yahudi masih saja berlangsung, sebagaimana yang dapat kita saksikan di https://www.youtube.com/watch?v=cnKXVUaQLSA. Film ini dibuka dengan pemuda-pemuda Jerman yang meneriakkan "Judenschweine" atau "Babi Yahudi." Udo Pastörs, politikus dari partai NPD (partai ekstrim kanan di Jerman) sering mengemukakan sebutan-sebutan anti Yahudi, walaupun dalam wawancara ia menyangkal sebagai antisemistik. Ia menyebut Republik Federal Jerman (Bundesrepublik) sebagai "Judenrepublik" (Republik Yahudi) dan orang-orang Turki sebagai "Samenkanonen" (meriam sperma) (7). Atas ucapannya itu, Udo Pastors harus menghadapi sidang di pengadilan dan diharuskan membayar denda.

Di Jerman, simbol-simbol Nazi lama, seperti swastika dan lain sebagainya adalah terlarang. Kendati demikian, kuburan-kuburan Yahudi  dan sinagoga masih menjadi sasaran vandalisme oleh Neonazi, yakni dengan coretan gambar swastika.

Diskriminasi di Jerman juga berlangsung dalam hal lamaran pekerjaan. Pelamar yang mempunyai prestasi dan nilai ijazah sama, tetapi mempunyai nama asing, lebih jarang dipanggil untuk wawancara. Gagasan pendirian mesjid di Jerman juga banyak mendapatkan tentangan dari kaum ekstrim kanan.

Terlepas dari masih adanya rasisme di Jerman, pemerintah di sana nampak lebih serius dalam menegakkan hukum. Mereka memandang bahwa rasisme dan kebencian terhadap orang asing sebagai noda yang memalukan. Suatu noda yang seharusnya tidak ada lagi dalam masyarakat modern yang beradab.

SUMBER:

(5) Informasi lebih jauh tentang kam konsentrasi, lihat di http://www.ushmm.org/wlc/en/article.php?ModuleId=10005144

Senin, 24 Agustus 2015

RENUNGAN HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN: KEDAULATAN BAHASA

RENUNGAN HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN: KEDAULATAN BAHASA


Ivan Taniputera
16 Agustus 2015



Besok pagi negara kita akan memasuki usianya yang ke-70. Telah banyak bahaya, tantangan, dan hambatan yang dialami negara kita dalam kurun waktu tersebut. Namun semuanya dapat diatasi dengan baik, sehingga negara kita tetap bertahan hingga saat ini. Meskipun kemerdekaan sebagai negara berdaulat telah diakui baik secara de yure maupun de facto oleh negara lain, tetapi kita masih belum terbebas dari masalah korupsi, kemiskinan, dan masalah kemasyarakatan lainnya. Bahkan fanatisme keagamaan dan kesukuan masih merupakan ancaman nyata bagi negara kita. Kendati demikian, pada renungan kali ini, saya ingin lebih banyak menitik-beratkan pada hal yang jarang dibicarakan, yakni bahasa.

Berdasarkan pasal 36 UUD 45, maka bahasa resmi negara kita adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia ini merupakan salah satu aspek yang menjadi penanda bagi kedaulatan bangsa dan negara. Sebelumnya, saya ingin menceritakan pengalaman saya selama menuntut ilmu di Jerman. Jikalau kita ingin belajar dan bekerja di Jerman, maka kita harus menguasai bahasa Jerman. Tentu saja penguasaan bahasa Jerman itu harus dibuktikan melalui sebuah ijazah.

Kini kita kembali pada topik renungan kita. Pertanyaannya adalah sudahkah kita berdaulat secara bahasa? Saya sering meyaksikan para pekerja asing atau ekspatriat di negara kita yang tidak menguasai bahasa Indonesia. Mungkin juga mereka menguasai bahasa Indonesia, tetapi penguasannya hanya pas-pasan. Ini adalah sesuatu yang memprihatinkan. Apabila mereka bekerja atau berdomisili di Indonesia dalam waktu lama (misalnya lebih dari tiga bulan), maka seyogianya mereka belajar bahasa Indonesia hingga sanggup berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa tersebut, baik lisan maupun tulisan.

Dalam mengeluarkan izin kerja bagi para pekerja atau ekspatriat asing, maka dapat ditambahkan satu kriteria lagi, yakni bukti penguasaan bahasa Indonesia. Tentu saja, pemerintah perlu segera menyusun standar penguasaan bahasa Indonesia bagi orang asing. Selanjutnya lembaga-lembaga pengajaran bahasa Indonesia (seperti Goethe Institute bagi bahasa Jerman) perlu didirikan sesuai kebutuhan. Komunikasi dengan para pekerja asing harus menggunakan bahasa Indonesia. Mereka bekerja di Indonesia, maka sudah sepantasnya mereka belajar bahasa Indonesia. Adalah tidak masuk akal, jika kita berkomunikasi dengan mereka menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia. Ini seharusnya adalah sesuatu yang wajar di semua negara. Jika saya bekerja di Jerman, maka saya tidak bisa memaksa orang Jerman berbicara dengan saya menggunakan bahasa Indonesia. Kalau saya bekerja di Jerman, maka saya harus menggunakan bahasa Jerman. Adanya keharusan bagi pekerja asing menguasai bahasa Indonesia adalah wujud penegakan kedaulatan bahasa di negara kita. Jikalau mereka tidak bersedia belajar bahasa Indonesia, maka itu adalah wujud arogansi atau kesombongan mereka.

Namun pada sisi lain, bukan berarti kita anti dengan bahasa asing. Saya sendiri menguasai beberapa bahasa. Penguasaan bahasa asing sangat perlu dalam menguasai berbagai bidang pengetahuan serta alih teknologi. Kendati demikian, kita tetap harus menjadikan bahasa Indonesia sebagai tuan di negara kita sendiri. Mari kita tegakkan kedaulatan bahasa di negara kita yang telah berusia 70 tahun ini.

Merdeka!!!

Rabu, 22 Juli 2015

MERAH PUTIH BERKIBAR DI ANGKASA JERMAN

MERAH PUTIH BERKIBAR DI ANGKASA JERMAN


Ivan Taniputera
22 Juli 2015

Pada kesempatan kali ini saya akan membagikan lagi sekelumit pengalaman saya sewaktu studi di Jerman. Ini merupakan salah satu pengalaman yang membanggakan pula, hanya saja saat ini mungkin hanya sedikit saja yang masih mengingatnya. Kisah ini akan saya buka dengan pengalaman kawan saya sesama mahasiswa Indonesia di Jerman, yang ditanya dengan nada menghina oleh dosennya, "Apakah lambang negara Anda?" Pasti bebek ya?" Kawan saya menjawab, "Oh bukan, lambang negara saya adalah burung Garuda? Anda tahu Garuda?" Sebelum dosen itu sempat menjawab, kawan saya melanjutkan lagi, "Garuda adalah burung yang jauh lebih besar dari burung elang Jerman. Bahkan elang Jerman bisa ditelan olehnya." Sebagai informasi, lambang negara Jerman adalah burung elang. Saya tidak mengetahui bagaimana kelanjutan kisah di atas, karena kawan saya tidak mengatakan lebih lanjut mengenai hal itu. Namun dari pengalaman ini, kita mengetahui bahwa ada sebagian di antara mereka yang memandang rendah pada negara kita.

Tetapi cibiran tersebut terpatahkan sewaktu negara kita dapat menjadi rekan Jerman dalam Hannover Messe (Inggris: Hanover Fair). Saya akan menceritakan sedikit pada para pembaca mengenai apakah Hannover Messe itu. Hannover Messe adalah pameran teknologi dan industri terbesar di dunia yang setiap tahun diadakan di kota Hannover, Jerman. Festival ini mulai diadakan semenjak tahun 1947. Sebagai mahasiswa jurusan teknik mesin, maka saya merasa "berkewajiban" mengunjunginya setiap tahun. Seolah-olah ini menjadi ritual rutin tahunan bagi saya. Festival atau pameran ini sungguh luar biasa besar. Jika ingin melihatnya secara lengkap, Anda memerlukan waktu kurang lebih dua atau tiga hari, dan dibagi menjadi berbagai cabang teknologi permesinan, misalnya hidrolik, pnemuatik, otomatisasi, sensor, teknik keselamatan kerja, elemen mesin, dan lain sebagainya. Saya biasanya datang untuk mengumpulkan brosur dan katalog mesin, sehingga dapat dijadikan contoh atau menambah gagasan dalam merancang mesin. Kita dapat menyaksikan mesin-mesin dengan teknologi termaju pada saat itu. Sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap tahun, Hannover Messe akan memilih suatu negara sebagai rekan (partner). Tentu saja yang dipilih sebagai partner adalah negara yang dipandang maju atau mempunyai pertumbuhan yang baik. Juga yang dapat menjadi rekan kerja sama saling menguntungkan dengan Jerman.

Lalu apakah yang membanggakan? Negara kita ternyata pernah terpilih sebagai rekan Jerman dalam Hannover Messe. Saya sudah mencoba googling hal ini tetapi tidak menemukannya. Jadi saya anggap bahwa sudah jarang orang yang mengingatnya. Negara kita menjadi negara rekan Hannover Messe pada tahun 1995 atau 1996. Tahun pastinya saya tidak ingat. Dengan mempertimbangkan bahwa saya pulang ke tanah air pada tahun 1997, dan peristiwa itu terjadi tidak lama sebelumnya, maka saya memperkirakannya tahun 1995 atau 1996. Jadi kurang lebih sudah 20 tahun lalu, yakni sebelum negara kita dilanda krisis moneter. Negara kita dipandang telah siap menjalani tahap tinggal landas menuju negara industri. Sebagai negara rekan Hannover Messe, maka saat berlangsungnya festival tersebut, kita melihat bendera merah putih berdampingan dengan bendera Jerman. Tidak dapat terlukiskan kebanggaan saat menyaksikannya.

Ternyata prestasi yang membanggakan negara kita selama saya masih studi di Jerman bukan hanya itu saja. Indonesia juga pernah menjadi rekan dalam festival dirgantara di Berlin. Dalam bahasa Jerman festival dirgantara ini dikenal sebagai Internationale Luft- und Raumfahrtausstellung (ILA), jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Pameran Dirgantara dan Antariksa International. Pameran atau festival ini diadakan semenjak tahun 1909 dan bertempat di kota Berlin. Ia dianggap sebagai salah satu pameran dirgantara tertua dan terbesar di dunia. Yang membanggakan adalah negara kita pada tahun 1995 atau 1996 juga pernah menjadi negara rekan bagi festival tersebut. Negara kita memamerkan pesawat hasil produksi IPTN. Oleh karena itu, Indonesia dianggap sebagai salah satu negara yang menguasai teknologi penerbangan. Kita juga melihat merah putih berkibar di sana. Selain itu, saya berkesempatan menyaksikan Bapak Habibie dari dekat.

Berdasarkan pengalaman di atas, kita dapat menyaksikan bahwa negara kita sebenarnya sudah siap tinggal landas pada saat itu. Negara kita mempunyai teknologi yang mumpuni sebagai bekal memasuki era bangsa teknologi. Tetapi sayangnya tidak lama setelah saya kembali ke tanah air, krisis moneter mendera negara kita. Kita tidak tahu apakah setelah hampir lewat 20 tahun ini, kita sudah dapat dikatakan pulih atau belum. Tetapi yang saya tahu adalah "kita pernah bisa dan pasti akan bisa lagi di masa mendatang."

Rabu, 17 Juni 2015

AKU TAHU AKU TAHU

AKU TAHU AKU TAHU

Ivan Taniputera.
16 Juni 2015

Aku tahu apa?
Apa aku tahu?
Tahu apa aku?
Apa-apa aku tahu

Aku tahu aku tahu

SENANDUNG KEBEBASAN

SENANDUNG KEBEBASAN

Ivan Taniputera.
15 Juni 2015


Ketika para manusia itu bergerak
Seiring dengan nafas kebebasan
Menentang tirani pengganyang asa
Penguasa nun duduk di tahta permata
Membelalak murka penuh amarah
Menghentak kaki menggentar alam
Punggawa menghadang arus nurani
Peluru beterbangan menyambar jiwa
Tubuh-tubuh terkapar
Tidak bergerak
Darah menggenang merah merana
Namun nafas kebebasan tiada sirna
Sosok sosok di belakang terus maju
Menyuarakan hati rakyat menderita
Tertindas terus bungkam
Ketika arus deras kebenaran
Tiada kuasa lagi dibendung
Meledak membucah menguak kelaliman
Berarak-arak mengelu-elukan para pahlawan
Mendahului menuju alam keagungan
Jauh dari gentar jauh dari takut
Penguasa durhaka coba bertahan
Tapi banjir air kebenaran
Siapa sanggup menahannya
Batu penghalang bergulir sudah
Raja lalim terguling musnah
Namun perjuangan belum usai
Antek jahat masih bercokol
Mereka masih mendongkol
Melawan kelaliman kapan pernah usai?

Sabtu, 06 Juni 2015

MENJADI PEJABAT: SEBUAH RENUNGAN

MENJADI PEJABAT: SEBUAH RENUNGAN

Ivan Taniputera
6 Juni 2015



Ada banyak orang yang bercita-cita menjadi pejabat. Apabila kita renungkan menjadi pejabat memang merupakan sesuatu yang sangat mulia. Pejabat adalah orang-orang yang bekerja demi kesejahteraan orang lain. Pejabat adalah abdi bagi orang lain. Tidakkah berkarya demi kesejahteraan orang lain dan mengabdi sesama adalah sesuatu yang mulia? Tentunya tidak akan ada orang yang menganggap bahwa hal tersebut bukan tindakan mulia. Apakah yang lebih mulia dibandingkan berkarya demi orang lain?

Kini pandangan kita layangkan pada seorang pejabat  di negeri antah berantah yang sebelumnya terkenal jujur dan tulus. Banyak orang mengelu-elukan Beliau sebagai pejabat yang bekerja dengan sungguh-sungguh demi rakyat. Bahkan Beliau pernah digadang-gadang hendak diangkat sebagai raja baru di negeri antah berantah. Tetapi tiba-tiba rakyat negeri antah-berantah dikejutkan bahwa pejabat tersebut dinyatakan sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Berita itu bagaikan petir yang menyambar di siang bolong nan cerah. Tentu sang pejabat belum tentu bersalah. Kelak pengadilan yang akan membuktikan apakah Beliau bersalah atau tidak. Apakah ada konspirasi? Entahlah. Pun bukan tujuan artikel ini memperlihatkan bahwa ia bersalah atau tidak. Tujuan artikel ini adalah membangkitkan renungan kita.

Jikalau kira renungkan lebih jauh, meski menjadi pejabat itu sangat mulia, tetapi kedua kaki mereka masing-masing menginjak pintu gerbang surga dan satu lagi pintu gerbang neraka. Bagaimana bisa? Seorang pejabat akan menghadapi ribuan godaan, yang tak lain dan tak bukan adalah harta, kekuasaan, dan wanita. Seorang mungkin mengawali dengan setumpuk idealisme dan cita-cita mulia, namun siapakah yang tahan menyaksikan segepok uang? Sanggupkah seseorang menahan godaan dan tidak menggadaikan idealisme dan cita-cita mulianya tersebut. Mungkin hanya sedikit saja yang bertahan sampai akhir dan sanggup melangkah memasuki gerbang surga. Tetapi berapa banyak yang kehilangan cita-cita mulianya dan terjerumus ke dalam gerbang neraka? Marilah kita renungkan.

Seorang pejabat ibaratnya adalah sebatang pohon yang berada di puncak gunung. Terpaan angin godaan sungguh dashyat. Dapatkah pohon itu tetap bertahan kokoh dengan akar-akarnya. 

Kita tidak perlu menghujat, menghina, atau memaki orang lain. Jikalau berada di kedudukan atau keadaan yang sama, belum tentu juga kita dapat bertahan. Kita hendaknya justru merasa kasihan. Mereka ibaratnya adalah orang yang tersandung dan jatuh. Orang yang tersandung dan jatuh apakah harus kita hina dan maki-maki? 

Jangan sampai cita-cita mulia itu justru menyeret seseorang ke dalam neraka. Apabila kita ingin mengabdi pada sesama, maka tidak harus sebagai pejabat. Masih banyak lahan pengabdian lain, termasuk menulis dan berbagi pengalaman serta pengetahuan kita pada sesama. 



Setelah membaca artikel renungan ini, masihkah Anda ingin menjadi pejabat? 

Kamis, 04 Juni 2015

KIDUNG BULAN PURNAMA

KIDUNG BULAN PURNAMA

4 Juni 2015
Ivan Taniputera

Malam ini kembali dikau datang
Penghias setelah petang menjelang
Pelita pencurah harapan bagi semua
Menghalau Iblis Kegelapan Semesta

Bulat sempurna tanpa cela
Tersenyum curahkan cahaya mulia
Tiga puluh hari sekali
Di awan-awan engkau menari

Cahayamu indah lembut
Tidak menyilaukan
Marilah kita semua sambut
Hadirnya setiap empat pekan

Katak-katak menyambut dikau
Semua hewan air bergirang riang
Berlompat-lompatan terpukau
kesana kemari berenang-renang

Kebajikannya sungguh banyak
Menemani manusia dalam tidurnya
Membuai manusia terlelap nyenyak
Membimbing agar tak terantuk kakinya

Engkau membantu pasang surut samudera
Hingga kehidupan selalu langgeng
Tanpamu terganggu sudah siklus dunia
Semua makhluk berlarian bingung

Bulan purnama bulan purnama
Kehadirannya kita nantikan selalu
Pemantul cahaya surya
Terbaik sebagai penanda waktu

Bulan purnama bulan purnama
Apakah yang keindahannya sebanding denganmu
Dengan untaian bait berirama
Kami nantikan hadirmu

Untuk para sahabatku selamat menikmati keindahan bulan purnama.

ILMU KEBERUNTUNGAN: MENGHARAPKAN YANG BURUK PADA ORANG LAIN SAMA DENGAN MENGHARAPKAN YANG BURUK PADA DIRI SENDIRI

ILMU KEBERUNTUNGAN: MENGHARAPKAN YANG BURUK PADA ORANG LAIN SAMA DENGAN MENGHARAPKAN YANG BURUK PADA DIRI SENDIRI

Ivan Taniputera
4 Juni 2015

Salah seorang teman berkonsultasi pada saya mengenai usaha tokonya yang sepi. Selama mengenal teman ini, saya mengetahui bahwa ia gemar memaki-maki atau mengata-ngatai pelanggan beserta orang yang kurang disukainya. Ia mengharapkan sesuatu yang buruk menimpa mereka. 
Oleh karenanya, pada kesempatan kali ini, marilah kita merenungkan apa dampak yang mungkin terjadi jika kita mengharapkan sesuatu yang buruk pada orang lain, dalam hal ini pelanggan atau rekan bisnis kita. 

Pertama-tama, seorang pengusaha atau pebisnis tidak akan bisa bertahan jika tidak ada pelanggannya. Seorang pengusaha memerlukan rekan bisnis agar dapat bertahan. Jika tidak ada rekan bisnis dari mana ia akan mendapatkan barang-barang yang dijualnya? Setiap orang saling membutuhkan satu sama lain. Ini adalah fakta yang tidak dapat dipungkiri. Barangsiapa yang hendak memungkiri fakta ini, maka ia harus menghasilkan segala sesuatunya seorang diri; dari hulu ke hilir. Apakah ada yang sanggup?

Kedua, setiap pelanggan adalah potensial. Entah pelanggan itu disukai atau tidak, semuanya berpotensi memberikan keuntungan pada kita. 

Dengan demikian, bijaksanakah jika seorang pedagang atau pemilik toko mengharapkan yang buruk menimpa para pelanggannya, entah pelanggan disukai atau tidak? Mari kita renungkan sebagai berikut, seandainya harapan buruk orang tersebut pada langganan-langganannya terlaksana, dan mereka sungguh-sungguh menjadi bangkrut, bukankah pelanggan-pelanggannya akan hilang atau berkurang? Jika pelanggan-pelanggannya hilang atau berkurang bukankah bisnisnya sendiri akan merosot? Jika bisnisnya merosot, bukankah itu berarti bahwa kebangkrutan sudah berada di pintu gerbangnya sendiri? Dengan demikian, nampak nyata bahwa mengharapkan sesuatu yang buruk pada orang lain, sama denga mengharapkan yang buruk pada diri sendiri. Jadi mengharapkan sesuatu yang buruk pada orang lain adalah tidak bijaksana.

Seorang pelanggan hendaknya mengharapkan sesuatu yang baik pada semua orang. Jika semua orang hidup makmur, bukankah daya beli mereka akan meningkat. Dengan demikian, mereka berpeluang membeli semakin banyak di tokonya. Jika semakin banyak orang berbelanja di tokonya, bukankah ia akan bertambah makmur. Mengharapkan kesejahteraan pihak lain adalah berarti mengharapkan kesejahteraan bagi diri sendiri. 

Selanjutnya, secara logis, jika harapan buruk bagi orang lain, akan menghadirkan emosi-emosi negatif dalam pikiran dan batin kita. Dengan demikian, kemampuan kita dalam bekerja menjadi berkurang. Kita tidak akan sanggup lagi membaca peluang-peluang baik bisnis kita. Kita berpeluang mengambil keputusan-keputusan bisnis yang salah. Terlebih lagi, wajah akan menjadi tidak menyenangkan. Jika begitu, apakah orang senang berbisnis dengan kita? 

Menurut metafisika China, keberuntungan manusia itu bergantung pada tiga faktor, yakni Langit, Bumi, dan Manusia. Faktor Langit adalah nasib dibaca berdasarkan gerakan bintang-bintang (ilmu nasib atau astrologi). Berdasarkan ilmu pengetahuan modern, ini menyangkut faktor cuaca, iklim, keadaan ideologi-politik-ekonomi suatu negara, dan lain sebagainya. Faktor Bumi ini misalnya adalah Fengshui. Berdasarkan kacamata modern, mungkin mengacu pada strategis dan tidaknya suatu lokasi. Mudah dicapai atau tidak. Faktor manusia mengacu pada diri manusia itu sendiri, misalnya bagaimana ia berusaha, berpandangan, dan bersikap. 

Banyak orang hanya menitik-beratkan pada faktor Langit dan Bumi saja, tetapi lupa pada faktor Manusia. Padahal tidak jarang, faktor Manusia dapat menghapuskan keunggulan yang berasal dari kedua faktor lainnya. Sebagai contoh, seseorang hidup pada zaman perekonomian sedang baik dan mempunyai toko atau tempat usaha yang paling strategis di sebuah kota sangat ramai. Namun jika ia lebih suka bermalas-malasan dan jarang membuka tokonya, menurut Anda apakah ia akan menjadi pengusaha sukses? Jadi jangan lupa, faktor Manusia bagaimana pun juga amat sangat penting dan jangan dilupakan. Perhitungan Fengshui sehebat apa pun tidak akan bermanfaat bagi orang malas atau berkepribadian buruk. Termasuk gemar mengharapkan sesuatu yang buruk bagi orang lain. Semua faktor harus kita perhatikan dengan baik. 


ORANG YANG SERING MENDOAKAN ORANG LAIN MURAH REJEKI, MAKA DIRINYA PUN AKAN MURAH REJEKI. 

Semoga bermanfaat.



Artikel menarik lainnya mengenai ramalan, Astrologi, petuah keberuntungan, Fengshui, Bazi, Ziweidoushu, dan metafisika, silakan kunjungi:



Senin, 01 Juni 2015

SENANDUNG RINDU MASA LALU

SENANDUNG RINDU MASA LALU

Ivan Taniputera
1 Juni 2015


Kuberselancar di atas gelombang pasang surut waktu
Menatap batu cadas ribuan tahun
Menjulang menatap awan
Diterpa sinar mentari sepanjang zaman
Manusia datang dan pergi
Dari generasi demi generasi
Membangun dan meruntuhkan peradaban
Ditelan oleh keterlupaan
Pada tahta kosong para kaisar kumelayangkan pandang
Mereka telah pergi dan tak kembali
Reruntuhan istana para raja memanggil-manggil tuannya
Reruntuhan kuil-kuil menatap kesunyian
Tangisan kota-kota tua terbengkalai
Memekik dengan sedih
Ke mana mereka yang dulu ramai di sini?
Memanggil meratapi yang telah meninggalkan mereka
Barisan para pembangun tamadun
Nan melangkah  pasti menuju masa silam
Denting-denting musik melantunkan lagu-lagu lama
Terkenang masa-masa lalu
Penghias helaian buku sejarah
Prajurit-prajurit memasuki gerbang terlupakan
Hanya jejak-jejak samar tersisa
Yang segera terhapus oleh jejak-jejak berikutnya
Semenjak keabadian

Jumat, 29 Mei 2015

LEMBARAN KERTAS ITU

LEMBARAN KERTAS ITU

Ivan Taniputera.
29 Mei 2015


Kumasukkan lembaran-lembaran kertas itu
Ke sakuku
Kuterima sebagai hasil kerjaku
Hanya helai-helai kertas memang adanya begitu
Tapi kau bisa tukarkannya
Dengan makanan, pakaian, dan apa saja
Pemenuh kebutuhan manusia
Bahkan lembaran-lembaran kertas itu
Membeli keadilan juga mampu
Kalau kau punya berhelai-helai
Orang tunduk hormat padamu
Tidak peduli kau bermoral apa tidak
Lambaikan dan sebarkan saja kertas-kertas itu
Orang kan jilati kakimu
Sembah rubuh di hadapanmu
Ya hanya kertas-kertas yang kadang lusuh bau
Tapi dialah penguasa dunia fana ini
Bahkan konon dengannya kau bisa dapatkan cinta
Bahkan konon dengannya kau bisa dapatkan mahligai emas permata
Bahkan konon dengannya kau bisa dapatkan dunia
Orang menyabung nyawa mendapatkannya
Orang saling berebut mengumpulkan helai-helai kertas tersebut
Tendang menendang
Pukul memukul
Bahkan rela membunuh agar kertas-kertas itu masuk ke sakunya
Ya dia memang hanya helaian-helaian kertas
Dan orang menyebutnya UANG.

Selasa, 26 Mei 2015

NERAKA ITU

NERAKA ITU

25 Mei 2015
Ivan Taniputera.



Jangan kira neraka itu tidak ada

Neraka itu pernah bernama
Treblinka
Auschwitz
Sobibor
Sachsenhausen
Buchenwald
Rwanda

Tetapi neraka juga pernah bernama
Palestina
Gaza
Sabra dan Shatila
Armenia
Vietnam
Kamboja
Gulag Siberia
Korea Utara

Dan masih banyak lagi lainnya

Ya neraka memang punya banyak nama
Yang terlalu panjang tuk disebutkan semua
Menyebut satu persatu mustahil adanya
Membentang dari sepanjang masa
Neraka selalu berganti nama
Tetapi api kebencian itulah nyalanya
Hati iblis itulah penyiksanya
Ah neraka selalu berganti nama

Untuk mengenang seluruh korban pembantaian dan genosida.
Damailah duniaku.

Senin, 25 Mei 2015

SUMUR TUA KOTA LAMA, SEKELUMIT PENINGGALAN SEJARAH DARI SEMARANG

SUMUR TUA KOTA LAMA, SEKELUMIT PENINGGALAN SEJARAH DARI SEMARANG

Ivan Taniputera.
24 Mei 2015




Ini sekelumit peninggalan sejarah dari Semarang. Sumur tua ini terletak di kawasan Kota Tua, Semarang. Konon menurut penuturan warga sekitar sudah ada semenjak zaman Belanda. Disebutkan pula bahwa sumur ini tidak pernah kering, meski sudah disedot airnya untuk mobil pemadam kebakaran.

Sabtu, 23 Mei 2015

LAGI-LAGI ADA YANG PALSU

LAGI-LAGI ADA YANG PALSU


Ivan Taniputera.
23 Mei 2015





Kejamnya dikau
Kau palsukan berasku
Kau racuni diriku
Membunuh pelan-pelan
Sadis tiada kata lain
Kau campurkan plastik beracun
Kau bahayakan sesamamu
Tiadakah sedikit rasa iba dalam hati bersemu?
Mencelakakan sesama tanpa galau?
Ah sungguh tercengang ku mengetahuinya
Entah apa tujuanmu
Memakan beras palsu orang meregang nyawa
Oh Pak Presiden!
Oh Pak dan Bu Menteri!
Oh Pak dan Bu Gubernur!
Oh Pak dan Bu Polisi!
Dan semua yang berwenang
Mohon kejarlah pelakunya
Selidiki sampai tuntas
Sampai akar-akarnya perlu diberantas
Hingga kita terbebas dari beras palsu yang laknat
Keresahan sungguh penat.

SUARA-SUARA DARI PADANG KESUNYIAN

SUARA-SUARA DARI PADANG KESUNYIAN

Ivan Taniputera
23 Mei 2015

Alunan senyap sepi
Menari-nari di atas padang tanpa kata
Tiada jeda menjaring angin sunyi
Menerpa sukma menepis makna
Menghinggapi irama sari
Daun-daun turut meluruh nirkala
Bisik-bisik dari relung sanubari
Tak terucap berupa getar suara
Terus bergaung dalam lembah sunyi
Bergulung-gulung di atas padang semesta
Kapankan kesunyian itu pergi?
Ke manakah ia hendak beranjang sana?
Apakah hal itu engkau mengetahui?

Sabtu, 09 Mei 2015

JAM ITU TERUS BERPUTAR

JAM ITU TERUS BERPUTAR


Ivan Taniputera
9 Mei 2015




Jam terus berputar
Seiring kehidupan berdenyar
Urusan lama sebentar
Berjalan tanpa ingkar

Jam irama kehidupan semesta
Berdetik penuh ritma
Membagi waktu tanpa jeda
Detik menit jam itulah dia

Waktu itu dibagi-bagi
Dipotong tanpa kompromi
Menjadi satuan satuan semu lagi
Sungguh rupakan alienasi

Sesungguhnya wahai kawan
Waktu itu bagai air beraliran
Tiada dapat ia dicencang-cencang
Tidak terputus melaju kencang

Pembagian waktu cuma ilusi
Waktu sekarang dan tadi
Sebenarnya adalah satu inti
Aliran waktu nan abadi

Sekarang mendatang dan tadi
Adalah tunggal batang diri
Satu tubuh waktu tanpa henti
Mengapa engkau bingung sendiri?

Selamat mengisi waktu dengan baik wahai para sobatku.