Senin, 31 Desember 2012

RENUNGAN AKHIR TAHUN 2012

RENUNGAN AKHIR TAHUN 2012

Ivan Taniputera
31-12-2012



Sebentar lagi tahun 2012 menurut penanggalan yang biasa kita pergunakan akan berakhir. Sebenarnya "berakhirnya tahun 2012" itu adalah ilusif sifatnya. Manusia menciptakan pembagian-pembagian khayali terhadap waktu yang sebenarnya tiada berujung dan tiada berpangkal. Semenjak zaman awal sejarahnya, manusia menciptakan beraneka macam pembagian ilusif terhadap waktu, berdasarkan gerakan berbagai benda langit. Kendati demikian, apa yang kita sebut "gerakan" benda langit itupun juga ternyata ilusif atau khayalan semata. Sebagai contoh adalah "gerakan" matahari. Ternyata bukan matahari yang bergerak terhadap bumi, melainkan bumi yang "bergerak" mengorbit matahari. Namun dengan semakin berkembangnya konsep manusia mengenai fisika modern, "diam" dan "bergerak" pun menjadi relatif pula sifatnya. Secara ringkas, pergantian tahun bila kita renungkan secara mendalam, sebenarnya adalah ilusi. Jikalau manusia sudah tiada lagi, masih adakah "tahun," "bulan," dan "jam"?

Meskipun tahun serasa berganti, tetapi hakikat kehidupan ini, yakni (1) segala sesuatu serba tak memuaskan, (2) segala sesuatu berada dalam arus perubahan tanpa henti, dan (3) segala sesuatu tidak memiliki inti sejati, masih belum berganti. Ketiga hakikat mendasar itu tetap ada, meskipun tahun-tahun terus "berganti." Namun ketiga hakikat tersebut bukanlah sesuatu yang perlu kita benci dan jauhi, melainkan disadari dan dipahami. Membenci dan berupaya menjauhi sesuatu yang telah menjadi hakikat mendasar adalah kesia-siaan belaka. Kita hanya dapat menyadari dan menyelaminya, sehingga tidak lagi menciptakan kebencian atau keengganan terhadapnya. Diri kita dan apapun yang berada di sekitar kita adalah serba tak memuaskan, bahkan termasuk apa yang kita sukai sekalipun juga suatu saat akan mengalami perubahan; itulah sebabnya disebut serba tak memuaskan. Ketiga hakikat itu sebenarnya adalah suatu kesatuan yang jalin menjalin. Saya biasa membuat teh hangat yang akan saya minum sambil membaca atau menyelesaikan sesuatu, karena terlalu asyiknya teh itu terlupakan dan menjadi dingin. Bila sudah dingin tentu tidak enak lagi diminum. Teh tidak selamanya hangat. Mekanisme thermodinamika yang sudah menjadi hukum alam adalah penyebab bagi kenyataan tersebut.

Umat manusia sendiri di sepanjang sejarahnya memang telah berupaya menyiasati perubahan tersebut. Sebagai contoh adalah menemukan bagaimana mengawetkan makanan. Tetapi apakah makanan dapat diawetkan selamanya? Jawabnya tidak. Kita hanya memperpanjang saja masa "layak konsumsi" bagi makanan itu. Perubahan tetap menjadi hakikatnya. Manusia juga menciptakan berbagai ilmu terkait antisipasi bagi masa depan, seperti manajemen risiko dan lain sebagainya dengan harapan menyiasati hakikat perubahan nan tak terduga sebelumnya.


Walaupun sifatnya adalah ilusif, kita dapat pula memanfaatkan momen pergantian tahun ini sebagai saatnya merenungkan diri kita sendiri. Mengenai apa yang sudah dan belum kita lakukan. Bagaimana kita dapat menjadi manusia lebih baik yang bersedia berbagi terhadap sesama. Pada zaman yang sangat kapitalistik ini, keserakahan telah meraja lela ke mana-mana. Padahal keserakahan itu terbukti mengakibatkan keruntuhan yang menyengsarakan banyak orang.  Ilmu pengetahuan yang seharusnya menjadi milik semua orang, telah diperdagangkan dan dinilai dengan uang, layaknya kita menjual sayur atau buah. Ilmu pengetahuan kita timbang dan masukkan dalam keranjang-keranjang serta dilabeli dengan harga, siap dipertukarkan dengan sejumlah uang bagi yang mampu. Tentu saja ini sangat memalukan dan menyedihkan. Ilmu pengetahuan adalah salah satu alat menciptakan masyarakat yang lebih baik. Semoga ilmu pengetahuan dapat dikembalikan pada kedudukannya yang sejati demi menaburkan manfaat bagi umat manusia dan tak lagi menjadi barang komoditas yang diperjual-belikan, layaknya sayur beserta buah-buahan. Kita harus berani menghembuskan angin perubahan di tahun yang baru. Semoga segala sesuatu makin baik di tahun yang baru. Selamat tahun baru 2013!

Selasa, 04 Desember 2012

MENGEJAR LINGKARAN SETAN

MENGEJAR LINGKARAN SETAN

5 Desember 2012
Ivan Taniputera




Hari ini kita akan membahas mengenai dampak kenaikan gaji dan harga barang. Apabila kita menaikkan gaji pegawai dan buruh, memang benar bahwa pendapatan akan meningkat. Meskipun demikian, karena gaji pengawai dan buruh meningkat, maka biaya produksi juga akan meningkat. Akibatnya produsan juga akan menaikkan harga barang. Oleh karenanya, hal ini akan memicu inflasi atau penurunan daya beli uang, sehingga kemakmuran masyarakat tak akan meningkat. Gaji naik tetapi harga barang juga ikut naik. Ditinjau dari sudut pandang lain, jika gaji naik, maka orang mula-mula akan membelanjakan uangnya untuk membeli lebih banyak uang. Permintaan akan barang (demand) akan meningkat sedangkan penawaran (supply) tidak mengalami peningkatan. Dengan demikian, harga juga akan naik. Daya beli uang akan turun.

Ini adalah sebuah lingkaran setan tanpa akhir. Kenaikan gaji selalu diikuti oleh kenaikan harga barang. Bagaimanakah cara mengatasi hal ini? Menurut hemat saya, peran negara sangat diperlukan. Negara perlu menjadi pengendali harga di pasaran. Negara hendaknya tidak lepas tangan begitu saja terhadap harga-harga. Jika tidak laju inflasi akan tetap tinggi. Sistim liberal atau pasar bebas nampaknya tidak tepat jika diterapkan di Indonesia. Ataukah sebaliknya gaji tidak perlu dinaikkan? Benarkah tingginya gaji merupakan indikator kemakmuran?

Berdasarkan pengamatan saya, besar-kecilnya gaji bukanlah indikator kemakmuran, melainkan dengan gaji atau pendapatan yang kita terima, sampai sejauh mana gaji atau pendapat tersebut dapat memenuhi tingkat-tingkat kebutuhan kita. Selain itu, besar dan kecilnya gaji juga relatif. Apakah yang dimaksud gaji besar dan kecil? Jika kita digaji Rp. 10.000.000, tetapi belum sanggup memenuhi kebutuhan paling pokok, maka itu belum dapat dikatakan makmur. Negara sendiri perlu berjuang mewujudkan kemakmuran bagi warganya, sesuai dengan prinsip welfare state. Negara harus sanggup menyediakan kebutuhan pokok yang terjangkau bagi rakyatnya.

Barangkali ada pendapat lain?

Senin, 03 Desember 2012

MANTRA PENYIRNA KEGALAUAN

MANTRA PENYIRNA KEGALAUAN

Ivan Taniputera
4 Desember 2012




Selama beberapa hari ini, kita telah membahas mengenai kegalauan. Kini kita akan mengulas mengenai mantra penyirna kegalauan. Begitu mendengar mengenai mantra penyirna kegalauan, mungkin sebagian orang akan berkata dengan nada mengejek, "Wah, apakah ada mantra semacam itu?" Selaini itu, juga masih banyak tanggapan lainnya. Sebenarnya ada mantra ampuh penyirna kegalauan. Bunyinya adalah:

"MENYEBERANGLAH, MENYEBERANGLAH KE PANTAI SEBERANG, PANTAI KEBAHAGIAAN."

Bagi sebagian orang, tentunya ada yang sudah langsung memahami makna mantra tersebut. Namun ada baiknya kita tetap membahas seluk beluk dan bagaimana mantra itu dapat mengatasi kegalauan. Pertama-tama kita membahas dahulu apa yang dimaksud dengan Pantai Seberang. Pantai Seberang itu adalah lawan dari Pantai Sini. Pantai Sini adalah tempat yang dipenuhi dengan kegalauan, penderitaan, kesedihan, usia tua, penyakit, kematian, dan hal-hal buruk lainnya. Sedangkan Pantai Seberang adalah "tempat" yang bebas kegalauan. Anda boleh menyebutnya "Pantai Bebas Galau." Kini tinggal Anda menyeberang saja menuju "Pantai Bebas Galau" itu. Caranya adalah dengan menggunakan perahu KESADARAN. Anda menyadari saja kegalauan itu, tanpa berkeinginan mengatasinya. Anda memahami bahwa kegalauan itu ada karena sosok khayal yang disebut sang "aku," sebagaimana yang sudah diulas pada catatan sebelumnya. Semakin Anda mencoba mengatasi kegalauan, Anda akan semakin putus asa, karena sosok khayal tersebut makin berperanan dan punya keinginan lebih besar dalam mengatasi kegalauan. Anda tidak bisa mengatasi suatu permasalahan dengan mengandalkan sesuatu yang khayali sifatnya. Itu adalah upaya yang sia-sia. Bagaimana perut Anda akan kenyang hanya dengan mengkhayalkan mengenai nasi goreng. Itu adalah sesuatu yang mustahil.

Sang "aku" ingin menyirnakan kegalauan, tetapi dia sendiri adalah sosok khayalan, lalu bagaimana dia dapat melakukannya? Sama dengan Anda minta tolong pada Superman atau Batman. Sangat tidak masuk akal.  Oleh karenanya, kita harus membuang keinginan menyirnakan kegalauan. Kita hanya menyadari saja, bahwa kegalauan adalah seperti ini adanya. Jangan ada upaya mengkritik, mencela, atau menyalahkan diri sendiri. Dengan adanya kesadaran, semuanya akan mengendap. Ibaratnya adalah air yang keruh oleh pasir. Semakin Anda mengaduk-aduk air itu, maka airnya akan semakin keruh. Namun jika Anda membiarkan saja air itu, maka pasirnya akan mengendap sendiri dan airnya menjadi jernih. Pikiran kita yang galau adalah seperti itu, ibaratnya adalah air yang keruh oleh pasir. Jika kita aduk terus, kekeruhan justru semakin bertambah. Namun jika kita hanya menyadari saja, maka lambat laun ia akan mengendap dan pikiran menjadi jernih kembali. Kegalauan sirna. Demikianlah yang dimaksud berlayar menuju Pantai Seberang atau Pantai Bebas Galau. Kendarailah perahu kesadaran Anda.

Dengan menyadari dan memahami Anda akan tiba di Pantai Bebas Galau. Sekali lagi, praktik kesadaran dan pemahaman ini bukan untuk menghakimi atau mencela sesuatu, melainkan hanya menyadari saja. Tidak lebih dari itu. Bila Anda masih mengembangkan pandangan dualitas, itu berarti bahwa Anda masih mengaduk-aduk air yang keruh. Pasirnya akan semakin mengeruhkan air. Namun, jika Anda sanggup menjadi pengamat saja, airnya lambat laun akan jernih. Penyadaran ini juga bukan berarti Anda bertanya-tanya, "Kapan kegalauanku sirna?" Perhatikan kata "ku" dalam "kegalauanku." Dengan adanya "ku" berarti masih ada kesan sang "aku." Padahal itu hanya sosok khayalan yang Anda ciptakan. Anda mengundang kembali sosok khayalan tersebut masuk kembali dalam kehidupan Anda, sehingga kegalauan juga akan tetap ada.

Begitu Anda sudah sampai di Pantai Seberang, Anda akan menyadari bahwa sebenarnya Anda masih di Pantai Sini juga. Karena begitu kita menyelami hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya, Sini dan Seberang juga adalah ilusi. Anda ternyata juga masih berada di Pantai Sini, karena ruang dan waktu sebenarnya adalah ilusi yang kita proyeksikan ke masa sekarang. Namun, kita tidak akan membahas hal ini lebih jauh.

Selamat mengendarai perahu kesadaran Anda.

APAKAH YANG MENYEBABKAN GALAU

APAKAH YANG MENYEBABKAN GALAU?

Ivan Taniputera
3 November 2012




Jika kita menanyakan apakah penyebab galau, maka jawabannya ada beraneka ragam; misalnya karena mendapatkan nilai yang buruk dalam ujian, berpisah dengan orang yang dikasihi, tidak punya uang, khawatir dengan masa depan, dan lain sebagainya. Barangkali jika seluruh jagad raya ini diubah menjadi tulisan, maka masih belumlah cukup menampung segenap jawabannya. Permasalahan hidup umat manusia sangatlah beraneka ragam. Meskipun demikian, sebenarnya faktor utama penyebab galau itu dapat diringkas menjadi dua hal ini saja:

(1) Berjumpa dengan hal yang tidak disukai.
(2) Tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan atau diharapkan.

Anda mengharapkan nilai bagus, tetapi yang didapat justru nilai buruk. Anda suka nilai bagus dan tidak suka nilai buruk. Mari kita telusuri lebih jauh lagi. Ternyata suka dan tidak suka adalah ciptaan dari sosok khayal yang disebut "aku." Sosok khayal ini tidaklah lebih nyata ketimbang Batman atau Superman. Anda menciptakannya di sepanjang hidup Anda. Menumpuk berbagai identitas dan gagasan, sehingga terciptalah sosok khayal yang disebut "aku" itu. Kendati demikian, Anda terjatuh kembali dalam suatu khayalan yang lebih dalam, yakni menganggap bahwa sosok khayal atau sang "aku" itu sebagai sesuatu yang "nyata." Anda lalu menjadikannya sebagai titik acuan bagi segala hal, sehingga muncul gagasan "aku" dan "milikku."

Sang "aku" itu dengan dipengaruhi konsep khayal keserba-menduaan (dualisme) lantas menciptakan gagasan mengenai "yang disukai" dan "tak disukai." Demikianlah bola salju khayalan menggelinding semakin besar. Dipadukan dengan gagasan "aku" dan "milikku," Anda membangkitkan pemikiran "aku harus menjadikan yang disukai menjadi milikku" dan "aku harus menjauhkan diri dari yang tak disukai sehingga tak menjadi milikku." Pada kenyataannya dunia penuh ketidak-pastian. Yang pasti hanyalah ketidak-pastian itu sendiri. Oleh karenanya Anda tidak dapat selalu mendapatkan apa yang disukai dan bahkan mungkin malah mendapatkan apa yang tidak disukai. Memang demikianlah kondisi dunia ini. Semuanya tidak selalu berada dalam kendali kita. Itulah sebabnya jika berjumpa atau mendapatkan hal yang disukai atau tidak mendapatkan hal yang diharapkan, timbul penderitaan atau kegalauan dalam diri kita.  Semoga bermanfaat.

Manakah Yang Lebih Nyata, Diri Anda Sendiri Atau Batman dan Superman?


Manakah Yang Lebih Nyata, Diri Anda Sendiri Atau Batman dan Superman?

Ivan Taniputera
2 November 2012



Jika Anda diajukan pertanyaan di atas, Anda kemungkinan akan langsung menjawab bahwa diri Andalah yang nyata, sedangkan Batman dan Superman adalah tidak nyata. Tetapi benarkah demikian? Marilah kita mengajukan pertanyaan, benarkah diri Anda adalah nyata? Apakah identitas diri yang kita sebut "aku" itu adalah nyata? Kita renungkan seorang bayi yang baru lahir. Apakah dia tahu bahwa dirinya itu pria atau wanita? Apakah ia mengetahui termasuk dalam ras atau suku apakah dirinya? Apakah dia tahu termasuk warga negara apakah dirinya? Apakah dia tahu siapakah namanya? Apakah dia tahu apakah agamanya? Gender, ras, suku, kebangsaan, agama, dan identitas lainnya yang membentuk "diri kita" itu adalah diberitahukan belakangan oleh orang tua atau masyarakat sekitar kita. Semua identitas itu adalah hasil konvensi atau perjanjian semata dan sifatnya bersyarat. Dengan demikian, keseluruhan identitas yang kita ketahui belakangan itu adalah hasil ciptaan belaka. Saat kita dilahirkan, tidak ada yang namanya gender, ras, suku, kebangsaan, kewarga-negaraan, dan lain sebagainya. Berbekalkan seluruh identitas tersebut, kita lantaqs menciptakan "diri kita sendiri." Termasuk kesan-kesan, "aku adalah orang baik," "aku adalah orang jahat," "aku adalah orang pandai," "aku adalah orang bodoh." Semua itu adalah bahan-bahan yang kita gunakan untuk menciptakan semacam sosok, yang kita labeli sebagai "diriku." Oleh karena saat kita dilahirkan sosok ini belumlah ada, maka boleh dikatakan bahwa sosok "aku" ini adalah khayal.

Jika sifatnya yang khayal dan merupakan reka cipta pikiran, lalu apakah bedanya dengan sosok Batman dan Superman? Kedua tokoh super hero tersebut juga hasil ciptaan pikiran. Pikiran kitalah yang menciptakan sosok tersebut, sehingga seolah-olah menjadi "ada." Yakni ada dalam khayalan kita. Sosok "diri" itu yang kita ciptakan dan bangun perlahan-lahan seiring hidup kita adalah juga sama khayalnya dengan Batman dan Superman. Kita dipaksa merasakan bahwa sosok "aku" itu nyata adanya. Padahal, bagaimanakah bentuk sang "aku" itu sebelum kita dilahirkan?

Semoga bermanfaat sebagai renungan.

Minggu, 04 November 2012

Buat Apa?

BUAT APA?

Ivan Taniputera
4 November 2012

Tuk apa dikau jadi lampu

jika tempat sekitarmu
Tetap dalam hitam kelam
Gelap pekat tiada rona

Tuk apa dikau berlimpah harta
Jika sekitarmu tetap melarat
Perut kosong tanpa isi
Hanya angin mengerung erung

Tuk apa dikau pintar lagi pandai
Jika ilmu hanya tuk dirimu
Tak mau berbagi
Pada sesamamu nan haus pengetahuan

Engkau ibaratnya
Pelita di dalam gantang
Apakah gunamu
Buat apa engkau ada?
Ada engkau juga buat apa?

Padi Menguning


PADI MENGUNING

Ivan Taniputera
4 November 2012

Bulir-bulir padi nan menguning
Buah jerih payah pak tani
Kerja keras tiada bergeming
Demi beri makan negeri

Tanganmu olah tanah
Tabur benih tanpa penat
Pengabdianmu adalah sawah
Bergelimang lumpur pekat

Benih padi bertunas
Laksana intan emas
Hatimu berbunga-bunga
Bagaikan embun surga

Tunas tumbuh besar
Butir padi bergantung-gantungan
Burung burung buat pak tani gusar
Jika dimangsa timbul kekurangan


Akhirnya jerih lelah
Berbuah sudah
Padi masak siap dituai
Pak tani datang beramai-ramai

Acara panen tiba sudah
Hati tiada lagi susah
Semua lelah terbayarlah
Hasil panen berlimpah ruah

Padi kuning keemasan ini
Adalah sumbangsihku bagi negeri
Yang tercinta bumi pertiwi
Tanah tumpah darah indah bestari.


Rabu, 17 Oktober 2012

Menyelami Sedikit Filosofi Mozi

Menyelami Sedikit Filosofi Mozi


Ivan Taniputera
17 Oktober 2012 
 
Hari ini saya ingin sedikit menyelami ajaran Mozi.
"Mozi berkata: Agar dapat menyelesaikan segala hal apapun seseorang haruslah mempunyai standar. Tiada seorangpun dapat menyelesaikan sesuatu tanpa mempunyai standar. Seorang berbudi menyelesaikan tugas mereka ssebagai jenderal dan penasihat pastilah mempunyai standarnya. Bahkan para tukang atau seniman dalam melaksanakan tugas mereka juga memiliki standar (acuan). Seorang tukang membuat benda segi empat berdasarkan pada segi empat, membuat benda lingkaran juga menggunakan jangka; mereka menggambarkan garis lurus dengan menggunakan pengaris tukang kayu; serta menyelidiki tegak lurusnya sesuatu dengan bantuan bandul. Seluruh tukang entah ia terlatih ataupun tak terlatih, menerapkan lima standar. Hanya yang terlatih saja yang akurat [hasil kerjanya]. Kendati seorang pekerja tak terlatih belum mencapai ketepatan dalam pekerjaannya, maka mereka akan lebih baik dalam melakukan sesuatu dengan menggunakan standar ketimbang sebaliknya. Jadi seluruh tukang mengikuti berbagai standar acuan dalam bekerja.
Kini, pemerintah kekaisaran dan negara-negara besar tidak lagi mematuhi standar-standarnya. Ini memperlihatkan bahwa para gubernur bahkan kurang pandai dibandingkan tukang."

Ini merupakan uraian Mozi yang sangat menarik. Pertama-tama dengan menggunakan dunia pertukangan sebagai contoh, hal itu memperlihatkan bahwa Mozi sangat dekat dengan dunia teknik. Di sini diperlihatkan mengenai pentingnya bagi kita menggunakan suatu standar dan mematuhi standar tersebut. Karena saya mempunyai latar belakang teknik mesin, maka saya menyadari betapa pentingnya standar tersebut. Dalam dunia teknik mesin di Jerman, kita mengenal apa yang dinamakan DIN (Deutsche Institut fuer Normen) atau Lembaga Standar Jerman. DIN mengatur ukuran berbagai komponen mesin agar dapat selaras satu sama lain. Seluruh ukuran telah ditentukan dengan teliti, umpamanya ukuran baut, mur, roda gigi, rantai, sabuk, bearing, pasak, dan lain sebagainya.

Mengapa perlu ada standar? Supaya segalanya tidak kacau. Selain itu, menurut Mozi adanya standar diperlukan agar bahkan seorang yang kurang piawai sekalipun dapat terbantu dalam melaksanakan tugasnya. Kendati seorang belum berpengalaman maka ia dapat terbantu dengan adanya serangkaian standar ataupun panduan dalam bekerja. Lebih baik bagi seseorang yang belum berpengalaman mematuhi standar ketimbang tidak sama sekali.
Segenap profesi memiliki standarnya masing-masing. Tanpa mengikuti standar ini keadaan akan menjadi kacau dan tidak selaras satu sama lain. Standar ini ibaratnya merupakan "penyamaan bahasa." Manusia semenjak zaman purba sebenarnya telah berupaya menciptakan suatu standar, misalnya standar panjang, massa, dan waktu.

Pada kutipan di atas, Mozi mengkritik pula pemerintah yang dipandangnya tidak lagi mematuhi standar mereka. Jika demikian, apakah para tukang masih lebih pandai dibandingkan para penyelenggara pemerintahan? Mari kita renungkan bersama.

Filosofi Film The Sorcerer and the White Snake





Filosofi Film The Sorcerer and the White Snake
Ivan Taniputera
17 Oktober 2012

Artikel ini dimaksudkan menggali filosofi yang terdapat dalam Film "The Sorcerer and the White Snake." Tentu saja tiap orang bebas menginterpretasikan film ini. Hal terutama yang menarik perhatian saya terkait film ini adalah penggambarannya mengenai dunia. Film tersebut menggambarkan suatu dunia yang dipenuhi siluman. Rahib Fahai (diperankan oleh Jet Li) merupakan seorang pembasmi siluman yang mempunyai "streotip" bahwa siluman itu pasti jahat dan merugikan umat manusia. Memang dalam film itu digambarkan mengenai siluman kelelawar yang akhirnya meracuni Neng Ren (murid Fa Hai). Juga siluman-siluman serigala putih yang menimbulkan wabah di desa. Uniknya, beberapa siluman digambarkan dalam wujud wanita cantik. Ini menandakan suatu bias gender yang memperlihatkan bahwa wanita memang mempunyai kekuatan "perusak" dan "penghancur."

Bagi seorang Fahai yang mencitrakan dirinya "sebagai pelindung umat manusia" maka tiada siluman baik. Seluruh siluman harus ditangkap dan dikurung ke dalam pagoda. Padahal tidak semua siluman itu jahat. Siluman ular putih (diperankan oleh Eva Huang) adalah contoh siluman yang pernah menolong umat manusia. Seseorang seperti Fahai (padahal namanya berarti Lautan Dharma) memandang dunia ini sebagai sesuatu yang hitam dan putih. Jika tidak hitam berarti putih. Orang-orang semacam ini akan cenderung menjadi fanatik membuta dalam tindakannya. Memang benar bahwa ia menganggap dirinya sebagai pelindung umat manusia. Namun pada kenyataannya, tindakan Fahai justru mendatangkan kesedihan bagi Xuxian (diperankan oleh Raymond Lam) yang terpaksa dipisahkan dari isterinya, Siluman Ular Putih. Apabila mendatangkan kesedihan semacam itu, apakah benar ia masih dapat disebut sebagai pelindung umat manusia?

Saya jadi teringat pada suatu organisasi keagamaan yang banyak menebar teror dan kebencian. Mungkin tujuan mereka adalah menegakkan sesuatu yang mereka anggap benar di muka bumi ini. Tetapi berapa banyak kerusakan yang timbul? Pandangan Fahai ini mencerminkan pandangan klasik mengenai kejahatan dan kebaikan, yakni bahwa sesuatu harus jahat murni atau baik murni. Dengan kata lain, tiada ranah bagi sesuatu yang ada di antaranya. Segala sesuatu harus dikategorikan sebagai hitam dan putih. Tiada warna abu-abu. Padahal, kenyataannya sangat sulit menggolongkan sesuatu ke dalam hitam dan putih. Selain hitam dan putih masih ada warna-warna lainnya. Barulah dengan demikian dunia ini nampak indah.

Dunia yang dipenuhi siluman itu, adalah juga khas pandangan kaum fundamentalis. Mereka juga memandang bahwa dunia ini dipenuhi kejahatan dan kemerosotan akhlak. Mereka yang merasa dirinya adalah kaum pilihan lantas bangkit membasmi segenap kejahatan dan kemerosotan akhlak tersebut. Namun sayangnya, terkadang tindakan "pemulihan kemurnian" tersebut justru berdarah-darah. Apakah bukan "kaum pilihan" tersebut yang seharusnya dipulihkan akhlaknya? Mari kita renungkan bersama.

Senin, 01 Oktober 2012

Beruntung & Tidak Beruntung

BERUNTUNG & TIDAK BERUNTUNG
Ivan Taniputera
1 Oktober 2012

Suatu kali seorang pemuda menaksir seorang nonik Belanda yang cantik. Namun ayah nonik Belanda itu tidak merestuinya, karena sang pemuda merupakan bangsa terjajah. Mungkin sang pemuda waktu itu merasa menjadi orang yang paling tak beruntung di dunia. Beberapa tahun kemudian, sewaktu pemuda itu sedang berjalan-jalan, ia menjumpai seorang wanita yang gemuk dan tampak sangat tidak menarik. Ternyata itu adalah nonik Belanda yang dulu ditaksirnya. Sang pemuda merasa bahwa dirinya adalah orang paling beruntung karena dahulu tidak mendapatkan nonik Belanda tersebut. Pemuda itu adalah IR. SOEKARNO, proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia (Sumber: Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia oleh Cindy Adams).
 
Pesan moral:  Jangan merasa menjadi orang yang tidak beruntung waktu hidup tidak berjalan sesuai dengan keinginan Anda.

Sabtu, 29 September 2012

Teka Teki Matematika: 64 = 65?


Teka Teki Matematika: 64 = 65?

Ivan Taniputera
29 09 2012




Perhatikan gambar di atas, yang terdiri dari dua segitiga dan dua trapesium yang disusun membentuk persegi dengan luas 64 satuan luas (8 x 8). Namun jika menyusunnya ulang seperti gambar di bawahnya (menjadi persegi panjang), maka luasnya akan menjadi 65 satuan luas (13 x 5). Bagaimana hal itu dapat terjadi? Padahal baik persegi maupun persegi panjang terbentuk dari segitiga dan trapesium yang sama. Silakan dipecahkan.

JAWABAN:

Teka-teki di atas sebenarnya adalah tipuan gambar. Untuk jelasnya silakan perhatikan gambar di bawah ini.




Jawabannya adalah garis AC pada gambar 1 bukanlah garis lurus. Buktinya kita akan menggunakan trigonometri. Sebelumnya kita akan menghitung panjang AC terlebih dahulu. Berdasarkan teorema Phytagoras maka panjang AC adalah akar dari AB kuadrat ditambah BC kuadrat, atau akar 73. Kita bulatkan menjadi 8,54 satuan panjang. Sinus sudut ACB adalah 3/8,54, atau 0,35.
Kita beralih ke gambar 2.  Segitiga CEH seharusnya sebangun dengan Segitiga EDC. Oleh karenanya, Sinus sudut ECD harus sama dengan Cosinus sudut ACB. Kita harus mencari panjang EC terlebih dahulu, yakni 13,93 satuan panjang. Sinusnya adalah 5/13,93 atau 0,36. Jadi karena sinus tidak sama, maka sesungguhnya kedua segitiga itu tidak sebangun. Jadi dapat disimpulkan bahwa sisi miringnya bukan garis lurus.

Bukti lain adalah, jika benar kedua segitiga sebangun, maka berlaku:

AB/DE = BC/CD = AC/CE
.
Ternyata:
AB/DE = 3/5 = 0,6
BC/CD = 8/13 = 0,62
AC/CE = 0.61.
.
Meski perbedaannya kecil, namun kedua segitiga ini bukan sebangun.

Bagaimana Mewujudkan Kesuksesan Dalam Studi?

Bagaimana Mewujudkan Kesuksesan Dalam Studi

Ivan Taniputera
29 September 2012

[Aslinya merupakan artikel lama tertanggal 24 Agustus 2007]

Setiap orang tentunya ingin meraih kesukesan, termasuk dalam hal studi. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan beberapa kiat guna mencapai kesuksesan dalam studi.

KIAT PERTAMA: Memilih bidang yang sesuai.

Kebanyakan anak bila ditanya mengenai cita-citanya akan menjawab bahwa mereka kelak ingin menjadi dokter dan insinyur. Umumnya cita-cita ini berasal dari orang tua mereka sendiri dengan didasari anggapan atau persepsi bahwa kedua profesi itu sangat bergengsi serta mendatangkan banyak uang. Namun permasalahannya, tidak setiap orang cocok menjadi dokter ataupun insinyur. Bila dipaksakan, pemilihan bidang studi yang tak sesuai dengan bakat serta minat seseorang berpotensi menimbulkan kegagalan. Jikalau berhasil lulus sekalipun, belum tentu ia akan sanggup menjadi dokter atau insinyur handal. Dalam kehidupan sehari-hari, kita justru banyak menjumpai banyak profesi-profesi "tidak bergengsi" tetapi malah memberikan pemasukan lebih besar ketimbang profesi-profesi yang dipandang "bergengsi."

KIAT KEDUA: Mengenali potensi diri sendiri.

Kiat kedua ini berkaitan dengan pertama. Banyak orang tua atau seseorang memaksa diri memasuki sekolah atau perguruan tinggi favorit (bergengsi). Padahal sesungguhnya mereka tidak atau kurang berpotensi bagi hal itu. Di jepang dikenal istilah "ibu-ibu pendidikan" yang memaksakan anak mereka memasuki peguruan tinggi favorit. Hal ini memicu tingginya angka bunuh diri di kalangan pelajaran.

KIAT KETIGA: Menghilangkan kemalasan

Banyak orang gemar menunda sesuatu karena kemasalan. Semakin ditunda, kemalasan akan semakin bertambah akut. Apabila seseorang gemar menunda-nundan dalam studinya dan tidak segera mengubah kebiasaannya tersebut, kegagalan telah diambang pintu. Sikap kemalasan adalah ibarat pasir sedot yang akan menarik Anda semakin dalam. Oleh karena itu, jangan menunda-nunda mengambil suatu mata kuliah. Selesaikanlah semuanya tetap waktu.

KIAT KEEMPAT: Berbagi

Dengan membagikan atau mengajarkan kembali apa yang kita ketahui, hal itu akan makin memantapkan apa yang kita pahami. Bila malas membagikan apa yang kita ketahui, pengetahuan kita tak akan atau sulit berkembang. Selain itu, tak dapat dipungkiri lagi bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ada yang memiliki kelebihan pada suatu mata kuliah atau pelajaran tertentu, tetapi lemah dalam mata kuliah atau mata pelajaran lainnya. Dengan saling berbagi satu sama lain, kekurangan masing-masing akan saling tertutupi. Oleh sebab itu, menolong orang lain sama dengan menolong diri sendiri.

KIAT KELIMA: Memahami bukan menghafal

Suatu pelajaran bukanlah untuk dihafal melainkan untuk dipahami. Seorang siswa atau mahasiswa perlu memahami apa yang dipelajarinya dan bukan sekedar menghafal. Jika hanya dihafalkan dan tidak dipahami, maka pengetahuan tak akan bersifat matang.

KIAT KEENAM: Kenali setiap peraturan di sekolah ataupun perguruan tinggi

Banyak kegagalan terjadi karena seseorang tidak mengetahui aturan main yang berlaku di sekolah atau perguruan tinggi tempat ia menimba ilmu. Sebagai contoh, ada rekan penulis yang mengalami masalah dalam penyusunan tugas akhir (skripsinya) karena menggunakan jenis huruf (font) garamond, padahal font yang diwajibkan adalah times new roman.

KIAT KETUJUH: Tidak mudah putus asa

Tidak setiap orang memiliki kecepatan yang sama dalam memahami sesuatu. Oleh karena itu, jika mengalami kegagalan harus tetap bangkit dan mencoba mempelajari suatu topik.

Untuk semua orang yang masih menempuh dan menyelesaikan studi. Semoga bermanfaat.

Balada Tiga Pendekar


BALADA TIGA PENDEKAR

Ivan Taniputera
29 Agustus 2012


Tiga pendekar terhuyung-huyung berjalan
Lintasi padang gersang
Sambil mendendang gita kerajaan lama
Nan telah runtuh ratusan tahun silam
Meluruh dalam kekelaman
Tiga pendekar terus melangkah
Lalui padang keabadian
Nyanyian mereka tetap sama
Dari zaman ke zaman
Dari masa ke masa
Dari padang ke padang
Karena lagu mereka adalah bagian kekekalan itu sendiri.

Jumat, 28 September 2012

Nyanyian Seorang Urban Migran

NYANYIAN SEORANG URBAN MIGRAN

Ivan Taniputera
28.09.2012

 
Di tengah-tengah jalan berdebu
Mobil motor penuh deru
Muntahkan asap campur abu
Belantara rimba gedung tinggi membisu.

Aku mengais mencari tempat
Sekedar mencari tepat menyelip
Melepas segenap penat
Di antara gedung dan rumah dengan lampu berkelip.

Namun sungguhlah sukar
Temukan tempat di belitan rapat
Julangan beton nan bagai akar belukar
Menghirup nafas apa sempat?

Siapa sudi hati tulus ikhlas
Memberikan sekedar tempat
Pada seorang pengelana tak berkelas
Hingga dapat berpijak dengan rahmat

Rimba bangunan tanpa jeda
Itulah wajah perkotaan
Apakah daku masih dapat mencari sedikit bidang
Tuk sekedar duduk mencipta karya.

Jumat, 24 Agustus 2012

Apakah Kita Memerlukan Paradigma Baru Dalam Ilmu kedokteran?


Apakah Kita Memerlukan Paradigma Baru Dalam Ilmu Kedokteran?

Ivan Taniputera
24 Agustus 2012

Dewasa ini kita menyaksikan munculnya berbagai penyakit baru yang belum dapat disembuhkan. Apakah ini merupakan peringatan bagi umat manusia bahwa diperlukan paradigma baru dalam ilmu kedokteran. Marilah kita menengok kembali pada sejarah berjangkitnya wabah sampar yang menelan banyak korban jiwa di abad ke-14. Saat itu, para dokter tidak berdaya mengobati penyakit sampar. Penyebabnya adalah paradigma atau konsep yang mereka anut sudah ketinggalan zaman. Mereka ketika itu masih menganut konsep Aristoteles terkait empat elemen, yakni tanah, air, api, dan udara. Berdasarkan konsep tersebut, penyakit timbul akibat adanya ketidak-seimbangan antara keempat elemen ini. Namun konsep tersebut ternyata tidak sanggup menandingi kedigdayaan wabah sampar. Para dokter di zaman Abad Pertengahan belum mengenal mikrobiologi, sehingga tidak mengetahui bahwa penyebab sampar bukanlah "ketidak-seimbangan elemen." Mereka memerlukan paradigma baru dan ilmu kedokteran memang mengalami perombakan dramatis setelah adanya wabah sampar tersebut. Beberapa penemuan baru dalam bidang kedokteran terus  bermunculan selama berabad-abad kemudian.

Apakah adanya penyakit-penyakit baru yang tak tersembuhkan itu merupakan pertanda bahwa umat manusia perlu segera merombak paradigmanya dalam ilmu kedokteran? Siapa tahu. Pola-pola pemikiran yang telah dipegang erat-erat saat ini barangkali perlu dilepaskan atau mungkin diperlukan keberanian dalam mengembangkan hipotesa-hipotesa baru.  Para ahli mikrobiologi perlu mencari pola bagaimana suatu virus bermutasi.



Beberapa terobosan-terobosan lain yang sangat tidak konvensional mungkin perlu dilakukan. Apa yang dahulu dianggap sebagai ilmiah di masa sekarang, barangkali akan disebut tahayul di masa mendatang. Ilmu kedokteran di zaman kita barangkali akan dianggap ketinggalan zaman, kuno, dan primitif pada masa mendatang; sebagaimana halnya kita memandang teori Aristoteles sebagai sesuatu yang sudah ketinggalan zaman. Jika umat manusia terlambat dalam menanggapi peringatan ini, maka barangkali ini merupakan awal proses kepunahan umat manusia.

Rabu, 08 Agustus 2012

Seminar Sukses

Seminar Sukses

Ivan Taniputera
8 Agustus 2012

Dewasa ini kita menyaksikan banyaknya seminar tentang kesuksesan yang ditawarkan.Umpamanya sukses menjadi penjual yang berhasil, sukses pensiun dini, sukses menjadi kaya, dan lain sebagainya. Di sini kita masih menyaksikan bahwa kesuksesan itu hanya dinilai dari sisi materi semata. Benarkah ini kesuksesan sejati? Kalau kita renungkan lebih mendalam, dalam kebanyakan kasus, kesuksesan Anda adalah kegagalan bagi orang lain. Karena hanya ada juara satu, maka jika Anda "berhasil" menjadi juara pertama, itu berarti bahwa orang lain "gagal" menjadi juara pertama. Jadi jelas sekali secara logis, keberhasilan Anda adalah kegagalan bagi orang lain.

Mari kita analisa lebih jauh hal berikut ini, misalkan ada sebuah pabrik yang memproduksi 100 buah barang. Terdapat 10 orang sales dan salah satunya adalah Anda sendiri. Masing-masing sales berupaya menjual sebanyak mungkin dan ingin menjadi sales terbaik. Jikalau Anda berhasil menjual 11 buah barang, maka sudah pasti sales yang lain akan menjual lebih sedikit dibanding Anda. Jadi arti kesuksesan di sini masih dibangun atas dasar kompetisi. Seminar-seminar yang mengajarkan penggapaian kesuksesan masih dibangun atas dasar kompetisi. Sepintas memang kompetisi itu baik, namun mari kita renungkan kembali hal berikut ini.
Bagaimanakah jika kita mengubah paradigma persaingan dalam contoh di atas menjadi demikian: Setiap sales hanya diperkenankan menjual 10 barang saja (100 dibagi 10, yakni jumlah salesnya). Jika ada yang sudah laku semuanya, maka ia terjun membantu sales lain, yang penjualannya paling seret. Di sini terdapat konsep tolong menolong. Semua orang akan mendapatkan hasil yang sama. Manakah yang lebih indah, sistim berdasarkan persaingan ataukah tolong menolong  seperti yang baru saja di ungkapkan?

Dunia kita patut diakui sedang sakit dan menerapkan sistim yang keliru. Kesenjangan sosial meraja lela di mana-mana. Kemiskinan, ketidak-adilan, beserta ketimpangan merajalela di mana. Ada orang yang memiliki tanah berhektar-hektar, sementara yang lain ada yang tidur berjejalan di pondok-pondok kumuh. Ada orang yang makan berlebihan dan tidak jarang membuang-buang makanan, sementara ada orang yang tidak makan selama berhari-hari. Ada orang yang mengatakan bahwa salah orang-orang yang tidur di pondok kumuh itu sendiri, sehingga mereka mengalami nasib demikian. Bahkan seorang pembangkit motivasi mengatakan bahwa tiap orang bisa berhasil. Tetapi benarkah demikian? Anak seorang kaya, semenjak lahir sudah dibekali dengan nilai +1, yakni modal dari orang tuanya. Jika ia mendapatkan mendapatkan pendidikan yang memadai, maka bertambah lagi nilai +1-nya. Ia tentu memiliki rekan-rekan bisnis sesama orang kaya, jadi modal kehidupannya bertambah lagi +1. Kini paling tidak, ia sudah mengantungi nilai +3. Bandingkan dengan orang yang tinggal di pondok kumuh. Ia tidak punya modal apa-apa, nilainya adalah -1. Ia tidak punya kesempatan mendapatkan pendidikan yang memadai, nilainya -1. Koneksinya adalah sesama gelandangan dan pengemis, yang juga sama-sama kekurangan, maka nilainya bertambah lagi dengan -1. Jadi ia mengantungi -3.

Perhatikan betapa kontras perbedaannya. Jika semua orang punya hak untuk berhasil, maka ini adalah pertarungan yang tidak adil. Untuk mencapai kondisi cukup untuk hidup saja, ia harus melampaui 3 poin agar tiba pada nilai 0. Oleh karenanya, seruan pembangkit semangat semacam itu adalah ibarat mengajarkan seseorang bermimpi. Kembali di sini kesuksesan yang dimaksud adalah hanya ditinjau dari sisi materi.

Apakah sukses pensiun dini itu bermoral? Nilai seorang manusia itu adalah manfaat atau kontribusinya bagi sesama. Jika ada orang yang hanya duduk diam menikmati kekayaannya atau hanya ongkang-ongkang kaki saja serta hidup hedonisme, apakah nilainya bagi kehidupan? Orang itu tidak punya nilai sama sekali dan menjadi benalu atau parasit bagi peradaban, karena dia tidak menciptakan nilai tambah sama sekali bagi sesamanya. Lalu bagaimana mungkin seruan pensiun dini dapat dianggap bermoral?

Sebenarnya bagaimanakah kesuksesan yang "sejati"? Kesuksesan "sejati"  adalah kesanggupan menciptakan semakin banyak kebahagiaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Pada saat kita mampu "sukses" namun kita justru membantu orang lain agar "sukses" maka itulah kesuksesan sejati. Kesuksesan sejati bukanlah terletak  pada pertanyaan "berapa banyak barang yang  Anda telah jual," melainkan pada "berapa banyak orang yang Anda bantu menjualkan barangnya"? Dalam buku "Geography of Bliss" nampak jelas bahwa sikap altruistik adalah salah satu musabab bagi kebahagiaan. Suatu pencapaian egois yang bercirikan "aku hidup-kamu mati" atau "aku menang-kamu kalah" bukanlah kesuksesan sejati. Ubahlah konsep "kebahagiaanku adalah penderitaan bagi orang lain" menjadi "kebahagiaanku adalah kebahagiaan bagi orang lain, kebahagiaan orang lain adalah kebahagianku juga." Barulah dunia ini akan menjadi lebih baik. Semoga bermanfaat.

Selasa, 10 Juli 2012

NEGATIVE EFFECT OF WESTERN CIVILIZATION

 NEGATIVE EFFECT OF WESTERN CIVILIZATION
Ivan Taniputera
11th Juli 2012

One negative effect of western civilization is alienation, that barriers us from our environment and true Self. It is important to find the balance of life based of flexibility, love, and understanding. The punctuality of western Civilization destroys our taste of beauty. Time is choped into hours. Hours are choped into minutes. Minutes are choped into seconds. We forget that time is actually an endless and holistic stream, that can not be separated. 

This kind civilization can not create true happiness in your heart. You must go in hurry to your work, because your life is regulated and yoked by hours, minutes, and seconds. This time division is actually artificial, but you see it as a real and vivid phenomena. Why should your life be regulated by unreal phantoms that arise from your imagination. According to my opinion this is not the best civilization that man should have.




Senin, 09 Juli 2012

Ada Yang Bisa Baca Cepat Ga?

Ivan Taniputera
9 Juli 2012

Temin teman Temon tanam-tanam di taman paman teman Temin.

Rabu, 20 Juni 2012

Hasil Karya Fotografiku (My Photography)

Hasil Karya Fotografiku (My Photography)

Ivan Taniputera
20 Juni 2012


Foto langit yang dengan awan bergaris-garis yang unik.
Sky with unique stripped clouds.



Bunga merah yang cantik.
The beautiful red flowers.

Kucing hitam.
Black cat.


Hijau
Green

 
Landak
Porcupine

Selasa, 12 Juni 2012

Warisan Terbaik Bagi Anak Anda dan Generasi Penerus

Warisan Terbaik Bagi Anak Anda dan Generasi Penerus


Ivan Taniputera
13 Juni 2012


Warisan apakah yang terbaik bagi anak atau generasi penerus Anda? Apakah harta? Harta bisa habis. Apakah kepandaian? Ya benar, tetapi kepandaian atau pengetahuan apakah yang paling berharga? Berdasarkan pengalaman hidup saya, kepandaian atau pengetahuan yang paling berharga adalah bahasa. Semakin banyak Anda memahami suatu bahasa asing, maka makin luas pula informasi terbuka bagi Anda. Kita menyadari bahwa era mendatang adalah era informasi. Siapa yang berkuasa adalah yang menguasai informasi.

Lalu bahasa asing apakah yang perlu kita kuasai. Bahasa Inggris sudah pasti, karena merupakan bahasa internasional. Kemudian yang perlu kita sadari adalah bahasa-bahasa yang memberikan bonus. Dalam artian jika Anda mempelajarinya maka secara otomatis Anda juga akan mendapatkan kemampuan memahami suatu bahasa lain walaupun tidak 100 persen. Sebenarnya bahasa kita, yakni bahasa Indonesia, juga memberikan bonus. Jika seseorang menguasai bahasa Indonesia, maka secara otomatis dia juga akan memahami bahasa Melayu dan begitu pula sebaliknya.

Jika kita belajar bahasa Jerman, maka bonusnya adalah bahasa Belanda. Bahasa Jerman dan Belanda mempunyai kemiripan nyata. Contohnya adalah Bewegung (gerakan) dalam bahasa Jerman, menjadi Beweging dalam bahasa Belanda. Biasanya yang berubah adalah vokal-vokalnya saja. Selain itu, jika bisa bahasa Jerman kita juga akan sedikit banyak memahami bahasa Denmark (Danish). Lalu Bahasa Mandarin, juga memberikan bonus berupa kemampuan memahami tulisan dalam bahasa Jepang, karena keduanya menggunakan huruf atau aksara yang sama. Meskipun orang Jepang juga menggunakan hiragana dan katakana, namun mereka tetap menggunakan 1.400 huruf Kanji yang dikenal sebagai Joyo Kanji ata Changyong Hanzi (huruf Han yang sering dipakai). Jika boleh disebutkan, bahasa lain yang memberikan bonus adalah bahasa Portugis dan Spanyol, karena keduanya mirip. Kendati demikian, Spanyol dan Portugal bukan merupakan negara yang sangat berpengaruh dalam percaturan dunia internasional, selain sepak bola.


Demikianlah, berdasarkan kenyataan di atas, maka kita dapat memahami bahasa-bahasa apa saja yang perlu kita kuasai. Oleh karenanya, pendirian pusat-pusat pembelajaran bahasa barangkali akan sangat diperlukan di masa mendatang.

Jumat, 08 Juni 2012

Serial Kearifan Lokal: Azas Demokrasi: Perjanjian Antara Datu Pammana Dengan Orang Pammana

SERIAL KEARIFAN LOKAL: Azas Demokrasi: Perjanjian Antara Datu Pammana Dengan Orang Pammana

Ivan Taniputera
8 Juni 2012

Berikut adalah satu lagi kearifan lokal dari Tanah Bugis yang layak kita renungkan bersama. Inilah Perjanjian antara seorang raja dengan rakyatnya:

"Adapun kemerdekaan orang Pammana ditandai oleh empat hal. Yang pertama, engkau tidak menghalangi sesama rakyat merdeka mengikat perjanjian. Yang kedua engkau tidak menghalangi rakyat merdeka mengadakan persepakatan sesamanya. Yang ketiga tidak dirampas harta pusakanya. Keempat tidak dirugikan dalam berjual beli, namun tidak menarik keuntungan dari padamu"

Sumber: "Bunga Rampai Sastra Bugis: Bacaan Sejarah Sulawesi Selatan", karya Tamin Chairan, M. Arief Mattalitti, dan Adnan Usmar. halaman 145

Kutipan di atas luar biasa sekali, karena sudah memaparkan mengenai empat jenis kemerdekaan dalam masyarakat demokrasi, yakni (1)kebebasan berserikat dan berkumpul; (2)kebebasan berpendapat; (3)jaminan bagi keamanan hak milik; (4)demokrasi dalam perekonomian.

Kebebasan ini bahkan tidak dapat dilanggar oleh raja sekalipun, karena merupakan hak azasi yang melekat dalam diri setiap umat manusia semenjak ia dilahirkan. Namun pada praktiknya konsep penegakan demokrasi ini dalam sejarahnya memerlukan perjuangan panjang dan keras. Kendati demikian, rumusan di atas yang berasal dari kurang lebih abad ke-14 jauh mendahului rumusan Deklari Hak Azasi Manusia.

Selanjutnya dapat kita baca sebagai berikut:

"Sebagai tanda pengabdian diri orang Pammana kepada raja, ialah kalau Datu dalam peristiwa senang atau pun susah dan harus menyembelih hewan, maka pintu kandang hewan mereka terbuka bagimu. Kalau kerbau peliharaan harganya empat real. Kalau kerbau belian, wang pembelinya digantikan. Bila tidak ada kerbau pada orang banyak, maka orang-orang bangsawan harganya satu tahil. Kalau kerbau belian, wang pembelinya pun digantikan."

Sumber Ibid, halaman 145-146.

Kutipan di atas menandakan bahwa jika seorang raja menghendaki kerbau milik rakyat, maka ia tetap harus membayar sesuai dengan harga yang ditentukan dalam perjanjian di atas. Seorang raja tidak boleh merampas begitu saja apa yang dimiliki rakyatnya, terkecuali ia melakukan kesalahan yang harus dihukum dengan penyitaan harta bendanya.

Oleh karenanya, kedudukan raja dalam adat istiadat Bugis tidaklah tak terbatas dan rakyat tetap memiliki kebebasan. Dalam sejarah Sulawesi Selatan ada raja yang dibunuh atau dihukum mati tatkala melakukan kesalahan. Dengan demikian, hukum adalah penguasa baik bagi raja maupun rakyat jelata. Inilah prinsip yang dianut dalam negara demokrasi, yakni bahwa hukum tidaklah pandang bulu.

Film Prometheus: Pertanyaan Dari Manakah Asal Usul Kita?

Film PROMETHEUS: Pertanyaan Dari Manakah Asal Usul Kita?

Ivan Taniputera
8 Juni 2012

Saya baru saja menonton film ini, yang bergenre film alien. Film ini dibuka dengan makhluk angkasa luar (alien) yang mengorbankan dirinya dengan menelan cairan hitam. Tubuhnya lalu terdisintegrasi dan DNAnya menyebar dalam air di bumi zaman purba. Kemudian disusul dengan penemuan lukisan gua bergambarkan peta atau pola perbintangan berusia 35.000 tahun. Ternyata menurut film tersebut, pola ini juga ada pada peradaban lain yang tak saling berhubungan. Hal ini mengingatkan saya pada teori Erich von Daeniken yang menyatakan bahwa peradaban manusia berasal dari makhluk angkasa luar dan juga teori Zetcharia Sitchin yang mengatakan bahwa manusia berasal dari olah genetika makhluk angkasa luar. Alien yang mengorbankan dirinya agar DNAnya dapat tersebar itu nampaknya merupakan fiksinisasi bagi teori panspermia, yang menyatakan bahwa benih atau materi kehidupan berasal dari luar angkasa.
Setelah penemuan peta-peta bintang, seorang multi milyuner bernama Peter Wayland (diperankan Guy Pearce) terobsesi menemukan pengkreasi manusia tersebut, yang dalam film disebut "engineers." Ia yakin bahwa peta-peta bintang kuno itu akan menuntun mereka pada "engineers." Mereka lantas membangun pesawat canggih bernama Prometheus yang sanggup mengarungi jagad raya guna menuju planet yang digambarkan dalam peta-peta bintang kuno tersebut. Dengan demikian, judul film tersebut diambil dari nama pesawat antariksa yang membawa mereka itu.
Meskipun film ini cukup seru. Namun ada beberapa kemustahilan dari segi sains. Pertama-tama hubungan antar peradaban di jagad raya (kalaupun ada peradaban lain selain di bumi) mustahil dapat saling berjumpa atau berkomunikasi, karena jaraknya yang teramat jauh. Galaksi terdekat saja jaraknya 2 juta tahun cahaya. Artinya agar dapat pergi ke sana dengan kecepatan cahaya (batas kecepatan maksimal segala sesuatu di jagad raya yakni 3 x 10 pangkat 8 m/s) saja diperlukan waktu 2 juta tahun. Pertanyaannya, apakah ada makhluk hidup yang usianya sepanjang itu? Prof. Stephen Hawking menyatakan bahwa jauhnya jarak itu justru merupakan "berkat," karena jika jaraknya cukup dekat, maka ada kemungkinan kita akan ditaklukkan oleh peradaban galaksi lain yang lebih maju. Sebagaimana halnya dulu para kolonialis menaklukkan dan memperbudak jajahannya.
Selain itu, apakah mungkin suatu makhluk hidup dibekukan selama ribuan tahun, dalam hal ini adalah makhluk-makhluk alien seperti reptil yang dimasukkan dalam tabung-tabung sebagai senjata biologis. Mungkinkan suatu makhluk dibekukan tanpa makan dan minum selama ribuan tahun dan tetap bertahan hidup? Mungkin banyak orang yang akan menjawab, "Namanya juga cerita."
Film ini juga menyisakan berbagai pertanyaan yang masih belum terjawab, sehingga akhirnya serasa "menggantung." Barangkali hal ini dimaksudkan agar dapat dibuat sekuelnya. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain adalah mengapa mereka berniat menghancurkan manusia?
Terlepas dari semua itu, film ini cukup menarik sebagai hiburan. Selamat menonton.
Sebagai catatan: Prometheus adalah nama dewa Yunani yang dihukum dewa lainnya karena memberikan api bagi manusia. Sebagai hukumannya, Prometheus dirantai pada batu karang dan setiap pagi seorang elang akan datang merobek perut dan memakan hatinya. Karena merupakan dewa, tentu saja Prometheus tidak bisa mati. Pada malam harinya luka itu sembuh hanya agar Prometheus dapat mengalami penderitaan yang sama di pagi harinya.

Selasa, 05 Juni 2012

Dunia Mistik Ninja: Palmistri dan Mencari Waktu Yang Baik

DUNIA MISTIK NINJA

Ivan Taniputera
5 Juni 2012


Begitu mendengar kata "ninja" pasti sebagian besar di antara kita akan membayangkan orang-orang berpakaian hitam-hitam yang berjalan mengendap-endap di jalan sebuah kota kuno. Gambaran ini boleh jadi karena pengaruh film-film tentang ninja yang kita tonton. Namun Shoninki atau buku panduan bagi ninja menyajikan gambaran berbeda. Para ninja ternyata mempelajari juga palmistri (ilmu garis tangan) dan juga perhitungan waktu yang baik dan buruk. Di dalam Shoninki  dijelaskan mengenai hal ini, yakni membedakan antara guratan-guratan garis tangan yang baik dan buruk, serta waktu tepat bagi menyelundup. Dengan membaca Shoninki kita akan memperoleh gambaran yang lebih utuh mengenai ninja. Selanjutnya di dalam Shoninki juga dibahas mengenai ilmu jimat. Dengan demikian, dalam ninja terdapat juga sisi mistisnya. Inilah yang jarang diungkapkan dalam film-film.

Grafik Kehidupan Manusia

 
GRAFIK KEHIDUPAN MANUSIA
Ivan Taniputera
5 Juni 2012

Di dunia ini ada orang yang hidup awalnya sangat terpuruk, tetapi bisa melejit gila-gilaan. Ada orang yang hidup awalnya biasa saja dan juga tetap biasa saja sepanjang hidupnya. Ada orang yang awalnya sudah berada di papan atas dan terus di papan atas. Ada orang yang awal hidupnya berada di papan atas, namun berakhir di papan bawah. Kira-kira apa yang membedakan orang-orang ini? Apakah nasib jawabannya?

Minggu, 20 Mei 2012

Soal-soal Teori Tentang Kalor untuk Kelas VII

Ivan Taniputera
20 Mei 2012


Soal-soal Mengenai Kalor

Ivan Taniputera
20 Mei 2012



Buku Pelajaran Bahasa Daerah Jadul: Salah Satu Materi Menelaah Sejarah Pendidikan

Buku Pelajaran Bahasa Daerah Jadul: Salah Satu Materi Menelaah Sejarah Pendidikan

Ivan Taniputera
20 Mei 2012

Beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan buku yang menarik ini. Isinya adalah pelajaran bahasa daerah (dalam hal ini bahasa Jawa) yang diajarkan pada zaman dahulu. Data buku adalah sebagai berikut:

Judul : Patjitan: Lajang watjan kanggo ing Pamulangan Guru, S.M., Kursus Guru lan panunggalane (Dalam bahasa Indonesia: Patjitan: Buku Bacaan Untuk Pengajaran Guru, S.M., Kursus Guru dan semacamnya). Jilid 1.

Pengarang: M. Mardjana dan M. Samoed Sastrowardojo,

Penerbit: J.B. Wolters-Groningan-Djakarta.

Tahun terbit: 1951.




Pelajaran bahasa daerah pada zaman saya masih bersekolah diberikan mulai dari SD kelas 3 hingga SMP kelas 3 (sekarang disebut juga kelas IX). Pelajaran ini merupakan salah satu pelajaran yang saya sukai, terutama dalam menulis aksara Hanacaraka. Buku ini berisikan 32 bacaan pendek dalam bahasa Jawa. Guna menguji kemampuan berbahasa daerah saya saat ini, saya akan mencoba menerjemahkan sebuah bacaan yang sekiranya menarik.
Berikut ini adalah terjemahan bacaan bernuansa humor di halaman 30-31:

WONG TJETIL LORO
(Dua Orang Pelit)

Ing negara Kupah ana wong tjetil, krungu warta jen ing negara Balsora ana wong kang ngungkuli tjetile. Wong Kupah mau nemoni wong Balsora. Bareng wis ketemu, tjelatune: "Kisanak, kula niki saweg djajal2 sinau tjetil, kula kepenging mang wulang, rekane bisa tjetil niku pripun?'

(Di negeri Kupah ada orang pelit. Mendengar kabar bawa di negeri Balsora ada orang yang lebih pelit, orang pelit tadi hendak menemui orang Balsora tersebut. Sesudah berjumpa berkatalah ia, "Saudara, saya ini telah belajar menjadi pelit. Saya ingin belajar pada Anda, supaya bisa menjadi pelit itu bagaimana?")

Wangsulane wong Balsorra: "Enggih ta, prajogi. engga saniki pada teng pasar tetuku."

(Jawab orang Balsora, "Baiklah, bersabarlah. Mari sekarang kita bersama-sama ke pasar untuk berbelanja.")

Wong loro mau menjang pasar, ndjudjug ing dasarane wong adol roti. Wong Balsora takon: "Samang napa adol roti sing etja?"

(Kedua orang itu pergike pasar dan mendatangi tempat berjualan roti. Orang Balsora bertanya, "Saudaraku, apakah Anda menjual roti yang enak?")

Wangsulane tukang roti: "Onten mawon; empuk kaja mertega."

(Jawab tukang roti, "Ada saja; empuk seperti mentega.")

Wong Balsora tjelatu marang kantjane: "Lo, di, jen ngoten mertega niku luwih betjik tinimbang roti, marga roti sing betjik kok dipadakake mertega. Mulane saniki pada tuku mertega mawon."

(Orang Balsora berkata pada temannya, "Lo, Dik! Kalau begitu mentega itu lebih baik dibandingkan roti, karena roti yang enak kok diumpamakan dengan mentega. Oleh sebab itu, marilah sekarang kita membeli mentega saja.")

Wong loro mau bandjur menjang ing dasarane ing dasarane wong adol mertega. Wong Balsora takon: "Kang, ngriki napa onten mertega sing betjik?"

(Kedua orang itu lantas pergi ke tempat penjual mentega. Orang Balsora bertanya, "Kak, apakah di sini menjual mertega yang baik?")

Wangsulane: "Onten, etja tur bening kaja lenga selat."

(Jawabnya, "Ada, enak dan bening laksana minyak selat.")

Wong Balsora tjelatu: "Kisanak, samang mireng kijambak, mertega sing betjik dipadakake lenga selat, jen ngoten lenga selat luwih betjik tinimbang mertega, luwih enak lan luwih pengadji."

(Orang Balsora berkata, "Saudaraku, Anda dengar sendiri, mentega yang baik itu diumpamakan dengan minyak selat. Kalau begitu minyak selat lebih baik dibanding mentega. Lebih baik dan lebih berharga.")

Wong loro mau bandjur menjang dasarane wong adol lenga selat, takon: "Kang, napa samang adol lenga selat sing etja?"

(Kedua orang itu lalu pergi ke tempat penjual minyak selat, seraya bertanya, "Kak, apakah Anda menjual minyak selat yang enak?")

Wangsulane: "Enggih onten niki, bening kaja banju."

(Jawabnya, "Ada, bening seperti air.")

Wong Balsora tjelatu marang kantjane: "Lo, kisanak, samang krungu dewe niku jen lenga kalah betjik kalih banju, tandane lenga sing betjik dipadakake banju. Engga pada mulih mawon, kula duwe banju segentong. Mengke sampejan kula suguh."

(Orang Balsora berkata pada kawannya, "Lho, Saudara, Anda dengar sendiri kalau minyak itu kalah berharga dibandingkan air, karena minyak yang baik itu diumpamakan dengan air. Ayo mari kita pulang saja. Saya punya air satu gentong. Nanti akan saya suguhkan pada Anda.")

Tekan ing omah dajoh adoh saka Kupah mau sidane mung disuguh "anggur tjap senggot."

(Sampai di rumah tamu jauh dari Kupah tadi akhirnya disuguhi "anggur rasa tawar.")

Berikut ini adalah puisi dalam bahasa Jawa mengenai Gunung Merapi (halaman 43-44)

GUNUNG MERAPI

Gunung Merapi,
Gede duwur nggegirisi
Sing mulat mesti tanja,
Baja sapa kang akarja.

(Gunung Merapi
Tinggi besar menggentarkan
Orang bijak pasti bertanya,
Siapakah yang menciptakannya).

Gunung Merapi,
Mawa kukus lawan geni,
Lamun kurda mutah lahar
Bilih nradjang kabeh kobar.

(Gunung Merapi,
Mengeluarkan asap dan api,
Bahkan memuntahkan lahar
Yang diterjang semuanya berkobar).

Gunung Merapi,
Udan awu duk ing nguni,
Geger sagung para djanmi,
Tilar wisma mlaju ngungsi.

(Gunung Merapi,
Jika sudah hujan abu di sana,
Ributlah para penduduk,
Meninggalkan rumah lari mengungsi).

.........


Buku sangat bermanfaat dan barangkali dapat menjadi bekal apabila saya berniat menyusun buku mengenai sejarah pendidikan di tanah air.

Tidak Naik Kelas Bukanlah Hal Memalukan


Tidak Naik Kelas Bukanlah Hal Memalukan

Ivan Taniputera
20 Mei 2012

Alkisah, seorang teman menceritakan mengenai anaknya yang malas belajar, sehingga mendapatkan nilai buruk dan terancam tinggal kelas. Ini merupakan masalah klasik yang sudah terjadi dari zaman dahulu. Oleh karenanya, pada kesempatan kali ini saya hendak mengulas mengenainya. Pertama-tama kita harus menyadari bahwa manusia itu sangatlah beragam, termasuk dalam hal kemampuan menerima pelajaran. Ada yang lambat dan ada pula yang cepat. Kita tidak dapat dan memang seyogianya tidak memaksakan bahwa setiap orang harus mempelajari suatu bidang dalam kurun waktu yang sama. Bakat dan minat seseorang juga amat sangat beragam. Terdapat berbagai alasan mengapa seorang anak tidak mudah menyerap suatu pelajaran. Ada yang memang kemampuannya agak lambat, seperti dalam kasus anak-anak berkebutuhan khusus ataupun anak-anak yang sebenarnya memiliki kemampuan  dan sesungguhnya tidak lambat belajar, namun kurang motivasi.

Kedua, kita perlu mendefinisikan ulang apa itu tujuan seseorang belajar dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Banyak orang hanya mengejar nilai atau ijazah semata. Ini sah-sah saja, walaupun bukan tujuan belajar yang ideal. Seharusnya, belajar itu agar seseorang menjadi memahami mata pelajaran yang diajarkan. Itulah sebabnya, sekarang kita mengenal apa yang dinamakan standar kompetensi. Jadi seseorang dianggap "berhasil" apabila telah memahami topik-topik tertentu sesuai dengan jenjang pendidikan dan mata pelajaran yang telah ditentukan pula. Bagaimanapun juga kriteria "keberhasilan" itu dilihat dari "nilai ujian." Hingga saat ini kita belum dapat menemukan cara  atau metoda lain guna menentukan "keberhasilan" tersebut selain dari ujian. Dengan demikian, kita tidak akan membahasnya lebih jauh.

Menimbang kedua hal diatas, yakni (1) kemampuan dan kecepatan belajar tiap orang yang berbeda-beda dan (2) tujuan ideal belajar adalah agar seseorang memahami apa yang diajarkan, maka adalah wajar jika ada anak yang belajar "lebih lama" pada suatu kelas dibandingkan yang lainnya. Ini adalah konsekuensi wajar kedua hal yang baru saja saya sebutkan. Apabila seorang anak "tinggal kelas," hal itu sama sekali bukan sesuatu yang memalukan. Lebih baik dia tinggal kelas agar tidak kesulitan di jenjang pendidikan berikutnya. Karenanya, tinggal kelas adalah justru sesuatu yang sangat positif bagi anak itu sendiri. Jikalau belum siap dengan jenjang atau tingkatan berikutnya untuk apa dipaksakan?

Tinggal kelas dapat pula dipergunakan memotivasi seorang anak yang malas belajar. Diharapkan bahwa dengan tinggal kelas itu ia dapat terpacu meningkatkan semangatnya dalam belajar. Hal ini justru hendaknya menjadi cambuk bagi dirinya agar belajar lebih keras mengejar ketertinggalannya. Tinggal kelas memang bukan sesuatu yang memalukan atau aib, namun juga bukan sesuatu yang terpuji. Lebih baik, jika seseorang dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dalam kurun waktu yang sama dengan kebanyakan orang lainnya. Tentunya ini dengan mempertimbangkan kemampuan si anak juga. Jadi, agar tidak terjadi kesalah-pahaman, tulisan ini bukan dimaksudkan sebagai anjuran agar seseorang tinggal kelas saja agar pengetahuannya lebih matang; melainkan hendak memberikan wawasan obyektif mengenai tidak naik kelas itu sendiri. Satu hal penting lagi yang perlu disebutkan di sini adalah orang tua harus pula berperan aktif memotivasi anaknya agar dapat mengerahkan kemampuannya secara maksimal, juga tantangan bagi guru agar mengajarkan sesuatu dengan menarik. Semoga bermanfaat.