MEMILIH PEMIMPIN LAMA DAN BARU DI SEBUAH NEGERI ANTAH BERANTAH.
.
Ivan Taniputera.
6 Mei 2018.
.
CATATAN: Kisah ini adalah sepenuhnya fiksi. Kemiripan nama dan jalan cerita hanyalah sepenuhnya kebetulan.
.
Dalam
perjalanan saya mengunjungi sebuah negeri antah berantah tibalah saya
di sebuah kota kecil. Karena hari telah menjelang senja singgahlah saya
di sebuah kedai kopi. Saya juga hendak menanyakan di mana saya dapat
bermalam di kota kecil tersebut sebelum meneruskan perjalanan menikmati
keindahan hutan Amazonias keesokan harinya. Segera saya mencari meja
yang kosong, karena sore itu kedai cukup penuh. Kebetulan saya
mendapatkan meja kosong di dekat tiga orang yang sedang menikmati kopi
pesanannya. Dua orang usianya masih agak muda; sedangkan satu lagi
sudah lanjut usia dan mengenakan kaca mata. Karena jarak yang berdekatan
saya dapat mendengar obrolan mereka dengan baik. Belakangan saya
mengetahui bahwa kedua orang muda itu masing-masing bernama Sanchez dan
Ramirez. Sementara orang tua itu mereka panggil Pak Tua Bijaksana.
.
Saya
juga baru mengetahui bahwa tahun depan negeri itu akan memilih
pemimpin baru mereka. Di Negeri Antah Berantah itu pemilihan pemimpin
dilakukan setiap beberapa tahun sekali dan kebetulan tahun depan memang
merupakan saat diselenggarakannya ajang pemilihan pemimpin baru. Seorang
pemimpin yang sudah atau sedang menjabat dapat dipilih kembali.
Demikianlah yang saya baca dari buku petunjuk wisata Negeri Antah
Berantah.
.
Orang
yang pada akhirnya saya ketahui bernama Sanchez memulai pembicaraan,
“Pokoknya tahun depan pemimpinnya harus yang sekarang menjabat!”
.
Orang
muda satunya yang dipanggil Ramirez nampak tidak mau kalah. Ia berkata,
“Pokoknya tahun depan pemimpinnya harus yang baru!.”
.
Sanchez: “Yang lama!!!”
Ramirez: “Yang baru!!!”
.
Hampir
saja mereka saling menggebrak meja. Dari percakapan mereka nampak jelas
bahwa Sanchez merupakan pedukung pemimpin lama. Sebaliknya Ramirez
menginginkan pemimpin baru. Saya kemudian mengetahui bahwa pemimpin
lama, tahun depan hampir dipastikan akan mencalonkan diri kembali.
.
Tiba-tiba
bapak tua yang menyertai mereka dan dari tadi diam saja berdehem dan
mulai berbicara, “Bukankah tujuan kita kemari adalah menikmati lezatnya
kopi kedai ini dan sejuknya udara sore? Apakah tujuan kita kemari untuk
bertengkar?”
.
Sanchez dan Ramirez serentak berkata, “Bagaimana pendapat Pak Tua Bijaksana?”
.
Bapak
tua yang dipanggil Pak Tua Bijaksana itu menjawab, “Bagaimanapun juga
kita saat ini belum mengetahui siapakah saingan pemimpin lama yang
hendak mencalonkan diri kembali tersebut. Apakah kalian sudah mengetahui
siapakah calon pemimpin lainnya?”
.
Sanchez dan Ramirez menggelengkan kepalanya.
.
Pak
Tua Bijaksana melanjutkan, “Kalau begitu untuk apa kalian bertengkar?
Masih terlalu dini untuk menyatakan pilihan kalian. Jika apa saja yang
dapat dipilih belum diketahui secara pasti, untuk apa kalian bersitegang
masalah pilihan? Bukanlah itu berarti kalian meributkan sesuatu yang
belum jelas? Apalagi sampai merusak suasana minum kopi yang menyenangkan
ini.”
.
Mereka
bertiga kemudian menghirup kopi masing-masing yang masih sedikit
mengepulkan asap. Para pengunjung lain tidak mempedulikan percakapan
mereka bertiga.
.
Pak
Tua Bijaksana melanjutkan kembali perkataannya, “Aku akan memberikan
sebuah analogi. Misalkan aku akan memberikan hadiah pada kalian tahun
depan. Pilihan hadiahnya ada dua, namun salah satu akan kukatakan
sekarang; yakni mobil. Sedangkan satu lagi belum mau kukatakan sekarang.
Aku baru mau mengatakannya tahun depan saat ajang pemberian hadiah
dibuka. Kalian belum mengetahui pilihan hadiahnya yang satu lagi. Lalu
ada orang yang berkata bahwa ia mau mobil saja. Yang lain berkata bahwa
ia tidak mau mobil. Nah, kemungkinannya ada dua. Bila ternyata hadiahnya
yang satu adalah pesawat terbang, maka yang pertama akan kecewa.
Ternyata ada hadiah yang jauh lebih baik, yakni pesawat terbang; padahal
ia sudah memilih mobil. Namun jika ternyata hadiahnya yang satu adalah
sepeda, maka orang kedua akan kecewa, karena ia sudah menolak mobil;
sehingga harus menerima pilihan hadiah yang jauh lebih buruk. Tentunya
dengan asumsi bahwa mereka masing-masing tidak boleh menjilat ludahnya
sendiri.
.
Bapak
tua itu berhenti sebentar untuk membetulkan letak kaca matanya dan
menghirup kopi di cangkirnya. Kopi itu tentunya sudah agak dingin.
.
Ia
melanjutkan lagi ucapannya, “Begitu pula dengan memilih pemimpin baru.
Kita juga belum tahu apakah pada tahun depan ada calon lain yang lebih
baik atau tidak. Terlalu dini untuk membicarakan hal tersebut. Aku
sendiri netral. Jika ada calon yang sanggup membuktikan dirinya lebih
baik, mengapa aku tidak memilihnya? Kita harus memilih pemimpin terbaik
bagi Negeri Antah Berantah yang kita cintai ini. Bukankah demikian, Nak
Sanchez dan Ramirez?”
.
Sanchez dan Ramirez mengangguk setuju.
.
Pak
Tua Bijaksana berkata lagi, “Dari pada bertengkar, lebih baik
masing-masing pihak berupaya memunculkan calon terbaiknya, khususnya
yang menginginkan pergantian pemimpin tahun depan. Lebih baik munculkan
konsep-konsep apa yang hendak mereka wujudkan bila terpilih kelak.
Pemimpin lama lebih baik melakukan penilaian terhadap apa yang telah
dikerjakan selama masa pemerintahannya. Coba ciptakan program-program
yang lebih baik lagi. Apa yang keliru dan kurang baik hendaknya
diperbaiki di masa mendatang. Seorang pemimpin tidaklah luput dari
kesalahan dan kekurangan, tetapi pemimpin yang baik bersedia mengakui
kesalahannya, meminta maaf, serta memperbaikinya di masa mendatang.
Dengan demikian, masing-masing calon dapat saling beradu konsep.
Sementara itu, para pendukung masing-masing calon juga jangan saling
bertengkar apalagi bermusuhan. Tiap orang bebas menentukan pilihannya
masing-masing. Mari kita pilih pemimpin yang terbaik. Tidak perlu
terpaku pada satu sosok, melainkan pada program dan konsepnya bagi
negara kita.
.
Mereka kemudian menghabiskan sisa kopi yang ada di cangkir masing-masing.
.
Pak
Tua Bijaksana berkata, “Tak terasa sekarang sudah hampir gelap. Jam
telah menunjukkan pukul tujuh malam. Aku hendak pulang dulu ke rumahku.”
.
Sanchez
dan Ramirez juga hendak pulang ke rumah mereka masing-masing.
Demikianlah, mereka bertiga beranjak meninggalkan meja dan menuju kasir.
.
Saya
tiba-tiba teringat mengenai rumah penginapan yang saya perlukan malam
itu. Saya juga bangkit berdiri ke meja kasir untuk membayar dan
menanyakan letak rumah penginapan terdekat. Besok saya masih harus
melanjutkan perjalanan saya. Demikianlah, sedikit pengalaman saya di
kedai kopi Negeri Antah Berantah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar