Kamis, 28 Januari 2016

CORAT CORET DIGITAL

CORAT CORET DIGITAL


Ivan Taniputera.
27 Januari 2016 20:10


Layar komputer 
Adalah kanvasku
Bagai kereta komuter
Menarilah jari-jariku


Tetikus adalah kuasku
Memetik menu sesuai
Jadilah seperti luklsan bermutu
Gagasan mengalir pasti

Tiada perlu cat lagi
Ini era lukisan digital
Sangat mudah sangat permai
Teknologi sangatlah handal

Tinggal gerakkan tetikus
Ditemani ubi rebus
Jadilah sudah lukisan bagus
Tidak hanya bentuk kubus

Bentuk apapun pasti bisa
Asalkan jangan putus asa
Terus belajar jangan berhenti
Lukisan indah pasti jadi

Tampil bersinar gebyar
Di depan layar monitormu
Sungguh dilihat segar
Seperti habis minum jamu
Catatan:

Tetikus (Inggris: mouse) = salah satu perlengkapan komputer.

Rabu, 16 Desember 2015

PARA PENGEJAR MIMPI

PARA PENGEJAR MIMPI
.
Ivan Taniputera.
16 Desember 2015
.
Mimpi apa kau malam ini?
Mimpi apa kami malam ini?
Mimpi kan selalu kami kejar
Kehidupan penuh gebyar
.
Meski cuma mimpi
Tiada lain tiada bukan
Selain itu apa lagi sanggup kami?
Hanya mimpi yang teraih tangan
.
Mimpi adalah harapan
Harapan adalah kehidupan
Meski cuma sejengkal mimpi
Itulah harta pusaka kami
.
Mimpi membawa kami ke masa depan
Siapakah dapat melarang impian?
Menuju hadapan mulia bertujuan
Bermimpilah o tuan tuan
.
Bangunan bangunan menjulang awan
Kota megah tiada tertidur
Semua itulah hasil impian
Harapan mulia tiada kendur
.
Capaian besar humanisme nan agung
Tokoh-tokoh mulia umat manusia
Semuanya adalah pemimpi tiada urung
Para pengejar mimpi besar cita
.
Kawan, jangan berhenti bermimpi
Jangan harapanmu terhenti walau sehari
Meski malam belum menepi
Terbit mentari sudahlah pasti esok hari

LOBSTER BUAT KAMI

LOBSTER BUAT KAMI
.
Ivan Taniputera.

16 Desember 2015
.

Inilah kami si tuan-tuan petinggi mulia
Dari negeri antah berantah
Nun jauh di sana
Sudah pasti pundi-pundi kami harus berat
Dari mana isinya entahlah
Apa peduli kami?
Yang penting harus beranak pinak
Orang-orang mulia nan tinggi seperti kami
Makanku dan kawan-kawanku harus enak
Santap pagi siang malam harus berkelas
Ya makanku dan kawan-kawanku harus mewah
Pantang kami menyantap sarapan kelas bawah
Itu hanya buatmu
Kegemaran kami adalah lobster, lobster, dan lobster
Tak apa kau bilang kami monster
Sekali lagi apa peduli kami?
Yang penting kami makan lobster
Tiap hari kami mau makan lobster
Tapi jangan lupa kau yang bayar
Kau merasa marah
Kau merasa terhina
Mukamu merah?
Jantungmu berdebar?
Salahmu sendiri
Kenapa kau dulu pilih kami
Jadi para petinggimu

Rabu, 11 November 2015

KEPUL KEPUL

KEPUL KEPUL
.
Ivan Taniputera. 
27 Oktober 2015
.



.
Pagi kala embun masih berkumpul 
Kakek nenek tua duduk terkantuk-kantuk 
Asap berkepul-kepul 
Astaga mereka terbatuk-batuk
Sudah dari berminggu-minggu 
Bersimaharaja kabut asap 
Hilangnya ditunggu-tunggu 
Tapi selalu jawabnya A.S.A.P 
(Catatan: A.S.A.P = As Soon As Possible)
Asap bikin sesak nafas 
Dari balita sampai kakek nenek 
Dari bawah sampai atas 
Semua termehek-mehek
Membakar tiada tanggung jawab 
Asap tebal bergumpal-gumpal 
Mata para warga jadi sembab 
Kalang kabut berbual-bual
Hutan permai dibakar api 
Korban asap meratapi 
Paru-parunya serasa terbakar panas 
Kulit terasa tergesek nanas
Siapakah yang menyesali 
Siapakah yang bersalah 
Tentu sudah pasti sembunyi nyali 
Daripada ditimpa kalah.
Asap-asap sana pergi 
Kami tak mau engkau 
Jangan kau datang lagi 
Di masa datang tidak terulang lalu
 
Dipersembahkan untuk para korban asap. Mari kita berdoa agar bencana asap segera berlalu.

Selasa, 10 November 2015

PAHLAWAN ITU

PAHLAWAN ITU
Ivan Taniputera. 
10 November 2015
.


Ada banyak pahlawan 
Tapi PAHLAWAN itu 
Yang berjuang tiada pamrih 
Yang berjuang tiada embel-embel 
Berjuang tanpa ditunggangi 
Murni dari hati nurani 
Hanya demi tujuan mulia 
Memang ada banyak pahlawan 
Tapi PAHLAWAN itu 
Berjuang tiada harap pahala 
Berjuang tiada harap kedudukan 
Apalagi harta tahta wanita 
PAHLAWAN bukan hanya bersorak-sorai 
Berorasi tapi sudah basi 
Ibarat udang di balik bakso 
PAHLAWAN itu sungguh berkorban 
Tiada harap nama harum 
Apalagi hanya emas seujung jarum 
PAHLAWAN mungkin nama terlupakan sudah 
Namun darah yang tercurah 
Telah turut mengukir sejarah 
Dikekalkan oleh arus waktu 
PAHLAWAN mungkin tiada dihargai 
Tujuan mereka bukan itu akan tetapi 
Hanya demi kau dan aku 
Merasakan harkat kemanusiaan dan kemerdekaan
.
SELAMAT HARI PAHLAWAN 10 NOVEMBER 2015

Sabtu, 17 Oktober 2015

HAL TERBAIK BAGI KITA MUNGKIN JUSTRU YANG TIDAK MENYENANGKAN

HAL TERBAIK BAGI KITA MUNGKIN JUSTRU YANG TIDAK MENYENANGKAN
.
Ivan Taniputera
17 Oktober 2015
.



.
Pada kesempatan kali ini, saya akan membagikan sesuatu yang barangkali bermanfaat bagi kita semua. Artikel kali ini ditulis berdasarkan pengalaman nyata seorang sahabat yang diceritakan pada saya. Untuk melindungi privasi, maka nama-nama tidak akan disebutkan dan ceritanya sedikit diubah. Namun intisarinya tetap sama.
.
Kebanyakan di antara kita merasa kesal atau marah jika mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak kita harapkan. Tetapi apakah kita pernah menyadari bahwa hal tidak menyenangkan atau tidak diharapkan tersebut justru akan mendatangkan kebaikan pada kita?
.
Suatu kali seorang sahabat diundang menghadiri pesta pernikahan kenalannya. Sewaktu sedang duduk menikmati hidangan, tiba-tiba tiang penyangga tenda jatuh dan menimpa orang yang duduk tepat di sebelahnya hingga luka parah.
.
Sampai di sini, kita akan melakukan kilas balik terhadap peristiwa yang terjadi sebelumnya. Biasanya saat menghadiri undangan pesta, maka kawan saya akan ditemani oleh suami atau anaknya. Namun hari itu, suami sahabat saya tersebut mendapatkan tugas kantor mendadak, sehingga batal menemaninya ke pesta. Meski merasa kecewa, kini harapan beralih pada anaknya. Meskipun demikian, saat menjelang keberangkatan ke pesta tiba-tiba teman sang anak menelepon dan mengajaknya jalan-jalan ke mall. Ternyata sang anak lebih memilih pergi bersama temannya, sehingga batal menemani ibunya ke pesta.
.
Akhirnya dengan disertai perasaan sedih, marah, dan kecewa, sahabat saya berangkat sendiri ke pesta. Kini kembali ke saat pesta tersebut. Sahabat saya lantas merenungkan bahwa jika ia berangkat bersama suami atau anaknya, maka yang duduk di sampingnya dan tertimpa tiang itu kemungkinan adalah suami, anak, atau bahkan dirinya sendiri. Dengan mengalami rangkaian peristiwa tidak menyenangkan itu, justru diri dan keluarganya selamat.
.
Berdasarkan kisah di atas, marilah kita merenungkan apakah kita perlu merasa marah dan kesal berkepanjangan tatkala sesuatu tidak terjadi sesuai kehendak kita?
.
Artikel menarik lainnya mengenai ramalan, Astrologi, Fengshui, Bazi, Ziweidoushu, metafisika, dan lain-lain, silakan kunjungi:



Kamis, 08 Oktober 2015

TELAAH KRITIS TERHADAP KISAH GURU BIJAKSANA

TELAAH KRITIS TERHADAP KISAH GURU BIJAKSANA
.
Ivan Taniputera.
8 Oktober 2015
.


Saya akan melakukan telaah kritis pada kisah yang baru saja saya jumpai. Secara ringkas kisahnya adalah sebagai berikut:
.
Ada dua orang murid, sebut saja si Pandai dan si Bodoh sedang berdebat. Si Pandai mengatakan bahwa 6 x 3 adalah 18; sedangkan si Bodoh dengan yakin menyatakan bahwa 6 x 3 adalah 15. Mereka terus menerus berdebat dan bermaksud menyelesaikan perdebatan itu dengan bertanya pada guru yang mereka segani. 
.
Demikianlah si Pandai dan si Bodoh lalu berkunjung ke tempat kediaman guru. Si Pandai menyatakan bahwa jika dirinya salah maka ia bersedia menerima hukuman 5 kali pukulan dengan rotan. Si Bodoh tidak mau kalah dan menyatakan bahwa jika dirinya yang salah, maka ia bersedia dipenggal.
.
Tanpa pikir panjang, guru menjatuhkan hukuman lima kali pukulan dengan rotan pada si Pandai. Si Pandai tentu saja memprotes hal tersebut dan guru menjawab bahwa hukuman itu bukan dikarenakan jawabannya, melainkan akibat perdebatannya dengan orang bodoh yang tidak mengetahui bahwa 6 x 3 = 18. Guru menganggap bahwa perdebatan itu tidak berguna. Dengan melakukan hal itu, ia telah mendidik agar si Pandai menjadi lebih arif dan menyelamatkan nyawa si Bodoh.
.
Menurut saya kisah di atas mengandung banyak kelemahan dan sama sekali tidak dapat disebut sebagai kisah bijaksana. Guru itu sama sekali tidak bijaksana.
.
Karena kisah di atas menggunakan berhitung atau matematika sebagai analogi, dimana matematika adalah ilmu pasti, maka secara aturan konvensional 6 x 3 hanya mempunyai satu jawaban, yakni 18. Enam kali tiga berarti 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3, yang tentu saja jawabannya sekali lagi adalah 18. Jika guru itu paham matematika, maka ia tentu tahu hal tersebut. Secara konvensional 6 x 3 tidak mungkin 15. Tugas seorang guru adalah menyebarkan kebenaran, termasuk kebenaran matematika atau berhitung.
.
Menghukum murid yang memberikan jawaban benar adalah seolah-olah menyalahkan jawaban tersebut. Jadi guru itu seolah-olah mendukung jawaban yang salah. 
.
Jika si Bodoh yang merasa bangga dengan pandangan salahnya tersebut (karena dibenarkan oleh guru), lalu menyebarkan pandangannya tersebut, tentunya akan sangat berbahaya. Ia bisa saja membujuk orang lain meyakini pandangan salah itu dengan menyatakan bahwa guru bijaksana yang dihormati banyak orang saja sudah mendukungnya. Dalam sejarah banyak pandangan salah yang mengakibatkan penderitaan bagi banyak orang meraja lela, karena tidak ada orang bertindak memotong pandangan salah tersebut dari awalnya. Untungnya dalam kisah di atas yang dibicarakan adalah 6 x 3, bagaimana bila perdebatannya mengenai “membasmi orang yang beda keyakinan dengan kita adalah benar atau salah”? Bagaimana jika si Bodoh menyatakan bahwa “membasmi orang yang beda keyakinan dengan kita adalah benar” sedangkan si Pandai menyatakan hal sebaliknya”? Akankah guru masih menjatuhkan 5 kali pukulan pada si Pandai? Menurut pandangan saya, kebenaran harus tetap didukung, entah menyenangkan atau tidak menyenangkan. 
.
Bagaimana jika si Bodoh harus kehilangan kepala karena pandangan salahnya itu? Biarkan saja orang bodoh binasa karena kebodohannya sendiri. Itu adalah pilihannya sendiri. Namun guru dapat mengampuni si Bodoh dan menasihatinya agar jangan mengambil tindakan berisiko yang bodoh lagi. Dengan demikian, guru tetap mendukung kebenaran dan juga menyelamatkan nyawa si Bodoh. Dengan menyelamatkan nyawanya, si Bodoh mungkin pada lain kesempatan bisa lebih bijaksana, dan kelak namanya mungkin akan berganti menjadi si Pandai II. Ia bukan lagi si Bodoh yang dulu.
.
Namun dengan melakukan tindakan seperti itu, guru yang katanya bijaksana itu justru tidak menyelamatkan si Bodoh. Si Bodoh akan tetap hidup dalam kebodohannya. Guru itu telah bersikap apatis dan menurut saya tidak bisa dikatakan bijaksana. 
.
Sebagai tambahan, kelemahan kisah ini adalah bagaimana jika si Pandai dan si Bodoh sama-sama menghendaki hukuman dipenggal jika bersalah? Masihkah guru akan menghukum si Pandai?
.
Selanjutnya, tindakan si Pandai yang mau mempertahankan kebenaran di hadapan si Bodoh bukan dianggap sebagai tindakan yang tidak berguna. Ia mau melakukan sesuatu untuk mengoreksi pandangan salah. Kejahatan dapat merajalela karena orang baik menolak melakukan sesuatu. Kejahatan bersimaharaja karena orang baik bersikap apatis. Oscar Schindler pada masa PD II berani berkata tidak pada kekejaman dan menyelamatkan ribuan nyawa. Paul Rusesabagina berani berkata tidak pada kekejaman dan menyelamatkan nyawa kaum Hutu yang terancam pembantaian keji. 
.
Jadi upaya si Pandai itu menurut saya sudah benar dan tidak dapat dikatakan sebagai perdebatan tidak bermanfaat. Ia sudah berupaya mengoreksi ketidak-benaran dan tidak bersikap apatis. Bisa saja ia bersikap masa bodoh dan membiarkan si Bodoh dengan pandangan salahnya. Namun itu tidak dilakukannya. Lalu atas dasar apa, guru layak memberikan hukuman 5 pukulan? Jika semua orang menganut pemikiran guru tersebut, maka tidak ada orang yang akan berani mengungkapkan kebenaran. Mereka semua khawatir mendapatkan “lima pukulan dengan rotan.” Semua orang akan menjadi apatis.
.
Sebenarnya ada alternatif yang lebih bijaksana. Bisa saja ditanyakan pada si Bodoh, apakah menurutnya definisi operasi hitung “x” itu. Jikalau menurutnya, “x” adalah “kurangkan satu dan kemudian kalikan,” maka adalah benar bahwa 6 x 3 = 15. Dengan demikian, menurut si Bodoh, 6 x 3 pengertiannya adalah (6-1) lalu kalikan 3, maka hasilnya adalah 15. Meskipun ini “benar,” namun tidak sesuai dengan kelaziman. Mungkin si Bodoh punya konsep sendiri mengenai operasi hitung serta lambang-lambangnya. Jika definisinya sudah saling dipahami maka berbagai permasalahan akan jelas. Kendati demikian, si Bodoh juga seyogianya belajar operasi hitung yang lazim, yakni operasi hitung yang dianut oleh banyak orang berdasarkan perjanjian (konvensi). Kalau dia enggan menerima kelaziman, maka tentu sulit baginya hidup di tengah masyarakat (yang menganut kelaziman tersebut). Tetapi tentu saja itu adalah pilihan hidupnya sendiri.
.
Demikian kritikan saya terhadap kisah di atas, yang menurut saya tidak berisikan kebijaksanaan apa pun. Pandangan yang diwakili kisah di atas justru menjerumuskan seseorang pada apatisme. Tidak heran jika diktaktor-diktaktor bengis seperti Hitler, Stalin, Polpot bisa naik ke panggung negara, karena orang-orang baik secara tidak langsung mendukung mereka melalui berdiam diri.
.
Saya kira jika guru pada kisah di atas membaca artikel ini, bila ia benar-benar bijaksana maka tiada ia akan tersinggung sedikit pun. Oleh karenanya, jangan ada yang tersinggung membaca artikel ini. Guru bijaksana saja tidak tersinggung, lalu mengapa Anda yang tersinggung?