Rabu, 15 September 2010

Perbandingan bahasa Inggris dan bahasa Jerman

Perbandingan bahasa Inggris dan bahasa Jerman


Ivan Taniputera
15 September 2010

Juga dimuat di ivantaniputera.blogspot.com. Silakan kunjungi blog ini.

Kali ini kita akan membahas perbandingan antara bahasa Inggris dan Jerman. Tentu saja ada banyak sekali perbedaan antara bahasa Inggris dan Jerman, tetapi kita akan mengulas yang pokok-pokok saja. Perbedaan menarik adalah adanya kata ganti Sie, selaku kata ganti orang kedua tunggal kehormatan. Padanannya tidak ada dalam bahasa Inggris, dan biasanya ditulis dengan kata You (Y dalam huruf besar). Mungkinkah penggunaan kata Sie ini merupakan sisa-sisa budaya feodal di Jerman. Meskipun demikian dalam bahasa Inggris kuno ada juga kata “thou” yang mencerminkan nuansa kehormatan.

Perbandingan selengkapnya kata ganti orang dalam bahasa Inggris dan Jerman adalah sebagai berikut:

Inggris Jerman

I             ich
You        du
He          er
She        sie
It           es
We       wir
They      sie
-           Sie

Yang sering luput dari perhatian kita, kata ganti “it” itu tidak identik dengan “es” dalam bahasa Jerman. Kata ganti “es” hanya menggantikan benda-benda yang berartikel “neutral” (netral). Sebagaimana yang kita ketahui bahasa Jerman membedakan jenis kelamin benda; misalnya Apfel (apel) dianggap maskulin (artikelnya “der”), Katze (kucing) dianggap feminism (artikelnya “die”), dan Auto (mobil) dianggap netral (artikelnya “das”). Jadi sebagai pengganti bagi Katze tidaklah dipakai “es” melainkan “sie.” Terlepas dari kucing itu jantan atau betina.

Perbedaan menarik lainnya adalah bahasa Jerman tidak memiliki perbedaan signifikan antara bentuk waktu lampau (Vergangenheit) dengan bentuk waktu “sempurna” (Perfektum). Jadi kita boleh mengatakan: “Ich brachte dem Kind ein Buch” atau “Ich habe dem Kind ein Buch gebracht.” Keduanya tidak memiliki makna yang begitu berbeda. Sebaliknya dalam bahasa Inggris, Past Tense (waktu lampau) dan Perfect Tense (waktu sempurna) tidak dapat dipertukarkan. Perhatikan contoh berikut ini.

I brought the child a book yesterday. (Past Tense)

dan

I have brought the child a book. (Present Perfect Tense)

Apakah bedanya? Past Tense atau Simpe Past Tense memerlukan keterangan waktu (dalam hal ini adalah “yesterday”). Sedangkan Perfect Tense tak merlukan keterangan waktu. Yang dipentingkan adalah bahwa pekerjaan itu “sudah” dilakukan. Waktunya kapan tidaklah dipentingkan.

Demikian sedikit uraian singkat ini semoga dapat menyegarkan ingatan kita terhadap bahasa Jerman mapun Inggris.

Selasa, 07 September 2010

Sekelumit Kelebihan beserta Kekurangan bahasa Indonesia dan Inggris

Sekelumit Kelebihan beserta Kekurangan bahasa Indonesia dan Inggris



Ivan Taniputera
6 September 2010

Juga dimuat di ivantaniputera.blogspot. Silakan kunjungi blog tersebut untuk artikel-artikel lainnya.

Berikut ini kita akan mengulas sedikit kelebihan dan kekurangan bahasa Indonesia atau Inggris. Hal ini diperlukan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia penerjemahan.

Bahasa Inggris tidak memiliki kata khusus yang sepadan dengan "kalian" dalam bahasa Indonesia. Kata Inggris bagi kalian adalah "you" yang juga berarti "kamu." Jadi "you" berarti "kamu" dan "kalian." Karenanya tanpa melihat terlebih dahulu konteks kalimat atau pembicaraannya, kita tidak akan tahu apakah pihak yang diajak bicara tunggal (kamu) atau jamak (kalian). Berbeda dengan bahasa Indonesia, artinya langsung jelas apakah yang diajak bicara seorang saja atau banyak orang.

Lebih jauh lagi, dalam menyapa lawan bicara kita (dalam artian orang kedua tunggal), bahasa Indonesia lebih kaya dengan adanya kata-kata "kamu," "Anda," dan "engkau" (kau). Sementara itu, bahasa Inggris hanya punya "you." Jadi bahasa Inggris tidak memiliki panggilan kehormatan khusus bagi lawan bicara, sebagaimana halnya "Anda" dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Inggris tidak membedakan antara "kita" dan "kami." Semuanya diterjemahkan sebagai "we" dalam bahasa Inggris. Padahal "kita" dan "kami" ini memiliki makna yang sangat berbeda. "Kita" berarti yang diajak bicara masuk dalam kelompok. "Kami" berarti yang diajak bicara tidak masuk ke dalam kelompok. Sebagai contoh perhatikan kalimat berikut: "Anton! Kami mau pergi ke pantai, apakah engkau mau ikut?" Jelas sekali, Anton pada mulanya tidak termasuk dalam kelompok yang hendak pergi ke pantai. Oleh karenanya, ia ditanya apakah mau ikut. Bila Anton ikut, maka salah satu kemungkinan dialog berikutnya adalah: "Ton, besok kita berangkat pagi-pagi ya." Ini menandakan bahwa Anton kini termasuk dalam kelompok yang hendak pergi ke pantai.

Bahasa Inggris hanya memiliki kata "brother" yang dapat diterjemahkan baik sebagai "adik" ataupun "kakak." Dengan kata lain, bahasa Inggris tidak membedakan hubungan persaudaraan berdasarkan lebih tua atau mudanya. Guna memperjelas maknanya bahasa Inggris harus menambahkan keterangan berupa "younger" (yang lebih muda) atau "elder" (yang lebih tua); sehingga menjadi "younger brother" (adik) dan "elder brother" (kakak). Meskipun demikian, bahasa Indonesia tidak membedakan "kakak" atau "adik" berdasarkan jenis kelaminnya. Ini berbeda dengan bahasa Inggris yang membedakan saudara menjadi "brother" untuk laki-laki dan "sister" untuk wanita. Jadi dalam bahasa Indonesia kita harus menyebutkan "kakak laki-laki," "kakak wanita," "adik laki-laki," atau "adik wanita."

Ketika saya mengatakan bahwa saya mempunyai adik atau kakak dalam bahasa Indonesia, orang akan bertanya lebih jauh, "adik atau kakakmu laki-laki atau perempuan?" Berbeda dengan bahasa Inggris, dimana sudah cukup bagi saya mengatakan, "I have a brother" atau "I have a sister." Meskipun demikian, orang akan bertanya lebih jauh, "Younger or elder brother/sister?"

Kekurangan kosa kata lain bahasa Inggris adalah tidak membedakan "bulat" dan "bundar." Semuanya adalah "round" dalam bahasa Inggris: "circle is round" dan "ball or earth is round." Dalam bahasa Indonesia kita menyebut lingkaran itu "bundar," sedangkan bola atau bumi itu "bulat." Jadi kata "round" dalam bahasa Inggris bisa mengandung konotasi dua dimensi atau tiga dimensi (spherical). Sebaliknya dalam bahasa Indonesia, kata "bundar" mengandung konotasi dua dimensi, sedangkan "bulat" sudah mengandung konotasi tiga dimensi. Meskipun demikian, di kalangan penutur bahasa Indonesia sendiri, penggunaan dua kata ini masih sering terjadi kesalahan.

Dalam beberapa kasus, seperti dalam bahasa Jawa, bahasa Inggris memberikan istilah tersendiri bagi anak hewan tertentu; sebagai contoh, "kitten" adalah sebutan bagi anak kucing dan "puppy" adalah sebuatan bagi anak anjing. Tentu saja sehubungan dengan penamaan ini bahasa Jawa tentunya lebih kaya (sejauh pengetahuan penulis). Dalam bahasa Jawa kita kenal istilah-istilah: "bledug" (anak gajah), "cemeng" (anak kucing), "cempe" (anak kambing), "gudel" (anak sapi), "sawiyah" (anak cecak), "tobil" (anak kadal), dan lain sebagainya. Jadi anak masing-masing hewan memiliki sebutannya sendiri-sendiri. Dalam bahasa Indonesia pembedaan sebutan seperti ini nampaknya tidak dikenal.

Sementara itu, bahasa Inggris memiliki kata "he", "she", "it". Yang diterjemahkan hanya dengan kata "dia" dalam bahasa Indonesia. Jadi dalam bahasa Indonesia, kata ganti bagi orang ketiga tidak dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya dan harus dipahami berdasarkan konteks bacaannya. Dalam bacaan berbahasa Indonesia, kita harus menyimpulkan apakah yang dimaksud "dia" itu, laki-laki ataukah wanita. Dalam beberapa terjemahan, saya melihat penerjemah menambahkan keterangan "dia (laki-laki) sedang....," namun menurut saya ini agak janggal. Tidak perlu ditambahkan keterangan juga tidak mengapa, karena biasanya dalam wacana berbahasa Indonesia perbedaan gender ini dapat diketahui dengan mudah.

Bahasa Inggris membedakan berdasarkan waktunya (tenses) yang tidak dikenal dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, dengan melihat perubahan kata kerjanya kita mengetahui apakah peristiwa terkait itu terjadi di masa lampau, sekarang, atau mendatang. Tenses ini merupakan ciri khas bahasa Indo Eropa, termasuk Sansekerta. Kasus tata bahasa seperti ini tentu saja tidak dikenal dalam bahasa Indonesia, sehingga dalam proses penerjemahan agar makna aslinya tidak hilang, kita perlu menambahkan keterangan-keterangan waktu dengan seksama.

Demikianlah, dalam tulisan singkat ini kita menyaksikan bahwa kosa kata masing-masing bahasa tidaklah sama. Oleh karenanya, kita perlu mempelajari hal ini dengan seksama apabila berkecimpung dalam dunia penerjemahan. Dengan memahaminya, terjemahan dapat diupayakan sedekat mungkin aslinya.

Dashyatnya Kata Tanya

Dashyatnya Kata Tanya


Ivan Taniputera
7 September 2010

dimuat juga di: ivantaniputera.blogspot.com, untuk artikel lainnya silakan kunjungi blog tersebut.



Kita mengenal ada 6 kata tanya, yakni: APA (WHAT), MENGAPA (WHY), SIAPA (WHO), DI MANA (WHERE), BAGAIMANA (HOW), dan BERAPA (HOW MUCH/ HOW MANY).

Namun jarang di antara kita yang memikirkan bagaimana dashyatnya kata-kata tanya tersebut. Apa yang terjadi jika bahasa umat manusia tidak memiliki kata-kata tanya tersebut? Implikasinya umat manusia tak akan pernah mencapai kemajuan apapun! Mengapa demikian? Kata-kata tanya tersebut mencerminkan keingin-tahuan umat manusia. Dengan adanya kata-kata tanya tersebut umat manusia terdorong untuk "mencari." Pencarian ini tentu saja merupakan tenaga penggerak penemuan di berbagai bidang.

Apa yang terjadi bila Archimedes, Galileo Galilei, Isaac Newton, Thomas Alva Edison, Alber Einstein, Stephen Hawking, dan ilmuwan lainnya tidak memiliki keinginan "bertanya-tanya"? Kita tidak akan memperoleh kemajuan apapun. Berkat rasa ingin tahu mereka, kita dapat menikmati berbagai kemudahan sebagaimana adanya saat ini. Oleh karena itu, jangan remehkan enam kata tanya di atas. Efeknya sungguh dashyat bagi peradaban umat manusia.

Isaac Newton sebagai contoh, menanyakan MENGAPA benda selalu jatuh ke tanah, APA yang mendasari gerakan benda-benda di jagad raya, dan BAGAIMANA hukum-hukum itu bekerja. Sebagai hasilnya, lahirlah karya berjudul "Principia" yang menjelaskan mengenai mekanika gerak benda. Teori Newton ini lalu dikembangkan lagi oleh para ilmuwan berikutnya sehingga mencetuskan Teori Relativitas yang tersohor itu. Edward Jenner, Alexander Fleming, Robert Koch, Louis Pasteur, dan tokoh-tokoh yang berjasa dalam bidang kedokteran lainnya senantiasa bertanya-tanya BAGAIMANA meningkatkan kualitas kesehatan umat manusia, sehingga mereka dapat hidup lebih baik.

Selanjutnya kita jangan mengabaikan pula ilmu pengetahuan sosial (social science). Ya! Ilmu pengetahuan sosial adalah juga sains. Kita pernah mendengar tokoh bernama Heinrich Schielemann yang menemukan reruntuhan kota Troya. Padahal sementara itu, keberadaan Troya dianggap rekan sezamannya sebagai mitos belaka. Ia bertanya-tanya APAKAH Troya sungguh-sungguh ada? DI MANA letaknya? SIAPAkah Raja Agammenon? Penemuannya itu memperkaya pula peradaban manusia dengan menghadirkan lagi kejayaan beserta keindahan masa lalu.

Oleh karena itu, kita perlu meneladani para pencari tahu kebenaran ilmiah di atas. Dengan bersenjatakan enam kata tanya, kita hendaknya senantiasa mengembangkan semangat ingin tahu ke arah positif. Barulah sains dan kemajuan yang positif bagi umat manusia dapat terus dikembangkan. Salah satu bahaya yang nyata adalah bila umat manusia kehilangan rasa ingin tahunya dan berhenti bertanya-tanya. Kata tanya akan menjadi penghias literatur klasik saja karena telah ditinggalkan penggunaannya. Hasilnya adalah suatu kemacetan dalam perkembangan peradaban dan sangat mungkin memusnahkan umat manusia itu sendiri. Marilah kita jadikan enam kata tanya sebagai mantra kita sehari-hari. Bertanya-tanyalah sebelum bertanya itu dilarang.

Sabtu, 04 September 2010

Arti Penting Misi Perjalanan Laksamana Zheng He (Cheng Ho) Bagi Pengembangan Bisnis, Pariwisata, dan Investasi

Arti Penting Misi Perjalanan Laksamana Zheng He (Cheng Ho) Bagi Pengembangan Bisnis, Pariwisata, dan Investasi
 
oleh: Ivan Taniputera dipl. Ing.


Pendahuluan

Tak terasa telah genap 600 tahun semenjak persinggahan Zheng He (atau juga lazim dieja Cheng Ho) ke Semarang. Karya tulis ini hendak menyoroti makna perjalanan muhibah Zheng He bagi pengembangan dunia bisnis, pariwisata, dan investasi bagi bangsa kita serta langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkannya. Dewasa ini, Zheng He sedang naik daun, terbukti dengan ditulisnya sebuah buku yang berjudul 1421: The Year China Discovered the World karya Gavin Menzies. Isi buku itu menyatakan bahwa Zheng He telah menemukan benua Amerika dan Antartika. Terlepas dari kebenaran sejarah yang diungkapkannya, penerbitan buku itu memperlihatkan bangkitnya ketertarikan masyarakat internasional pada perjalanan muhibah Zheng He. Momen inilah yang seharusnya dipergunakan oleh pemerintah untuk memajukan bidang pariwisata Semarang dan Jawa Tengah pada umumnya.
Karya tulis ini akan menguraikan sejarah dan seluk beluk misi perjalanan muhibah Zheng He secara ringkas dan juga usulan usaha-usaha yang perlu kita lakukan dalam meningkatkan kepariwisataan, yang berhubungan dengan kedatangan Zheng He serta efeknya bagi kemajuan kepariwisataan secara umum. Penulis akan memperlihatkan bahwa momen ini dapat dimanfaatkan untuk memajukan bidang kepariwisataan Jawa Tengah secara keseluruhan serta langkah-langkah pembenahan yang perlu dilakukan. Tujuan utama karya tulis ini adalah memberikan masukan bagi yayasan Kelenteng Gedung Batu dan pemerintah beserta instansi-instansi terkait guna meningkatkan potensi pariwisata, bisnis, investasi, pendidikan, dan budaya Jawa Tengah dan negeri kita tercinta secara umum. Bila karya tulis ini dapat memberikan sedikit manfaat saja, maka harapan penulis dapat dikatakan telah terpenuhi.

1.Awal dan tujuan misi perjalanan Zheng He

Pada zaman Zheng He, Dinasti Ming (1368 – 1644) sedang mencapai puncak kejayaannya. Kaisar Tiongkok saat itu, Zhu Di, Sang Putera Langit (1), sangat disegani oleh negara-negara di sekitarnya. Catatan sejarah menyatakan bahwa tidak kurang dari 28 negara mempersembahkan upeti padanya. Kemajuan ilmu dan teknologi yang dialami Tiongkok saat itu, memungkinkannya membangun suatu armada kapal yang luar biasa, bahkan melebihi kapal yang dipergunakan oleh Colombus dalam “menemukan” benua Amerika.
Zhu Di adalah seorang kaisar yang ambisius dan sekaligus pecinta ilmu pengetahuan. Ada banyak hal yang mendorong sang kaisar melakukan ekspedisi penjelajahan samudera. Yang pertama adalah untuk meningkatkan hubungan perdagangan. Bahkan hubungan ini banyak menguntungkan mitra dagang Tiongkok, karena sutera dan porselin yang dihasilkan Tiongkok dijual dengan potongan harga. Selain itu pinjaman juga diberikan dengan bunga lunak bagi mereka yang membeli barang-barang itu (2).
Zheng He adalah seorang kasim kepercayaan kaisar yang ditugaskan untuk memimpin misi muhibah keliling dunia yang diawali pada tahun 1421 itu. Catatan sejarah menyatakan bahwa Zheng He telah berhasil berlayar hingga benua Afrika (dan juga singgah di Semarang yang terletak di pantai utara Jawa Tengah), tetapi baru-baru ini seorang pensiunan Angkatan Laut Amerika dan pelaut terkemuka bernama Gavin Menzies mengemukakan teorinya bahwa Zheng He juga telah berlayar hingga Amerika, Antartika, Greenland, dan lain sebagainya. Ia bahkan mengatakan lebih jauh bahwa peta-peta lautan yang belakangan dipergunakan oleh para pelaut berkebangsaan Barat berasal dari informasi yang dibuat oleh Zheng He dan anak buahnya sebagai hasil misi muhibah mereka mengelilingi dunia. Terlepas dari kebenarannya, teori ini sungguh menarik dan mencerminkan bangkitnya perhatian dunia terhadap misi pelayaran Zheng He yang jauh mendahului pelayaran samudera oleh bangsa Barat. Selain itu, masih banyak pula literatur-literatur lainnya mengenai Zheng He yang ditulis oleh ilmuwan mancanegara, dimana ini mencerminkan minat, perhatian, dan perhatian yang semakin meningkat terhadap Zheng He.

(1)Gelar kaisar pada zaman Tiongkok kuno.
(2) halaman 52 buku 1421: The Year China Discovered the World, karya Gavin Menzies.

2. Perjalanan Zheng He dan potensi wisata kota Semarang

Kita patut menyadari bahwa tidak semua daerah atau kota disinggahi oleh armada Zheng He. Karenanya, kita boleh merasa bangga karena kota kita ini mendapat kehormatan disinggahi oleh sang laksamana dari negeri Tirai Bambu itu. Kehormatan ini hendaknya tidak menjadikan warga kota Semarang sekedar merasa berbangga diri saja, melainkan terus berusaha mencurahkan pikiran dan tenaga demi memanfaatkan keistimewaan ini semaksimal mungkin dalam memajukan beraneka potensi yang ada. Momen meningkatnya perhatian dan penghargaan dunia internasional terhadap Zheng He ini hendaknya dapat kita manfaatkan dengan baik pula, sebagaimana yang akan dibahas secara lebih terperinci pada bagian selanjutnya.

3. Makna penting pengembangan sektor pariwisata sebagai salah satu jalan keluar dari krisis ekonomi

Tak terasa telah tujuh tahun berlalu semenjak kita didera oleh krisis ekonomi untuk yang pertama kali pada tahun 1998. Bahkan hingga saat ini krisis ekonomi juga masih belum memperlihatkan titik pemulihan. Kita masih terseok-seok karena minimnya cadangan devisa negara. Oleh karena itu, kita harus mencari segenap cara untuk meningkatkan cadangan devisa negara itu. Salah satunya adalah dengan meningkatkan sektor pariwisata, bisnis, dan investasi, dengan jalan memanfaatkan segenap potensi yang ada semaksimal mungkin.
Ada banyak hal mengapa seseorang melakukan perjalanan atau kunjungan ke tempat lain, misalnya untuk berdagang, menikmati keindahan alam dan kekhasan suatu daerah yang tidak terdapat pada daerah asalnya, ataupun untuk memperluas cakrawala pengetahuan. Bentuk wisata lainnya adalah wisata religius yang bertujuan untuk beribadah atau berdoa di tempat-tempat yang dianggap sakral atau bernilai keagamaan. Karena kita sedang membahas mengenai Zheng He, maka apa yang nampak paling relevan di sini adalah tujuan wisata untuk memperluas cakrawala pengetahuan dan religius. Apa yang dimaksud dengan memperluas cakrawala pengetahuan ini mencakup pula apa yang dinamakan wisata sejarah. Wisata sejarah adalah kunjungan yang dilakukan untuk memperluas pemahaman mengenai sejarah yang berhubungan dengan tempat atau tokoh tertentu. Sebagai contoh adalah melakukan kunjungan ke kraton Surakarta dan Yogyakarta, museum, dan lain sebagainya. Dengan melakukan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah itu, maka seseorang akan sanggup lebih merasakan lagi atmosfer peristiwa yang terjadi pada zaman dahulu, ketimbang hanya membaca buku-buku sejarahnya saja. Panggung dan peristiwa sejarah akan terasa lebih hidup di hadapan mata kita. Selain itu, wisata sejarah juga dimaksudkan sebagai wahana penelitian sejarah. Masih banyak penemuan-penemuan baru yang dihasilkan dari penelitian itu. Pemerintah atau warga setempat hendaknya berperan aktif memfasilitasi penelitian itu.
Sektor wisata sejarah ini bila dikembangkan dengan baik akan sanggup menarik banyak wisatawan asing, sebagaimana halnya yang terjadi di negara-negara maju. Penulis pernah menuntut ilmu di Republik Federal Jerman, dan menyaksikan bahwa istana-istana dan museum di negeri itu benar-benar dipadati oleh pengunjung. Ini semua dapat terlaksana karena pemerintah Jerman benar-benar menatanya secara serius. Kebersihan dan keamanan yang terjamin serta tersedianya sumber-sumber informasi yang akurat mengenai tempat sejarah tersebut, menjadi salah satu faktor penunjang yang penting. Informasi-informasi sejarah yang akurat (dapat berupa buku atau lembaran brosur) ini sesungguhnya banyak dicari oleh para pengunjung yang ingin mengetahui lebih jauh. Informasi sejarah ini hendaknya diterbitkan dalam berbagai bahasa agar dapat dipahami oleh berbagai kalangan.
Kini kita akan beralih pada wisata religius. Apa yang dimaksud dengan wisata religius (perziarahan) adalah perjalanan ke suatu tempat yang memiliki nilai keagamaan atau kesakralan. Jenis wisata semacam ini hendaknya jangan dipandang sebelah mata, karena banyak daerah tujuan wisata religius mancanegara yang sanggup menarik banyak sekali pengunjung setiap tahunnya. Kita pasti pernah mendengar mengenai Lourdes dan Vatikan yang terletak di benua Eropa, Bodhgaya di India, atau Buduoshan di Tiongkok. Pemerintah masing-masing negara tempat perziarahan itu telah membangun sarana dan prasarana yang baik bagi pengunjung, seperti tempat penginapan, sarana transportasi, kebersihan, keamanan, dan lain sebagainya.
Terlepas dari semua itu, hal terutama dan terpenting adalah mempromosikan daerah-daerah tujuan wisata yang ada di negeri kita. Promosi adalah ujung tombak pemasaran. Meskipun kita telah membangun sarana dan prasarana terbaik, tetapi bila tidak ada satupun wisatawan yang mengetahuinya, maka hal itu juga tidak akan berguna. Pemerintah bersama masyarakat hendaknya mendata seluruh potensi wisata yang ada, termasuk Kelenteng Gedung Batu Semarang, serta berperan aktif memperkenalkannya pada dunia internasional. Ada berbagai cara yang dapat ditempuh, seperti menyusun buku panduan lengkap wisata Indonesia atau ikut serta dalam pameran dan festival turisme baik yang diselenggarakan di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya kita juga harus meyakinkan dunia luar, bahwa negeri kita telah benar-benar aman. Aparat keamanan harus benar-benar serius dalam mengungkap dan menangkap anggota jaringan terorisme internasional. Apakah gunanya pembangunan segenap sarana dan prasarana pariwisata ini, bila beberapa negara masih menerapkan travel warning terhadap Indonesia? Inilah poin-poin penting yang perlu dipertimbangkan demi meningkatkan sektor pariwisata.

4. Langkah-langkah nyata mengembangkan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu

Monumen peringatan utama persinggahan Zheng He di kota Semarang adalah Kelenteng Gedung Batu. Oleh karenanya, kita perlu mengembangkan potensi ini semaksimal mungkin. Momen meningkatnya perhatian masyarakat internasional terhadap Zheng He, hendaknya dimanfaatkan dengan baik. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah mempromosikan hal ini seluas-luasnya, baik oleh pemerintah sendiri maupun biro-biro perjalanan. Pemerintah daerah dapat pula bekerja sama dengan pemerintah pusat sehubungan dengan promosi pariwisata ini. Keberadaan kelenteng ini perlu dimasukkan dalam informasi pariwisata maupun buku panduan turisme bagi para wisatawan yang berkunjung ke negeri kita.
Hal utama yang perlu kita pertimbangkan adalah membangun hotel atau fasilitas penginapan yang dekat dengan kelenteng, sehingga para pengunjung tidak perlu mengalami kesulitan bila hendak berkunjung ke sana, teristimewa bila mereka memang bertujuan melakukan penelitian atau hendak beribadah di kelenteng. Jika pembangunan hotel atau fasilitas penginapan yang dekat dengan kelenteng dirasa belum diperlukan, maka sarana dan prasarana transportasi yang baik dari hotel serta fasilitas penginapan yang telah ada menuju ke kelenteng adalah suatu keharusan. Jalan yang baik dan fasilitas transportasi bagi para wisatawan adalah kemutlakan yang harus ada demi mengembangkan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu.
Potensi wisata religius dapat dijadikan sebagai titik tolak pengembangan potensi lainnya, mengingat hingga saat ini telah banyak wisatawan yang mengunjungi Kelenteng Gedung Batu dengan tujuan utama untuk bersembahyang. Laksamana Zheng He (bergelar Sanbao Daren = Manusia Agung Tiga Mustika) memang sangat dihormati sebagai dewa oleh masyarakat keturunan Tionghua di Asia Tenggara, meskipun pemujaannya sebagai dewa kurang populer di daratan Tiongkok sendiri.
Selanjutnya, guna mengembangkan Kelenteng Gedung Batu sebagai daerah tujuan wisata untuk memperluas cakrawala pengetahuan, maka perlu dilakukan berbagai langkah serius. Dengan mempertimbangkan meningkatnya perhatian serta penghargaan masyarakat internasional terhadap Zheng He, maka kita perlu mengumpulkan dan menerbitkan berbagai data atau informasi sejarah mengenai Zheng He. Kita patut mengakui bahwa informasi ini masih sulit diperoleh di negeri kita atau khususnya Semarang, meskipun kota Semarang mendapat kehormatan disinggahi oleh Laksamana Zheng He. Oleh karena itu, dalam kompleks Kelenteng Gedung Batu, kita perlu mendirikan perpustakaan atau museum yang berhubungan dengan Zheng He serta kehidupan masyarakat pada zaman itu. Kita dapat belajar pada Foguangshan, salah satu vihara Buddhis terbesar di Taiwan, yang menyediakan perpustakaan, museum, dan ruang untuk belajar. Terdapat banyak literatur-literatur terbitan asing mengenai misi muhibah Zheng He. Sebagai langkah pertama, perlu dibentuk tim khusus untuk mengumpulkan literatur-literatur tersebut dan menempatkannya dalam perpustakaan. Selanjutnya pada masa mendatang, dapat dibentuk tim khusus lainnya dengan tugas menterjemahkan literatur-literatur itu ke dalam bahasa Indonesia secara bertahap, agar wisatawan domestik yang tidak mengerti bahasa asing tetap dapat beroleh manfaat dari berbagai literatur asing itu. Sebagai tambahan, penulis dapat memberikan daftar berbagai literatur asing penting yang sangat bermanfaat untuk dijadikan sumber informasi mengenai Zheng He. Memang ini semua memerlukan biaya yang tidak sedikit, tetapi manfaatnya akan dapat dipetik pada masa mendatang. Tidak ada kemajuan yang tidak diperoleh melalui pengorbanan. Bila sumber literatur telah lengkap, maka pihak yayasan Kelenteng Gedung Batu dapat merangkum berbagai sumber itu dan menerbitkan sendiri sebuah buku yang berisikan informasi komprehensif tentang Zheng He. Terbitan ini seyogianya disajikan dalam berbagai bahasa.
Langkah berikutnya, adalah menunjang penyelenggaraan seminar-seminar ataupun diskusi mengenai Zheng He. Acara-acara semacam ini dapat dijadikan sebagai agenda rutin yayasan Kelenteng Gedung Batu ataupun Pemerintah Kota Semarang. Berbagai pakar nasional maupun internasional mengenai Zheng He dapat diundang hadir membagikan pengetahuan yang mereka miliki. Sebagaimana halnya dengan Hannover, Frankfurt, Berlin, dan kota-kota lainnya di Republik Federal Jerman yang menjadi ajang tahunan berbagai pameran dan festival, maka kita dapat menjadikan kota Semarang sebagai ajang seminar, diskusi, pameran, serta festival resmi mengenai Zheng He. Ini tentu saja dapat menjaring wisatawan baik internasional maupun domestik yang akan hadir setiap tahunnya.
Sebagai tambahan, sebagai sarana pendidikan dan rekreasi dapat dibuat pula replika kapal yang dahulu pernah dipergunakan oleh Laksamana Zheng He. Replika semacam ini hendaknya dibuat seteliti mungkin, dengan mempertimbangkan faktor keakuratan, estetika, dan lain sebagainya. Di Surabaya terdapat sebuah monumen yang dinamakan dengan Monumen Kapal Selam (Monkasel). Monumen ini sesungguhnya adalah kapal selam asli yang diletakkan di tengah-tengah kota, dan ditujukan sebagai sarana pendidikan dan rekreasi. Monumen ini terbukti sanggup menyedot berbagai wisatawan baik asing maupun domestik, terutama pada hari-hari libur.
Penulis pernah mengamati bahwa buku-buku pelajaran sejarah yang dipergunakan di negeri kita, hanya mencantumkan mengenai para penjelajah Barat, seperti Colombus, Vasco da Gama, Ferdinand Magelhaens, Fransisco Pizzaro, Hernando Cortez, Alphonso d’Albuquergue, Cornelis de Houtman, dan lain sebagainya. Padahal seluruh penjelajahan atau eksplorasi oleh bangsa Barat itu berakhir dengan penjajalah atau kolonialisme. Hingga saat ini, masih belum ada buku-buku pelajaran sejarah yang memasukkan mengenai misi muhibah Zheng He, padahal misi penjelajahan ini tidak diakhiri dengan kolonialisme. Para pakar pendidikan hendaknya berani mendobrak ketimpangan ini. Misi muhibah Zheng He sesungguhnya dapat disejajarkan dengan eksplorasi samudera oleh bangsa Barat. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai sejarah perjalanan Zheng He ini menjadikan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu yang sungguh besar seakan-akan tenggelam. Oleh karena negeri kita juga disinggahi oleh Laksamana Zheng He, maka sudah sewajarnya bila hal ini juga dicantumkan secara signifikan dalam buku-buku pelajaran sejarah. Ada peribahasa yang mengatakan: “Tak kenal maka tak sayang,” maka meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai sejarah Zheng He ini akan dapat menimbulkan kekaguman dan penghargaan masyarakat terhadap bangunan atau situs-situs sejarah yang berhubungan dengan sang laksamana. Peningkatan penghargaan ini, pada gilirannya diharapkan mendorong masyarakat untuk ikut serta menjaga dan melestarikan bangunan bersejarah itu. Masyarakat diharapkan tidak melakukan tindakan yang merusak keindahan dan juga fisik bangunan. Pemerintah juga diharapkan ikut berperan aktif dalam hal ini, seperti memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap masyarakat.
Demikianlah usulan penulis sehubungan dengan pengembangan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu Semarang. Terakhir kata, semua usaha di atas juga harus diimbangi dengan gencarnya promosi wisata Kelenteng Gedung Batu baik dalam tataran domestik maupun internasional.

5. Pengaruh pengembangan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu terhadap pengembangan bisnis dan wisata kota Semarang dan Jawa Tengah secara umum

Kini kita akan beralih untuk membahas dampak pengembangan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu terhadap sektor bisnis dan wisata kota Semarang dan Jawa Tengah. Ditinjau dari segi bisnis, maka melimpahnya jumlah wisatawan baik asing maupun domestik, akan memacu pula geliat industri pariwisata, sepeti misalnya biro-biro perjalanan, perhotelan, rumah makan, dan lain sebagainya. Bahkan para pedagang kecil yang berada di sekitar kelenteng akan juga memperoleh dampak positifnya. Meskipun demikian, pemerintah tetap harus membina pedagang kecil ini agar tetap menjaga ketertiban, kebersihan, dan keindahan. Pemerintah harus berperan aktif agar para pedagang kecil ini tidak malah menimbulkan kesan kumuh. Industri souvenir atau cinderamata juga akan semakin meningkat bila kita berhasil menarik minat wisatawan baik asing ataupun domestik untuk berkunjung ke Semarang. Berkembangnya industri cinderamata itu, hendaknya dapat pula memacu kreatifitas masyarakat untuk menciptakan berbagai kreasi yang tidak monoton. Penting pula untuk dicatat bahwa cinderamata itu hendaknya mencerminkan kekhasan daerah itu serta nilai-nilai budaya dan tradisi suatu bangsa. Cinderamata-cinderamata itu juga berpeluang untuk diekspor, sehingga pemerintah bersama masyarakat sekali lagi diharapkan peran aktifnya untuk mewujudkan hal ini. Kita harus menjajaki lebih jauh apakah di Semarang perlu didirikan semacam pasar cinderamata, sebagaimana halnya dengan pasar seni di Ubud, Sukowati, atau kota-kota lainnya di Bali.
Bahkan, para wisatawan yang berkunjung ke Kelenteng Gedung Batu itu dapat pula diperkenalkan dengan obyek-obyek wisata lainnya, baik yang terletak di Semarang sendiri maupun yang tersebar di seluruh Propinsi Jawa Tengah. Sekali lagi yang perlu diingat, sebelum mempromosikan suatu obyek atau daerah tujuan wisata, maka persiapkan terlebih dahulu sarana dan prasarana yang memadai. Jangan sampai kita mengecewakan para wisatawan itu, karena dapat membuat mereka jera berkunjung kembali atau menyarankan rekan-rekan mereka mengunjungi obyek wisata tersebut.
Para wisatawan yang berkunjung juga berpeluang mengenal potensi Jawa Tengah dalam berbagai bidang, seperti misalnya dalam hal perindustrian atau pengadaan bahan baku. Pemerintah kota Semarang, sebagai ibu kota Jawa Tengah juga hendaknya ikut serta dalam memperkenalkan potensi-potensi ini. Para pebisnis yang hendak menggandeng mitra asing untuk berinvestasi dapat juga memanfaatkan peluang ini. Nampaknya penerbitan buku panduan peluang investasi Jawa Tengah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditunda lagi. Namun, yang perlu diingat, adanya investasi asing itu hendaknya dilakukan dengan hati-hati dan seksama agar tidak terkesan bahwa kita sedang menjual negeri kita sendiri. Aspek penting lain yang tidak boleh kita lupakan adalah alih teknologi. Para investor asing yang menanamkan modalnya ke negeri kita pasti juga membawa serta teknologi baru. Kita hendaknya tidak berdiam diri dan merasa puas telah menerima investasi itu, melainkan juga berusaha menguasai (dan juga mengembangkan) teknologi baru yang mereka bawa itu demi kepentingan bangsa dan negara kita sendiri.
Di samping pengembangan potensi Kelenteng Gedung Batu, kita juga perlu mengadakan ekspo-ekspo atau pameran hasil industri (termasuk sektor agraris) kota Semarang dan Jawa Tengah. Ekspo-ekspo ini hendaknya dikelola secara profesional, sehingga memberikan kemudahan bagi para pebisnis, investor, ataupun calon investor. Di Jakarta dan Surabaya, ekspo-ekspo atau pameran semacam ini telah menjadi agenda tahunan dan diselenggarakan di gedung - gedung yang nyaman, bersih, dan aman. Buku-buku panduan juga tersedia, sehingga memudahkan pengunjung untuk menemukan produk-produk atau barang yang dibutuhkannya. Acara semacam ini sangat bagus untuk diselenggarakan di kota Semarang dan waktunya dapat disamakan (atau tidak berbeda jauh) dengan ajang seminar atau diskusi tahunan mengenai Zheng He, yang rencananya akan diadakan di Kelenteng Gedung Batu (sebagaimana yang telah kita singgung di atas).
Pada bagian ini, kita telah memaparkan bahwa pengembangan yang maksimal terhadap potensi wisata Kelenteng Gedung Batu juga berpeluang memajukan sektor industri dan bisnis kota Semarang dan Jawa Tengah. Tetapi jalan menuju hal ini masih teramat panjang. Kita harus dapat belajar dan berusaha menciptakan hasil-hasil produksi yang sesuai dengan standar internasional, seperti dalam hal kualitas (quality) maupun waktu pengiriman (delivery time) dan harga yang kompetitif. Bila kita gagal memenuhi prasyarat-prasyarat itu, maka akan sulit bagi kita untuk menembus pasar internasional dalam era globalisasi ini, terlepas dari gencarnya perkenalan dan promosi yang telah kita lakukan.

Kesimpulan dan penutup

Kelenteng Gedung Batu memiliki potensi wisata yang luar biasa, hanya saja masih banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengembangkannya. Meningkatnya kekaguman dunia internasional terhadal Zheng He dapat dijadikan momen yang tepat bagi hal ini, sehingga terlalu sayang untuk dilewatkan. Potensi wisata ini membawa dampak positif yang besar terhadap kemajuan kota Semarang dan Jawa Tengah secara global. Memang ini semua memerlukan pengorbanan yang besar, baik berupa materi, waktu, ataupun tenaga, tetapi bila diwujudkan hasilnya akan sungguh luar biasa. Untuk mewujudkan hal ini perlu adanya kerjasama yang erat antara masyarakat dan pemerintah.
Kita telah melihat bahwa semua hal adalah saling berkaitan, sehingga usaha kemajuan yang hendak dicapai harus melibatkan semua pihak secara serempak. Promosi pariwisata yang gencar tanpa dibarengi pembangunan sarana dan prasarana yang memadai juga tidak akan mendatangkan manfaat. Usaha menarik investor atau importir asing untuk menanamkan modal atau membeli barang-barang hasil produksi kita, juga tidak akan efektif bila tidak diserta dengan komitmen untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia atau mutu barang yang diproduksi. Sudah saatnya kita belajar menciptakan barang dan jasa yang sesuai dengan standar internasional dan berdaya saing tinggi.
Semoga momen peringatan 600 tahun kedatangan Laksamana Zheng He ini merupakan kesempatan emas dalam membenahi ini semua. Selamat datang Laksamana Zheng He!

Mengapa Preta Berperut Besar?

Mengapa Preta Berperut Besar?

Kajian Filosofis Mengenai Hantu Kelaparan

(Serial Dharma Universal)

Ivan Taniputera
17 Agustus 2010



Karena bulan ini adalah bulan tujuh menurut penanggalan lunar yang berdasarkan tradisi Tiongkok dipercaya sebagai bulan hantu, pada kesempatan kali ini kita akan sedikit mengupas mengenai preta atau hantu kelaparan. Bagi yang belum mengenal apa yang dimaksud hantu kelaparan, kita akan mengulas sedikit mengenai maknanya. Hantu kelaparan atau disebut preta dalam bahasa Sansekerta adalah salah satu di antara enam alam kelahiran dalam ajaran Buddha. Keenam alam itu adalah neraka, hantu kelaparan, hewan, manusia, asura, dan dewa. Secara universal, enam alam ini melambangkan kondisi pikiran dan hidup manusia. Dengan kata lain, pikiran dan hidup sehari-hari manusia senantiasa terlahir di antara enam alam ini.

Preta adalah suatu makhluk yang senantiasa didera kelaparan dan kehausan. Gambaran tradisional memperlihatkan preta sebagai makhluk buruk rupa berperut sangat besar dengan leher yang sangat kecil. Makanan yang diberikan pada preta biasanya akan berubah menjadi kobaran api dan karena perut mereka yang sangat besar, berapa banyak yang dimakan tak akan memuaskan mereka. Preta terus menerus mencari makanan ataupun minuman yang teramat sangat jarang mereka jumpai. Ketika mendapatkan sedikit makanan mereka akan berkelahi satu sama lain memperebutkan makanan tersebut.

Mungkin gambaran semacam ini tidak berarti apa-apa bagi masyarakat modern yang mementingkan keilmiahan dan berjiwa skeptis. Tetapi pada kenyataannya, kondisi seperti preta merupakan kenyataan sehari-hari bagi manusia modern. Banyak orang yang tak kunjung terpuaskan dengan apa yang telah dimilikinya. Mereka selalu mengumpulkan lebih banyak lagi dan tetap saja lapar. Yang lebih parah lagi, orang menghalalkan segala cara demi mendapatkan sedikit kekayaan. Karena ingin mendapatkan lebih banyak lagi, orang tidak jarang melakukan tindakan-tindakan seperti korupsi dan lain sebagainya. Bagi yang telah punya satu mobil mewah, ingin dua buah, tiga buah, dan seterusnya.

Penyebab kelahiran sebagai hantu kelaparan adalah kekikiran ataupun menentang dan membujuk orang lain memperlihatkan kemurahan hatinya. Kemungkinan bujukan itu disertai alasan-alasan yang terasa logis, seperti "Janganlah menolong orang itu, nanti dia akan mengalami ketergantungan."

Dewasa ini, banyak orang yang menduduki jabatan dan memegang kekuasaan tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki. Mereka selalu ingin mendapatkan lebih dan tidak jarang harus mengorbankan orang lain. Bila sudah punya gedung mewah ingin gedung yang lebih mewah lagi. Jika telah memiliki mobil mewah ingin mobil yang lebih mewah lagi. Mereka tak menyadari (atau mungkin menyadari tapi menumpulkan nuraninya) bahwa masih banyak orang dilanda kelaparan beserta kekurangan). Demi kepentingan dirinya sendiri mereka terus menerus menimbun kekayaan, kemewahan, dan kemegahan, atas dasar keserakahan. Kondisi ini tentu saja tidak sehat. Sebagai individu-individu yang memegang teguh kebenaran, kita hendaknya senantiasa menyuarakan hal ini.

Demikianlah, filsafat mengenai hantu kelaparan atau preta ini sungguh mendalam. Apa yang diungkapkan di sini baru sebagian kecil saja. Perut hantu kelaparan menjadi gendut karena keserakahan mereka sendiri. Filsafat ini juga bukanlah monopoli agama Buddha saja, melainkan berlaku pula secara universal. Ajaran-ajaran setiap agama, hendaknya dimanfaatkan seluas mungkin melebihi sekat-sekat masing agama itu sendiri. Dengan demikian, semakin meningkatlah kebahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan semua makhluk di muka bumi ini.