Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 31 Desember 2016

RENUNGAN TAHUN BARU 2017
.
Ivan Taniputera.
1 Januari 2017
.


Rasanya baru kemarin kita memasuki tahun 2016, kini tak terasa tahun tersebut telah berlalu dan tidak akan kembali lagi. Begitu detik pergantian tahun tiba, maka kita mengucapkan selamat berpisah pada sahabat yang telah menyertai kita selama setahun baik pada saat suka maupun duka, yakni tak lain dan tak bukan adalah Tahun 2016. Tahun demi tahun yang terus berlalu ini menyadarkan kita bahwa segala sesuatu tidak ada yang kekal. Jika sudah saatnya berlalu pasti akan berlalu. Namun dengan berlalunya yang lama, pasti akan hadir sesuatu yang baru. Apabila yang lama tidak berlalu, maka yang baru tidak akan muncul. Jadi pergantian ini adalah sesuatu yang alami. Tidak dapat kita cegah dan pasti akan terjadi.
.
Kesadaran terhadap waktu yang terus berlalu ini hendaknya menyadarkan kita agar senantiasa melalukan hal-hal bermanfaat. Mengingat bahwa waktu yang telah berlalu tidak dapat dihadirkan kembali, adalah sangat disayangkan jika kita menyia-nyiakannya. Lalu apakah hal bermanfaat itu? Tentu saja masing-masing orang mempunyai pandangan berbeda mengenai apa yang dianggapnya bermanfaat. Namun ada suatu pengertian universal mengenai apa yang dianggap bermanfaat itu; yakni menaburkan sesuatu yang sekiranya dapat memberikan kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang. Bukan hanya sekelompok atau segolongan orang saja, melainkan seluruh umat manusia secara luas. Sebelum melakukan sesuatu, kita hendaknya berpikir apakah itu akan bermanfaat bagi semua orang tanpa terkecuali? Apakah hal itu akan menciptakan dunia yang lebih baik? Demikianlah, kita hendaknya berupaya memandang dunia ini agar terbebas dari sekat-sekat. Terkadang kita hanya melakukan sesuatu demi menguntungkan diri sendiri. Ini bukanlah tindakan bermanfaat yang universal. Jadi, pada tahun 2017 marilah kita memperluas wawasan kita. Marilah kita memanfaatkan waktu yang sangat berharga ini demi menaburkan sebanyak mungkin manfaat universal bagi seluruh umat manusia.
.
Tahun 2016 yang baru saja berlalu banyak dikotori oleh berbagai peperangan dan permusuhan. Oleh karenanya, pada tahun yang baru ini kita perlu memanjatkan doa agar dunia menjadi lebih damai dan bertambah baik. Jika setiap orang tidak lagi mementingkan diri atau golongannya sendiri, sudah tentu dunia ini akan menjadi damai. Kita harus dapat memikirkan kepentingan yang lebih luas. Jangan sampai ada yang dikorbankan kepentingannya.
.
Kita akan merenungkan pula bahwa hakikat ketidak-kekalan itu sebenarnya telah berada pada tataran atomik. Elektron pada kulit terluar yang mudah berpindah-pindah mengakibatkan suatu zat berubah mengalami zat lainnya. Bahkan atom Gas Mulia (golongan VIIIA pada sistim periodik unsur) sekalipun juga dapat membentuk suatu senyawa; misalnya XeF6. Reaksi kimia yang melibatkan pergerakan atau perpindahan elektron inilah yang mengakibatkan perubahan kimia terus menerus terjadi, sehingga segala sesuatu tidak ada yang kekal. Buah segar mengalami perubahan kimia, sehingga menjadi busuk. Bunga juga mengalami perubahan kimia, sehingga menjadi layu. Besi mengalami perkaratan karena terjadi perubahan kimia, yakni akibat reaksi dengan Oksigen. Semua ini adalah sesuatu yang alami.
.
Di tahun yang akan datang kita perlu belajar lebih rajin meningkatkan kemampuan dan pengetahuan kita, karena arus globalisasi akan terus menerus mengejar kita. Jikalau kita tidak dapat menyesuaikan diri dengannya, maka kita akan tertinggal dan kalah. Oleh karenanya, seiring dengan tahun-tahun yang terus berlalu, maka kita harus terus belajar. Pengetahuan itu tidak ada habisnya. Kita hendaknya menimba ilmu tanpa henti. Pengetahuan kita dari tahun ke tahun hendaknya terus bertambah. Janganlah pernah berhenti belajar jika masih ada kesempatan untuk itu.
.
Tahun-tahun yang akan datang, tantangan akan semakin berat. Dengan demikian, diperlukan kreatifitas kita. Tanpa kreatifitas kita akan dipecundangi oleh berbagai tantangan tersebut. Oleh karenanya, tantangan bagi dunia pendidikan adalah perlunya kesanggupan menciptakan generasi-generasi muda yang kreatif. Dunia pendidikan perlu memberikan penghargaan pada sosok-sosok siswa yang kreatif dan bukannya malah membelenggu kreatifitas tersebut. Sudah saatnya kreatifitas menjadi tujuan utama pendidikan, dan bukan hanya sekedar mengerjakan sesuatu dengan benar berdasarkan cara-cara yang sudah ada. Pendidikan bukanlah sarana mencetak robot-robot, melainkan sosok cerdas dan kreatif yang bermanfaat bagi sesama. Pendidikan bukanlah bertujuan mendapatkan nilai semata, melainkan mendapatkan bekal demi mendaki kehidupan yang semakin curam.
.
Karena segala sesuatu pasti akan berlalu, maka kita juga harus berani mengucapkan selamat tinggal pada segenap trauma, kemarahan, kebencian, kesedihan, dan bayang-bayang hantu masa lalu kita. Intinya adalah kita harus berani “move on.” Orang yang pemberani adalah orang sanggup “move on.” Segenap beban masa lalu harus ditinggalkan agar kita dapat meraih masa depan baru yang gemilang. Jika kita masih dijerat oleh masa lalu, bagaimana mungkin kita dapat bergerak memasuki gerbang masa mendatang yang gemilang?
.
Selamat Tahun Baru 2017 bagi yang merayakannya. Selamat tinggal sahabat lama Tahun 2016! Selamat datang sahabat baru Tahun 2017!

Senin, 08 Agustus 2016

KARTINI

KARTINI
.
Ivan Taniputera.
21 April 2016.
.
Karena hari ini merupakan hari Kartini, saya akan menulis artikel mengenai Beliau. Kita akan bersama-sama menarik teladan dari kehidupan Beliau.
.
Kartini atau lengkapnya Raden Ajeng Kartini, dilahirkan tanggal 21 April 1879 di Mayong Jepara. Beliau merupakan salah seorang tokoh pembaharu dengan gagasan-gagasannya bagi kemajuan kaum wanita secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum. Riwayat Raden Ajeng Kartini sudah banyak ditulis dan dalam buku-buku pelajaran sejarah semenjak SD hingga SMU telah banyak diulas mengenai Beliau. Oleh karenanya, pada kesempatan kali ini, saya akan lebih menitik-beratkan pada menggali teladan-teladan hidup Beliau.
.
Kartini hidup pada suatu masa dimana kaum wanita masih dianggap kurang penting dibandingkan pria. Pendidikan modern bagi wanita dianggap tidak begitu penting atau perlu. Oleh karenanya, Beliau hanya diperkenankan bersekolah hingga usia 12 tahun di ELS, atau kurang lebih setingkat SD sekarang. Meskipun demikian, jika kita renungkan lebih jauh, hal ini pun sudah merupakan kemajuan, mengingat kakek Beliau Pangeran Ario Condronegoro IV, merupakan salah seorang bangsawan Jawa yang memperkenalkan pendidikan Barat pada anak-anaknya. Ilmu pengetahuan Barat merupakan sesuatu yang penting bagi kemajuan, disamping nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal. Kedua hal itu merupakan sesuatu yang sangat penting dan tak terpisahkan dalam menapaki kemajuan zaman. Kakek Kartini menyadari hal tersebut.
.
Meskipun tidak lagi menempuh pendidikan formal, namun Kartini tetap berupaya dengan penuh semangat menambah pengetahuannya. Beliau membaca berbagai surat kabar dan terbitan berbahasa Belanda, yakni De Locomotief dan juga majalah-majalah ilmu pengetahuan, termasuk buku karya Multatuli berjudul Max Havelaar. Ini adalah sesuatu yang sangat layak diteladani. Membaca merupakan kunci kemajuan baik pribadi maupun masyarakat. Di zaman sekarang, minat membaca buku-buku bermanfaat masih perlu ditingkatkan. Semangat Kartini dalam hal menambah pengetahuan, perlu diteladani oleh generasi sekarang. Jadi, memperingati hari Kartini bukan hanya sekedar karnaval atau mengenakan pakaian daerah, melainkan juga perlu diikuti dengan peneladanan terhadap nilai-nilai kehidupan Kartini, seperti kegemaran membaca tersebut. Meskipun kita sudah menyelesaikan pendidikan formal, tetapi menambah pengetahuan tidak boleh berhenti. Tentu saja pengetahuan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama manusia.
.
Selanjutnya, Kartini juga rajin mengirimkan tulisannya ke majalah wanita Belanda, De Hollandsche Lelie. Nama majalah ini berarti “Bunga Lili Belanda.” Tulisan Kartini juga dimuat dalam majalah tersebut. Selain membaca, Kartini juga tidak segan berbagai gagasan dan pengetahuannya pada orang lain. Negeri kita masih memerlukan karya-karya bermutu demi mencerdaskan bangsa. Kebutuhan akan buku-buku bermutu masih sangat besar. Berbagai pameran buku memperlihatkan antusiasme masyarakat yang tinggi. Oleh karenanya, para pakar diharapkan dapat semakin banyak berbagi pengetahuannya dengan masyarakat melalui tulisan-tulisan dan buku-buku bermutu. Kartini juga kerap berbagi gagasannya dengan para sahabat-sahabatnya di Negeri Belanda. Dengan menulis, gagasan-gagasan Kartini makin tersebar luas dan akhirnya dibukukan menjadi karya yang kita kenal sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang.”
.
Satu lagi, cita-cita Kartini yang luar biasa adalah keinginannya bersekolah hingga ke Negeri Belanda. Jangankan melanjutkan studi ke luar negeri, meneruskan pendidikan di kampung halamannya saja mendapatkan hambatan. Di samping itu, pada abad ke-19, bersekolah di luar negeri masih merupakan sesuatu yang tak terbayangkan, baik bagi pria maupun wanita. Namun, teladan yang dapat kita ambil adalah keberanian Kartini dalam mencetuskan suatu cita-cita tinggi. Kartini merasakan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kemajuan bangsa.
.
Cita-cita Kartini dituangkan dalam prinsip-prinsip Zelf-ontwikkeling (Pengembangan Diri Sendiri), Zelf-onderricht (Mendidik atau Mengajar Diri Sendiri atau Belajar Secara Mandiri), Zelf-vertrouwen (Percaya Diri Sendiri), Zelf-werkzaamheid (Berkarya Secara Mandiri), dan Solidariteit (Solidaritas). Ketiga prinsip itu didasari oleh Religieusiteit (Religiusitas), Wijsheid (Kebijaksanaan), Schoonheid (Keindahan), Humaniteit (Perikemanusiaan), dan Nationalisme (Cinta Bangsa dan Tanah Air). Prinsip-prinsip di atas masih relevan hingga saat ini. Dalam perikemanusiaan sudah terkandung nilai-nilai toleransi dan saling menghargai. Namun sangat disayangkan nilai toleransi sudah makin tergerus dewasa ini. Karenanya, kita sangat perlu meneladani kembali cita-cita Kartini.
.
Sebagai penutup, keinginan luhur Kartini bagi persamaan kaum wanita merupakan pencetus bagi kemajuan di kemudian hari. Suatu keinginan luhur seringkali menjadi pendorong bagi kemajuan ke arah lebih baik di masa mendatang. Oleh karenanya, kita perlu senantiasa membangun keinginan luhur demi menciptakan masa depan lebih baik, yakni lebih baik bagi diri sendiri dan sesama manusia.
.
Selamat memperingati Hari Kartini, 21 April 2016.

Senin, 24 Agustus 2015

RENUNGAN HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN: KEDAULATAN BAHASA

RENUNGAN HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN: KEDAULATAN BAHASA


Ivan Taniputera
16 Agustus 2015



Besok pagi negara kita akan memasuki usianya yang ke-70. Telah banyak bahaya, tantangan, dan hambatan yang dialami negara kita dalam kurun waktu tersebut. Namun semuanya dapat diatasi dengan baik, sehingga negara kita tetap bertahan hingga saat ini. Meskipun kemerdekaan sebagai negara berdaulat telah diakui baik secara de yure maupun de facto oleh negara lain, tetapi kita masih belum terbebas dari masalah korupsi, kemiskinan, dan masalah kemasyarakatan lainnya. Bahkan fanatisme keagamaan dan kesukuan masih merupakan ancaman nyata bagi negara kita. Kendati demikian, pada renungan kali ini, saya ingin lebih banyak menitik-beratkan pada hal yang jarang dibicarakan, yakni bahasa.

Berdasarkan pasal 36 UUD 45, maka bahasa resmi negara kita adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia ini merupakan salah satu aspek yang menjadi penanda bagi kedaulatan bangsa dan negara. Sebelumnya, saya ingin menceritakan pengalaman saya selama menuntut ilmu di Jerman. Jikalau kita ingin belajar dan bekerja di Jerman, maka kita harus menguasai bahasa Jerman. Tentu saja penguasaan bahasa Jerman itu harus dibuktikan melalui sebuah ijazah.

Kini kita kembali pada topik renungan kita. Pertanyaannya adalah sudahkah kita berdaulat secara bahasa? Saya sering meyaksikan para pekerja asing atau ekspatriat di negara kita yang tidak menguasai bahasa Indonesia. Mungkin juga mereka menguasai bahasa Indonesia, tetapi penguasannya hanya pas-pasan. Ini adalah sesuatu yang memprihatinkan. Apabila mereka bekerja atau berdomisili di Indonesia dalam waktu lama (misalnya lebih dari tiga bulan), maka seyogianya mereka belajar bahasa Indonesia hingga sanggup berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa tersebut, baik lisan maupun tulisan.

Dalam mengeluarkan izin kerja bagi para pekerja atau ekspatriat asing, maka dapat ditambahkan satu kriteria lagi, yakni bukti penguasaan bahasa Indonesia. Tentu saja, pemerintah perlu segera menyusun standar penguasaan bahasa Indonesia bagi orang asing. Selanjutnya lembaga-lembaga pengajaran bahasa Indonesia (seperti Goethe Institute bagi bahasa Jerman) perlu didirikan sesuai kebutuhan. Komunikasi dengan para pekerja asing harus menggunakan bahasa Indonesia. Mereka bekerja di Indonesia, maka sudah sepantasnya mereka belajar bahasa Indonesia. Adalah tidak masuk akal, jika kita berkomunikasi dengan mereka menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia. Ini seharusnya adalah sesuatu yang wajar di semua negara. Jika saya bekerja di Jerman, maka saya tidak bisa memaksa orang Jerman berbicara dengan saya menggunakan bahasa Indonesia. Kalau saya bekerja di Jerman, maka saya harus menggunakan bahasa Jerman. Adanya keharusan bagi pekerja asing menguasai bahasa Indonesia adalah wujud penegakan kedaulatan bahasa di negara kita. Jikalau mereka tidak bersedia belajar bahasa Indonesia, maka itu adalah wujud arogansi atau kesombongan mereka.

Namun pada sisi lain, bukan berarti kita anti dengan bahasa asing. Saya sendiri menguasai beberapa bahasa. Penguasaan bahasa asing sangat perlu dalam menguasai berbagai bidang pengetahuan serta alih teknologi. Kendati demikian, kita tetap harus menjadikan bahasa Indonesia sebagai tuan di negara kita sendiri. Mari kita tegakkan kedaulatan bahasa di negara kita yang telah berusia 70 tahun ini.

Merdeka!!!